Melawan Bullying Melalui Buku dan Dukungan Orang Terdekat

Ada berbagai cara untuk melawan dan mengatasi bullying, seperti dengan membuat buku.

oleh Liputan6.com diperbarui 12 Apr 2019, 16:03 WIB
Diterbitkan 12 Apr 2019, 16:03 WIB
Liputan 6 default 5
Ilustraasi foto Liputan 6

Liputan6.com, Jakarta - Kasus bullying atau perundungan di media sosial maupun di tempat umum seperti sekolah masih marak terjadi. Hal itu terkadang membuat sang korban depresi.

Namun tak jarang pula ada pula yang tegar menghadapi, seperti Brandon Tanu, sosok anak yang tergolong hiperaktif dengan tingkah laku aneh dan mengganggu teman di sekolahnya. Kehadiran orangtua saat mengetahui anak menjadi korban bully sangat penting.

Dukungan orangtua yang tepat bisa membantu agar mental anak kembali pulih dan normal. Hal itu yang dialami oleh Brandon. Sejak usia delapan tahun sampai ssaat ini, ia sering dibully teman-teman di sekolahnya. Ia juga tak jarang dikucilkan dari lingkungan sekolah.

Namun, dukungan dari kedua orangtua membuat Brandon kuat menghadapi itu semua, sampai akhirnya dia sudah tak lagi memperdulikan ucapan kasar dari teman-temannya. Dari pengalamannya yang sudah bertahun-tahun menjadi korban bully, Brandon pun memberi sedikit tips bagi para korban seperti dirinya agar bisa melewati itu semua.

Hal itu disampaikannya lewat cara yang unik sekaligus kreatif yaitu di sebuah buku yang berjudul ‘Bully Aja, I Don't Care’. "Tips pertama, bukan memberontak kepada bullying tapi hanya stand up for yourself untuk diri kita sendiri. Kita harus menyadari mengapa mereka bully kita. Karena mereka tidak punya apa yang kita punya," ungkap Brandon, dilansir dari Kapanlagi.com.

"Jangan menyendiri, jangan takut berpendapat menyatakan opini. Jangan takut, 'ini opini gue, jangan takut dengan apa yang gue pikir'. Lalu kita harus belajar tidak mengeluarkan reaksi karena seorang bully tambah dibully ketika mereka melihat kita bereaksi," sambung Brandon.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Peran Penting Orangtua

Wanda Ponika
Wanda Ponika dan putranya, Brandon Tanu. foto: istimewa

Selain itu, peran orangtua juga sangat penting bagi anak-anak mereka yang menjadi korban bully. Wanda Ponika sebagai ibu dari Brandon mengungkapkan kalau komunikasi dan terus bisa dekat dengan anak menjadi hal yang utama.

"Sebagai orangtua kita harus lebih mendengarkan, jadi tempat dia sharing. Karena kalau dengan teman dia enggak bisa sharing, dengan guru pun belum tentu bisa. Hanya dengan orangtua bisa sharing. Kalau orangtua jadi tempat yang malah mencaci maki anak, anak ini mau lari kemana," tutup Wanda.

Selain itu, anak jangan takut berkomunikasi dengan orangtua. Yang penting nyaman dengan diri sendiri dan boleh cerita apapun dengan suasana santai.

Tentang Audrey

Justice For Audrey
Justice For Audrey

Sebagai orang yang pernah merasakan perundungan meski dalam skala berbeda, apa pendapat Brandon tentang kasus yang dialami Audrey atau ABZ? Ia mengatakan kasus seperti ini sudah sering terjadi dan sayangnya terulang kembali.

"Kasus ini bukan hal yang bisa kita lupakan sehari. Caranya mesti pelan-pelan untuk bisa melawan dan melewati," terangnya. "Kasus yang dihadapi ABZ pasti sering terjadi di sebuah sekolah. Bullying sejak dulu sulit dibasmi, meski dampaknya akan sangat menyakitkan," ujar Brandon. 

Menurutnya, korban penganiayaan tiga tersangka itu harus bisa melawan rasa trauma yang dihadapi sekarang dengan adanya support system. Pihak utama yang wajib melindungi dan mengubah perilaku Audrey adalah keluarga."Seperti saya, saat di-bully dulu beruntung ada support system dari ibu dan ayah saya, semua keluarga. ABZ juga harus mendapatkan itu," terangnya.

Agar kasus serupa tidak terjadi, Brandon berharap agar sekolah ikut terlibat memberantas bullying. Guru harus bisa dekat dengan murid, bukan malah dianggap menakutkan dan otoriter.

Fasilitas school counselor harus tersedia di masing-masing sekolah. Tempat inilah yang bisa membantu para siswa-siswi mengungkapkan isi hati mereka untuk mencegah bullying. Brandon juga berharap agar publik tidak membuat masalah ini jadi berlarut-larut. Misalnya dengan mem-bully para pelaku di media sosial atau malah ikut menyebarkan berita hoax yang menghakimi pelaku.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya