Jangan Lagi Jadi Kuburan Massal, Pendaki Wajib Punya Surat Dokter untuk Naik ke Puncak Everest

Keputusan ini menyusul kematian dan insiden macet di puncak Everest pada 2019.

oleh Asnida Riani diperbarui 20 Feb 2020, 03:02 WIB
Diterbitkan 20 Feb 2020, 03:02 WIB
Puncak Everest
Puncak Everest atau Mount Everest di pegunungan Himalaya. (AFP)

Liputan6.com, Jakarta - Berada 8.848 meter di atas permukaan laut, ketinggian yang menggoda banyak pendaki walau harus berpayah selama berhari-hari. Cuaca ekstrem dan tipis oksigen tak menyurutkan asa menjejakkan kaki di puncak Everest, tanah terdekat dari langit.

Kendati, ambisi ini nyatanya tak selalu berujung cerita manis. Sudah lama sejak wilayah sekitar puncak gunung disebut Sagarmatha oleh warga Nepal ini menjelma sebagai kuburan massal, di mana sekian banyak jenazah biasanya masih berpakaian lengkap bak pendaki tertidur beralas selimut salju.

Karenanya, melansir laman South Morning China Post, Rabu, 19 Februari 2020, sebagai langkah pencegahan, Global Rescue menentukan, demi naik ke puncak Everest maupun gunung lain di Nepal, pendaki membutuhkan keterangan kesehatan resmi dari dokter.

Langkah ini merupakan respons kondisi tahun lalu di mana sekian banyak orang meninggal di Everest dan tak sedikit pula yang terjebak macet karena terlalu banyak orang. Belajar dari situ, Spesialis Operasional Senior Global Rescue Matt Napiltonia bertemu dengan perwakilan pemerintah dan para dokter.

"Dari yang saya pahami, mereka (pendaki Everest) telah berusaha dan melakukan yang terbaik. Tapi, keraguan pada ketentuan siapa yang boleh mendaki dan dalam kondisi apa membuat pemerintah Nepal harus ambil sikap," katanya.

Matt mengatakan, pertemuan demi pertemuan yang dilakukan menghasilkan keputusan, pemerintah Nepal bakal menugaskan dokter mengukur apakah seseorang boleh atau tidak naik ke puncak Everest berdasarkan kondisi kesehatan mereka yang bakal mulai efektif per 1 April 2020.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut:

Antisipasi Musim Pendakian Everest

Pada 22 Februari 2016, pendaki melewati gletser di base camp Mount Everest, Nepal.
Pada 22 Februari 2016, pendaki melewati gletser di base camp Mount Everest, Nepal. (AP Photo/Tashi Sherpa)

Peraturan tersebut sengaja diefektifkan mengantisipasi musim pendakian Everest yang biasanya jatuh setiap musim semi. Kebanyakan pendaki menjadwalkan sampai ke puncak pada awal Mei. Hal ini didasarkan pada pendaftaran yang sudah dilakukan sekian banyak pendaki.

"Saya pikir, keputusan ini baru benar-benar akan terlihat tahun depan setelah dilakukan evaluasi selama setahun," ucap Matt. Ia menambahkan, sebenarnya bila pendaki punya uang lebih, ada penyedia jasa yang bakal dengan aman memastikan Anda melakukan perjalanan, walau tak berambisi sampai puncak.

"Sampai ke puncak atau tidak sebenarnya tanggung jawab pribadi. Tapi, kadang mereka jadi egois dan bila jalan dalam satu grup, sangat mungkin merugikan orang lain," tuturnya.

Pemeriksaan kesehatan ini nantinya juga mencakup kondisi mental. Pasal, puncak Everest bakal sangat sulit dijangkau dengan kondisi kesehatan mental tak memadai. "Ada kasus fisik, tapi evakuasi tak sedikit juga yang disebabkan gangguan mental," kata Matt.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya