Liputan6.com, Jakarta - Rambut adalah mahkota. Ungkapan itu menunjukkan bahwa begitu pentingnya rambut bagi seseoran. Tak berlebihan jika merawat rambut akhirnya menjadi sangat penting untuk penampilan. Dengan jumlah penduduk Indonesia yang sangat besar membuat tempat-tempat cukur rambut atau barbershop tumbuh di berbagai kota.
Barber atau tukang cukur rambut pun menjadi profesi yang sangat menjanjikan. Namun, suburnya tempat cukur rambut (barber shop) seperti membuat profesi barber naik kelas.
"Tidak sama sekali," kata Henoch Sitompul, pemilik Pancos, sebuah barbershop yang berada di kawasan Kemang, Jakarta Selatan, kepada Liputan6.com, Jumat, 23 Agustus 2019.
Advertisement
Baca Juga
Lelaki yang sempat belajar pelatihan menjadi seorang barber di Amerika Serikat itu menilai, maraknya barbershop hanya 'aji mumpung'. Mereka belum tentu bisa tetap eksis.
"Dulu aja KTM (Kampung Tenda Semanggi) pada 1999, semua pada bikin. Lalu nggak lama kandas. Yang aku perhatikan dalam usaha barbershop saat ini juga demikian. Naik kelas itu bukan dinilai dari tempat, tapi dari si barber-nya," kata lelaki yang sempat bekerja di sebuah perusahaan pertambangan.
Artinya, seorang barber harus harus mempunyai skill dan knowledge. Mereka harus mengikuti pelatihan agar kemampuan dan pengetahuan semakin bertambah.
"Masih berkembang (perkembangan barber), karena sekarang sudah ada pelatihan-pelatihan singkat, termasuk di kelas aku. Bukan gratisan. karena kita mau melatih (mereka) yang mau belajar untuk menghargai edukasi," kata Henoch Sitompul.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Gaya Hidup
Secara terpisah, Setiana Devi menilai cukur rambut sudah menjadi bagian gaya hidup (lifestyle) dalam kehidupan masyarakat, tak hanya di kota-kota besar tapi juga di daerah.
"Selain gaya hidup, mencukur rambut juga untuk mendukung penampilan agar terlihat lebih rapi. Oleh karena itu, banyak bermunculan barbershop," kata pemilik pangkas rambut Three Brothers di kawasan Karang Tengah, Tangerang, kepada Liputan6.com.
Ia tak sepenuhnya setuju jika segelintir orang menyebutkan bahwa keberadaan barbershop yang belakangan tumbuh subur di berbagai kota sebagai aji mumpung.
"Ya bisa juga," jawab Devi. "Tapi mereka mungkin melihat bahwa membuka barbershop suatu yang masih diperlukan banyak orang," sambungnya.
Lelaki kelahiran Tangerang ini belajar mencukur rambut secara otodidak. Sejak 2006 silam ia sudah mencukur rambut, tapi hanya kalangan terbatas, terutama teman-temannya. Lambat laun mereka yang mencukur rambut pada Devi makin banyak.
"Sejak 2016 saya nekat membuka barbershop, meski saya belajar mencukur rambut secara otodidak. Saya belajar dari satu tempat pangkas rambut ke tempat pangkas rambut yang lain," jelas Devi.
Beragam pandangan memang tak bisa dipungkiri terkait maraknya barbershop. Yang jelas, kian sulit menemukan tukang cukur rambut keliling. Mereka sudah naik kelas?
Advertisement