Kasus Langka, Pria Jerman Meninggal Usai Dijilat Anjing Peliharaan

Pria Jerman itu menunjukkan gejala seperti flu sebelum dinyatakan meninggal akibat dijilat anjing peliharaannya.

oleh Dinny Mutiah diperbarui 26 Nov 2019, 12:01 WIB
Diterbitkan 26 Nov 2019, 12:01 WIB
kepribadian
ilustrasi anjing/Photo by Quang Nguyen Vinh from Pexels

Liputan6.com, Jakarta - Hati-hati dengan jilatan anjing! Baru-baru ini, sebuah laporan yang diterbitkan di European Journal of Case Reports in Internal Medicine mengungkap kasus kematian langka yang menimpa seorang pria asal Jerman.

Dikutip dari laman ABC, Selasa (26/11/2019), lelaki berusia 63 tahun itu awalnya menunjukkan gejala seperti flu. Belakangan, kondisinya memburuk setelah mengalami peradangan akut dan kulit kemerahan di seluruh tubuh.

Gangguan kesehatan akut itu menyebabkan titik darah, memar, dan perubahan warna kulit, serta nekrosis, yakni kematian jaringan tubuh sebagai akibat aliran darah yang terganggu.

"Pemilik hewan peliharaan dengan kondisi tubuh lemah, misalnya mengalami gejala seperti flu, hendaknya segera mencari pertolongan medis, khususnya bila diikuti gejala tidak biasa," tulis laporan yang disusun para dokter dari Rumah Sakit PMI di Bremen, Jerman.

Wajah lelaki itu memerah dengan beberapa bercak keunguan yang diperoleh dari titik-titik darah. Ia sampai dipasangi selang lewat hidung.

Berdasarkan laporan itu, kondisi pria tersebut baik-baik saja sebelum terdiagnosis terinfeksi bakteri Capnocytophaga canimorsus. Bakteri tersebut biasa terdapat pada mulut anjing dan kucing.

Bakteri tersebut bisa ditransmisikan ke manusia lewat gigitan. Namun, khusus kasus ini, lelaki Jerman itu tidak digigit anjing peliharaannya.

"Ia disentuh dan dijilat, tetapi tidak digigit atau dilukai anjingnya, satu-satunya peliharaan, beberapa minggu lalu," tulis laporan itu lagi.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Gagal Kerja Organ

Ilustrasi anjing
Ilustrasi anjing sebagai hewan peliharaan. (dok. pexels.com/Asnida Riani)

Laporan tersebut menyebut, lelaki itu tidak pernah dirawat di rumah sakit atau bepergian ke luar negeri sebelumnya. Ia juga tidak mengalami sakit kepala, kekakuan pada leher atau mengidap gejala meningitis saat mengalami hal tersebut.

Setelah kondisinya memburuk, barulah ia dirawat di ruang perawatan intensif. Namun, kondisinya terus menurun dan ia meninggal dengan kondisi kegagalan kerja beragam organ.

Para dokter telah memberik antibiotik untuk menangani infeksi, tetapi tak kunjung membaik. Pada satu waktu, suhu tubuhnya bahkan mencapai 41 derajat Celsius.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya