Menyingkap Keajaiban Alam di Gua Batu Cermin Labuan Bajo

Tak seperti gua biasanya, Anda tak akan mendengar gema atau gaung meski berbicara keras di dalam Gua Batu Cermin, Labuan Bajo, NTT.

oleh Putu Elmira diperbarui 08 Apr 2019, 17:00 WIB
Diterbitkan 08 Apr 2019, 17:00 WIB
Gua Batu Cermin
Gua Batu Cermin, Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur (dok. Agus Siswanto/Kementerian Pariwisata/Fairuz Fildzah)

Liputan6.com, Jakarta - Gua Batu Cermin menjadi salah satu destinasi wisata alternatif saat berkunjung ke Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur (NTT). Tak hanya soal stalagtit dan stalagmit yang menghiasi bagian dalam gua, tetapi cerita di balik kehadirannya juga menarik disimak.

Gua itu menjadi bukti nyata bahwa dahulu laut pernah merendam Labuan Bajo. Fosil menyerupai ubur-ubur, terumbu karang, dan penyu menghiasi dinding gua. Kandungan garam yang terdapat pada stalagmit dan stalagtit membuatnya berkilauan saat terkena sorotan lampu.

"Jutaan tahun lalu, posisi gua ini ada di bawah laut. Dulu, sempat ada pergeseran atau patahan lempeng bumi, lalu terjadi gempa, sehingga ada beberapa wilayah di Pulau Flores yang tenggelam. Ada beberapa juga yang bahkan naik ke permukaan, salah satunya adalah gua ini," jelas Mario, pemandu wisata di Gua Batu Cermin, dalam keterangan tertulis Kementerian Pariwisata yang diterima Liputan6.com, akhir pekan lalu.

Gua tersebut ditemukan pada 1951 oleh peneliti dari Belanda, Theodore Verhoven. Untuk membuktikan gua itu dahulu di bawah laut, Verhoven mencongkel bagian fosil penyu.

Bekas congkelan itu bisa dilihat dari bongkahan yang hilang pada tempurung fosil. Dari itu pula, ia menyimbulkan bahwa batuan tersebut memang fosil penyu yang sudah tercampur dengan berbagai jenis mineral lainnya.

 

 

 

Keajaiban Gua

Gua Batu Cermin
Gua Batu Cermin, Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur (dok. Agus Siswanto/Kementerian Pariwisata/Fairuz Fildzah)

Gua Batu Cermin juga menyimpan keajaiban alam lainnya. Bila biasanya suara menggema saat berbicara di dalam gua, hal itu tak berlaku di sana. 

Mengutip Verhoven, fenomena itu terjadi karena keberadaan bongkahan batu berkilauan yang memiliki pori-pori. Mario pun menyorot sederet bongkahan batu berkilauan yang dimaksud.

"Gua ini tidak bagus untuk memantulkan suara, tapi bagus untuk memantulkan cahaya," kata Mario. 

Ia lalu menuntun rombongan ke satu titik di mana terdapat lorong buntu. Di atasnya terdapat celah tempat segaris cahaya masuk.

Jika momennya tepat, cahaya yang masuk akan terefleksi pada dinding gua dan membentuk cermin alami. Itulah asal muasal nama Gua Batu Cermin yang disebut warga setempat sebagai Watu Sermeng.

"Pantulan sinar matahari di bagian lorong ini bisa menerangi sekitar 60 persen isi gua. Cuma, momen seperti itu memang tidak terjadi setiap hari, tergantung pergerakan bumi dan posisi matahari," papar Mario, disusul tawarannya kepada para pengunjung untuk berfoto.

 

Dijaga Minim Cahaya

Gua Batu Cermin
Gua Batu Cermin ditemukan pertama kali oleh arkeolog Belanda pada 1951.

Gua Batu Cermin bisa dijangkau dari pusat kota Labuan Bajo dengan berkendara sekitar 15 menit. Aksesnya pun mudah dan mulus. Deretan bukit hijau dan pepohonan bersandingan di jalan. Membuat Anda semakin tak sabar untuk tiba di tempat.

Dari pintu masuk wisata gua, Setibanya di pintu masuk kawasan wisata Gua Batu Cermin, pengunjung akan menemukan sebuah warung makan dan area parkir yang cukup luas. Anda harus berjalan sejauh 300 meter.

Pepohonan bambu di sekitar akan memanjakan mata sambil menuju ke gua. Sesekali pengunjung juga bisa melihat beberapa monyet bergelantungan atau sekadar duduk-duduk di kanan-kiri.

Sebelum masuk, pengunjung akan diberikan helm keselamatan. Stalagmit dan stalagtit yang rendah dan tinggi membuat pengunjung harus menunduk dan sigap untuk menghindar menyusuri gua sepanjang kurang lebih 15-20 meter.

Udara terik ternyata menjadi sebuah berkah, karena kondisi yang paling tepat untuk mengunjungi gua adalah ketika cuaca cerah. "Kalau hujan, gua jadi terlalu lembab dan licin. Untung hari ini cerah," kata Mario.

Untuk memasuki gua utama, pengunjung harus menaiki tangga yang sudah disemen. Terdapat gua pembuka dengan jalur yang relatif luas dan mudah untuk dilalui. Beberapa pohon terlihat merambat dengan akar yang cukup besar menempel di dinding gua pembuka.

Tepat di bibir masuk gua utama, para pengunjung diminta untuk memakai helm dan menyalakan penerangan di seluler masing-masing. Dari sepuluh pengunjung, hanya dua yang diberikan senter oleh Mario. "Tidak boleh terlalu banyak penerangan di dalam gua, karena bisa mengubah temperatur udara," katanya. (Fairuz Fildzah)

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya