Milenial Lebih Suka Berbahasa Inggris, Bagaimana Sikap Orangtua?

Makin terkikisnya penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar di kalangan anak-anak milenial perlu jadi perhatian.

oleh Ahmad Apriyono diperbarui 25 Okt 2017, 16:30 WIB
Diterbitkan 25 Okt 2017, 16:30 WIB
Mengamati Mahasiswa Asing Belajar Bahasa Indonesia di Kampus UI
Catatan mahasiswa asing yang belajar bahasa Indonesia di kampus Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, Rabu (11/10). (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Liputan6.com, Jakarta Mengajarkan bahasa Indonesia yang baik dan benar kepada anak-anak milenial bukan perkara mudah. Hal tersebut setidaknya diungkapkan Dwi Nurcahyo, salah seorang guru bahasa sekolah internasional di Jakarta. Menurut Dwi, ada tiga hal mengapa mengajar bahasa Indonesia kepada generasi milenial menjadi tantangan tersendiri. Pertama, dalam kurikulum sekolah internasional, hampir semua proses belajar mengajar menggunakan bahasa Inggris. Kedua, komunikasi antar-siswa di sekolah juga kerap dilakukan dalam bahasa Inggris, dan ketiga, kebanyakan anak sekarang berkomunikasi menggunakan bahasa Inggris di rumah.

“Saya menyebut ini bukan hambatan atau kesulitan, tapi ini tantangan. Di sini guru bahasa harus benar-benar mempersiapkan materi dengan baik dan bagaimana mengemas pelajaran bahasa jadi menyenangkan buat mereka,” ungkap Dwi.

Dwi juga mengatakan, bukan hanya mengemas menjadi pelajaran yang menyenangkan, menanamkan rasa cinta pada bahasa Indonesia juga menjadi hal penting untuk membuat mereka merasa “memiliki” bahasa Indonesia.

Makin terkikisnya penggunaan bahasa Indonesia di kalangan anak-anak milenial juga menjadi perhatian khusus Badan Bahasa. Kepala Bidang Perlindungan Badan Bahasa, Ganjar Harimansyah saat dihubungi Liputan6.com, Rabu (25/10/2017) mengatakan, sekolah-sekolah internasional di Indonesia yang pakai bahasa asing, sebagai bahasa pengantar perlu baca Pasal 33 Undang-Undang No 20/2003 Sisdiknas yang menyebut, bahasa Indonesia sebagai bahasa negara menjadi bahasa pengantar dalam pendidikan nasional. Bahasa daerah dapat digunakan sebagai bahasa pengantar dalam tahap awal pendidikan apabila diperlukan dalam penyampaian pengetahuan dan atau keterampilan tertentu. Poin ketiga, bahasa asing dapat digunakan sebagai bahasa pengantar pada satuan pendidikan tertentu untuk mendukung kemampuan berbahasa asing peserta didik.

“Belum lagi kalau melihat UU 24/2009 dan PP 57/2014. Jika model sekolah ini masih dan ditiru sekolah lain, hal ini bukan lagi ancaman bagi bahasa Indonesia, tapi juga menjadi petaka,” ungkap Ganjar.

 

Peran Orangtua

Ganjar juga mewanti-wanti peran penting orangtua dalam mengajarkan bahasa Indonesia kepada anak. Bagi Ganjar, anak mau menggunakan bahasa ibunya bahasa daerah, Indonesia, atau asing sangat tergantung dengan orangtuanya.

“Saya menganggap, orangtua keluarga Indonesia yang lebih suka mengajarkan bahasa Inggris ketimbang bahasa Indonesia kepada anaknya sebagai rasa kurang percaya diri, merasa takut, dan merasa rendah kalau tidak berbau asing. Ini bukan lagi soal pilihan mau atau tidak mau mendahulukan bahasa Indonesia atau daerah,” kata Ganjar.

Ganjar juga menegaskan, bahasa itu sejatinya adalah jati diri, dan penggunaan bahasa merupakan cermin pemikiran dan karakter. Orangtua tinggal memilih, mau jati diri dan karakter semacam apa kepada anak-anak. Mau jadi minderan lalu menutupinya dengan yang berbau-bau asing, atau percaya diri dengan menghargai bahasa sendiri, tapi juga mampu berbahasa asing.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya