Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) secara resmi mengumumkan wilayah yang ditunjuk sebagai ibu kota baru, Senin (26/8/2019) siang. Selain Kutai Kartanegara, Penajam Paser Utara jadi wilayah di mana nantinya pemerintahan negara berpusat.
Jauh sebelum namanya muncul sebagai lokasi ibu kota baru Indonesia, melansir dari situs resmi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Senin (26/8/2019), dulunya wilayah Penajam dihuni Suku Paser Tunan dan Suku Paser Balik.
Kelompok-kelompok suku di sana hidup secara terpencar. Masing-masingnya mendirikan kerajaan kecil yang biasa disebut Kerajaan Adat. Mereka menjalankan tradisi yang telah diwariskan secara turun-temurun, salah satunya bermatapencaharian sebagai nelayan dan petani.
Advertisement
Baca Juga
Kerajaan Suku Adang, Lolo, Kali, dan Tunan jadi bagian dari wilayah Kerajaan Paser. Lambat laun kerajaan kecil mulai menghilang akibat banyaknya penduduk setempat yang berpindah ke pusat pemerintahan kerajaan atau menyingkir ke hulu pedalaman.
Banyak di antaranya mengalami kepunahan hingga menyimpan legenda yang selalu hidup di masyarakat hingga saat ini. Sangat disayangkan belum ada catatan resmi tentang kisah dari kerajaan kecil yang dulu pernah berjaya.
Sejak Kerajaan Paser mulai berdiri, kawasan pemerintah Suku Adat Tunan dan Penajam jadi bagian wilayah kerajaan. Tunan dalam catatan para raja-raja Paser lebih dikenal dengan nama Tanjung Jumlai.
Begitu penting wilayah yang diduduki Suku Tunan, di lokasi tersebut kemudian dibuatkan armada perang dimaksudkan mengamankan bagian utara Kerajaan Paser yang kini merupakan wilayah Penajam Paser Utara.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Kapal Perang Kerajaan Paser
Keberadaan angkatan laut Kerajaan Paser tak lepas dari peranan seorang bangsawan Bugis Sulawesi Selatan, Petta Saiye. Bangsawan tersebut membawa empat orang tenaga ahli disertai tukang berjumlah 50 orang. Mereka mulai membantu Sultan Sulaiman Alamsyah memodernisasi kapal-kapal perang di Panajam Paser Utara.
Setelah setahun lebih Petta Saiye membuat kapal perang, di bawah perintah Sultan Sulaiman Alamyah, mereka diminta mencari persenjataan untuk mengisi kapal tersebut dengan sistem barter. Amunisi tersebut akan ditukar dengan rotan, getah wangkang, getah ketiau, dan emas.
Keberadaan senjata dimaksud didapatkan di perairan Sulawesi Selatan yang telah jadi lokasi dagang bagi bangsa Belanda, Spanyol, dan Portugis. Namun, sesampainya di sana, Petta Saiye mendapat berita bahwa kapal Portugis yang biasanya membawa banyak senjata kini telah jarang masuk ke wilayah perdagangan Sulawesi Selatan.
Petta Saiye pun meneruskan perjalanan ke Pulau Timor. Di sana, ia berhasil menemui seorang pengusaha dagang dari Portugis bernama Dacosta yang bersedia menukarkan senjatanya, tapi dengan syarat harus melakukan pertukaran di Pulau Timor agar tidak mendapat gangguan dari Belanda.
Petta Saiye menyetujui peersyaratan tersebut dengan membawa kapal layar berisi muatan barang-barang yang akan ditukarkan. Pada akhirnya, mereka berhasil memperoleh meriam, bedil, senjata, dan mesiun.
Setelah semuanya didapatkan, kapal-kapal perang ditempatkan di beberapa lokasi pelabuhan. Salah satunya ditempatkan di Pelabuhan Tanjung Jumlai Jaya di Desa Tanjung yang saat ini masuk dalam administarsi Penajam Paser Utara.
Advertisement
Saksi Bisu yang Masih Bisa Dilihat Sampai Sekarang
Catatan sejarah membuktikan kedekatan antara bangsawan bugis Sulawesi Selatan dengan Kerajaan Paser dan kerajaan kecil di bawah kekuasaan Kerajaan Paser yang mendapat pengaruh dari wilayah tersebut.
Walau saat ini daerah Penajam, Nenang, Waru, dan beberapa daerah masuk dalam wilayah administrasi Penajam Paser Utara, dalam catatan sejarah, daerah-daerah tersebut berada di bawah kepemimpinan Kerajaan Paser.
Telah disebutkan bahwa setiap anak sungai yang ada merupakan wilayah kekuasaan Kerajaan Paser. Di tempat itu dulunya terdapat pemimpin dari keluarga kerajaan yang ditugaskan mengumpulkan pajak di masing-masing wilayah.
Peninggalan budaya tersebut dapat dilihat dari makam dan masjid yang kini hanya sisa rangka bangunan, meriam, juga bungker.