Jangan Takut, Waktu Wanita Menikah Tidak Mengenal Kedaluwarsa

SK-II menggelar kampanye terbarunya untuk mendukung dan membuka pemikiran wanita bahwa menikah tidak ada label kedaluwarsanya.

oleh Meita Fajriana diperbarui 29 Jun 2017, 12:00 WIB
Diterbitkan 29 Jun 2017, 12:00 WIB
Waktu Wanita Menikah Tidak Mengenal Kadaluarsa
SK-II menggelar kampanye terbarunya untuk mendukung dan membuka pemikiran wanita bahwa menikah tidak ada label kadaluarsanya.

Liputan6.com, Jakarta Bertambahnya usia dan menjadi tua merupakan hal yang tidak disukai banyak orang terutama wanita. Terlebih untuk wanita Asia yang mendapatkan tuntutan sosial tentang batas waktu pernikahan. Sebagian besar wanita tidak nyaman dengan pandangan orang lain mengenai usia dan status pernikahan mereka.

Mencari pasangan yang cocok untuk menikah adalah penyebab terbesar di antara wanita lajang berusia di bawah 30 tahun mengalami masalah ini. Mereka terpaksa mengikuti aturan sosial tersebut. Selaras dengan isu sosial tentang usia dan batas waktu menikah ini, brand kecantikan SK-II kembali melanjutkan kampanye Marriage Market Takeover yang telah digelar tahun lalu di Tiongkok.

Brand perawatan kulit ini menyoroti topik untuk menginspirasi banyak wanita melalui video bertajuk "The Expiry Date". Sebuah film baru yang ditayangkan serentak secara global. Di dalamnya, SK-II mengubah istilah tanggal kedaluwarsa yang dirasakan banyak wanita seperti aslinya.

Tujuannya adalah untuk menampilkan garis waktu yang tidak terucapkan dan tanggal kedaluwarsa yang ditujukan oleh masyarakat kepada wanita serta memicu percakapan seputar tekanan terkait usia bahwa wanita di seluruh Asia, dan pastinya di seluruh dunia, mengalaminya termasuk bagi wanita Indonesia.

"Diskriminasi terkait usia adalah isu global yang harus dihadapi perempuan saat ini, terutama perempuan lajang. Tekanan menjadi sangat nyata saat ia mencapai usia 30, 35 tahun ke atas. Pada usia tertentu, ketika seorang wanita lajang dan tidak memiliki keluarga, dia dipandang sebagai sebuah anomali," kata Sandy To, sosiolog dan penulis buku China's Leftover Women seperti pada rilis yang diterima Liputan6.com, Jumat (23/6/2017).

SK-II berharap dapat membantu menghilangkan stigma seputar tekanan terkait usia. Video ini dapat menciptakan wadah bagi wanita untuk membuka dan berbagi pemikiran batin mereka mengenai masalah ini.

"Kami menemukan bahwa tekanan untuk menikah sebelum 25 tahun dan ketakutan untuk diberi label sebagai leftover women atau 'wanita sisa' setelah usia 27 adalah masalah terbesar yang dialami wanita lajang di Tiongkok. Melalui video ini, setiap orang harus dapat merasa bangga dengan apa yang telah mereka capai dan siapa mereka, tanpa memandang usia dan jenis kelamin serta tidak boleh dibatasi oleh garis waktu buatan dan label tanggal kedaluwarsa yang ditujukan oleh masyarakat kepada mereka," tutup Sandeep Seth, Brand Director Global SK-II.

Saksikan Video Menarik di Bawah Ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya