Liputan6.com, Jakarta Kanker masih menjadi salah satu penyakit terganas di dunia. Salah satunya adalah kanker darah yang banyak terjadi di Indonesia. Salah satu tipe kanker darah yang paling ganas adalah leukemia.
Penyakit ini dapat menyerang siapa pun tanpa terkecuali. Anak-anak sampai dewasa memiliki peluang terserang penyakit yang merusak fungsi darah ini. Pengobatan dan penanganan leukemia juga menjadi perhatian Rumah Sakit Kanker Dharmais - Pusat Kanker Nasional.
Untuk itu bersama dengan Becton Dickinson (BD) Indonesia PT, mereka sudah menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) untuk mendukung pelatihan bagi praktisi kesehatan di Indonesia. Hal ini merupakan bagian dari Continuous Education, program untuk pengembangan keilmuan Leukemia dan Limfoma Immunophenotyping di Indonesia.
Advertisement
Baca Juga
Kerjasama ini bertujuan untuk meningkatkan dan memperkuat pengetahuan dan kemampuan operator laboratorium dan ahli patologi klinis di rumah sakit rujukan kanker tingkat regional dengan diagnosis kanker yang akurat khususnya diagnosis Leukemia & Limfoma menggunakan flowcytometry.
Kerjasama ini sejalan dengan program Pusat Kanker Nasional RS Kanker Dharmais untuk mendidik dan memberdayakan rumah sakit daerah menjadi pusat rujukan penanganan leukemia dan limfoma. Leukemia dan limfoma adalah salah satu kanker yang paling umum di dunia dan di Indonesia.
Diagnosis yang akurat akan menjadi dasar bagi ahli hemato-onkologi untuk menentukan pengobatan terbaik bagi pasien. Pendekatan Tim Kerja Kanker multidisiplin ilmu adalah salah satu nilai dan kebanggaan RS Kanker Dharmais.
Saat ini, Indonesia masih kekurangan tenaga kerja yang mampu menangani leukemia, termasuk hemato-onkologi dan ahli patologi klinis, dan Tim Kerja Kanker Multidisipliner Hematolymphoid Malignancies, yang dipimpin oleh Dr. dr. Dody Ranuhardy, SpPD-KHOM, berada di garis depan dalam pendidikan dan pelatihan ini.
RS Kanker Dharmais adalah pelopor dalam pengujian leukemia immunophenotyping di Indonesia, dan telah melakukan tes ini sejak 1994. Dengan kemajuan teknologi dan komitmen Departemen Kesehatan untuk mendukung diagnosis leukemia, sekarang ada 11 pusat (rumah sakit pemerintah) melakukan leukemia immunophenotyping.
RS Kanker Dharmais juga ikut berkontribusi dalam melatih pusat-pusat tersebut. BD, sebagai mitra industri, telah melakukan program pelatihan terstruktur tentang flow cytometry di wilayah Asia Tenggara sejak 2003. MoU akan melihat BD mendukung program pelatihan nasional untuk diagnosis lanjutan tentang Leukemia & Limfoma dengan RS Kanker Dharmais.
Kemitraan ini juga akan bekerja pada pengembangan analisis lanjutan termasuk tetapi tidak terbatas pada leukemia akut dan kronis, Minimal Residual Disease (MRD) dan Paroxysmal nocturnal hemoglobinuria (PNH).
Pemrograman akan dilengkapi melalui simposium nasional tahunan yang akan memberikan pembaruan tentang diagnosis leukemia dan limfoma yang menargetkan patolog, dokter dan onkologi.
Menurut Hari Nurcahyo, Country Manager, BD Indonesia, sampai saat ini lebih dari 200 peneliti dan dokter telah dilatih tentang ilmu flow cytometry di Indonesia.
"Dengan kemitraan bersama Dharmais, 50 operator dan ahli patologi tambahan akan dilatih dalam 2 tahun ke depan, memungkinkan kami untuk terlibat dengan lebih banyak pengguna dalam aplikasi terperinci tentang flow cytometry," tuturnya.
BD adalah salah satu perusahaan teknologi medis global terbesar di dunia dan memajukan dunia kesehatan dengan meningkatkan penemuan medis, diagnostik, dan pemberian perawatan. Mereka mengembangkan teknologi, layanan, dan solusi inovatif
Sementara Prof. dr. Abdul Kadir, PhD, SpTHT-KL (K) MARS, selaku Direktur Utama RS Kanker Dharmais mengatakan berkomitmen untuk membantu membangun kemampuan manajemen leukemia dan limfoma di Indonesia melalui program pelatihan dan pendidikan.
"BD telah menjadi mitra kami dalam menyediakan diagnosis yang akurat untuk kanker darah melalui solusi Flow Cytometry-nya. MoU antara Dharmais dan BD ini akan meningkatkan kolaborasi dengan memberikan program pelatihan kepada operator dan ahli patologi yang memungkinkan mereka untuk tetap mengikuti perkembangan terbaru dalam diagnosis," pungkasnya.