Cerita Maria Hostiana Napitupulu, dari Korban Bully sampai Jadi Wakil NTT di Puteri Indonesia 2019

Maria Hostiana Napitupulu mengatakan sempat depresi akibat perundungan yang diterimanya.

oleh Asnida Riani diperbarui 08 Mar 2019, 10:30 WIB
Diterbitkan 08 Mar 2019, 10:30 WIB
Maria Hostiana
Maria Hostiana, finalis Puteri Indonesia 2019 dari NTT. (dok. Instagram @mariahstn/https://www.instagram.com/p/BttSxd6nmTF/Esther Novita Inochi)

Liputan6.com, Jakarta - Secara penampilan, Maria Hostiana Napitupulu terlihat hampir sempurna. Tubuh yang tinggi dan langsing ada pada diri finalis Puteri Indonesia 2019 wakil Nusa Tenggara Timur tersebut. Namun, siapa sangka, Maria memiliki pengalaman kurang menyenangkan perihal tubuh.

Maria lahir di Kefamenanu, daerah perbatasan antara Indonesia dan Timor Leste di Nusa Tenggara Timur. Selama menempuh pendidikan dasar, Maria memiliki tubuh gemuk dengan berat badan mencapai 80 kilogram (kg).

Penampilan tersebut membuat perempuan yang kini bekerja sebagai digital analyst di sebuah bank di Jakarta ini sering mengenakan pakaian laki-laki. "Aku tidak bisa pakai baju perempuan. Contohnya dress. Itu jadi atasan saja," kenangnya saat ditemui Liputan6.com di kawasan Senayan, Jakarta, Kamis, 7 Maret 2019. 

Finalis Puteri Indonesia 2019 ini menambahkan, bahkan saat masih TK, kursi yang diduduki sempat patah. Semua kejadian itu membuat Maria sering diejek teman-temannya. "Banyak banget julukan buatku. Contohnya ikan louhan karena dahiku besar sampai Undertaker, pegulat WWE yang badannya besar," cerita Maria.

Hingga saat duduk di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA), Maria menemukan cara mengubah penampilannya. "Di situ aku belajar tentang berbagai macam diet," kata Maria. Ia mulai mempraktikkan diet tersebut dan akhirnya berhasil mencapai berat badan ideal seperti yang dimiliki saat ini.

Pengalaman jadi korban bully membuatnya tertekan. Apalagi, ia sering berpindah-pindah kota dan kesulitan dalam beradaptasi. "Waktu aku jadi anak baru dan beradaptasi, aku malah di-bully," tutur salah satu finalis Puteri Indonesia 2019 tersebut.

Maria Hostiana Napitupulu Sempat Depresi

Maria Hostiana
Maria Hostiana saat kunjungannya ke salah satu sekolah di Sumba. (dok. Instagram @mariahstn/https://www.instagram.com/p/Bt0dmPGnIK_/Esther Novita Inochi)

Maria Hostiana Napitupulu sempat depresi kala mengalami perundungan. Terlebih, saat itu ia tidak memiliki teman untuk bercerita mengenai masalahnya. "Waktu SMA aku tinggal sendiri dan jauh dari orangtua. Jadi, pulang sekolah aku tidak ada tempat bercerita," kata Maria.

Masalah yang ia pendam makin menumpuk, lalu membuat depresinya kian parah. Maria baru menyadari tentang penyakit mental itu saat membaca topik yang dimaksud di media massa beberapa tahun kemudian.

"Waktu itu aku sudah kuliah dan aku baru sadar penyakitku sudah mengganggu kegiatan sehari-hariku," jelasnya. Kondisi saat itu membuat Maria tidak lagi mampu berkonsentrasi terhadap apa yang dikerjakan. Ia pun kehilangan minat terhadap apa yang ia sukai.

"Akhirnya aku coba mendaftar untuk mendapat bantuan dari terapis," tuturnya. Seiring berjalannya waktu, Maria tumbuh menjadi pribadi yang kuat dan percaya diri berkat pengalamannya tersebut.

Ajang Puteri Indonesia 2019 pun jadi kesempatan bagi Maria untuk membagikan pengetahuan tentang kesehatan mental. "Aku berani bicara karena aku tahu dan pernah mengalami masalah ini," tegasnya.

Bagi Maria, hampir semua orang tidak menyadari bahwa mereka terjangkit penyakit mental. Kalaupun sadar, penderita kesehatan mental tidak berani bersuara tentang, lantaran stigma negatif di masyarakat.

Kepedulian terhadap Kesehatan Mental

Puteri Indonesia 2019
Maria Hostiana Napitupulu, finalis Puteri Indonesia 2019 asal Nusa Tenggara Timur. (dok. Instagram @mariahstn/https://www.instagram.com/p/BuooCuSAstN/Asnida Riani)

Melihat urgensi akan angka statistik kesehatan mental yang terus meningkat, Maria Hostiana Napitupulu hendak memfokuskan kasus ini ke pekerja kantoran. Ia ingin kantor-kantor memandang penyakit mental sama berbahayanya dengan penyakit fisik.

Perempuan 23 tahun ini telah melakukan riset mengenai penderita penyakit mental sebelum memutuskan targetnya. "Kasus tekanan mental dimulai ketika seseorang merasa buruk tentang dirinya sendiri dan merasa rendah diri," kata Maria.

Ia pun telah menyiapkan beberapa strategi untuk membagikan pengetahuan bila terpilih menjadi Puteri Indonesia 2019. "Aku berharap komunitas akan mengangkat aku sebagai dutanya untuk mensosialisasikan kesehatan mental," ujarnya. Selain itu, ia juga ingin mengedukasi masyarakat melalui seminar dan kampanye.

"Masyarakat Indonesia harus sadar dan menghilangkan stigma buruk terhadap kasus ini. Masyarakat Indonesia pun harus peduli, sebab penderita penyakit mental tak akan dikenali, kecuali ia mulai mengutarakan masalahnya," ucap Maria. (Esther Novita Inochi)

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya