Cerita Akhir Pekan: Bagaimana Industri Pariwisata Beradaptasi dengan New Normal?

Ada beberapa penyesuaian dan strategi hadapi new normal yang dilakukan beragam sektor di industri pariwisata.

oleh Putu Elmira diperbarui 03 Jun 2020, 19:05 WIB
Diterbitkan 30 Mei 2020, 10:01 WIB
Ilustrasi
Ilustrasi tempat tidur di kamar hotel. (dok. pexels.com/Pixabay)

Liputan6.com, Jakarta - Industri pariwisata jadi satu di antara sederet sektor yang terdampak akibat hantaman pandemi corona Covid-19. Begitu pula di Tanah Air, mereka yang menggantungkan hidup dari pariwisata, saling bahu membahu untuk bertahan agar dapat segera keluar dari kondisi krisis.

Sebut saja seperti mengatur strategi dan langkah apa yang harus ditempuh untuk dapat beradaptasi dengan new normal. Mengingat, ada begitu banyak hal yang tak akan lagi sama, setelah corona Covid-19 menyelimuti dunia.

"Kita memikirkan supaya cepat pulih, tentunya kita harus meng-adopt dengan kondisi new normal nanti bisnis akan kembali. Kalau kita penyedia jasa bisa menyediakan khususnya di hotel, fasilitas sudah mengikuti protokol new normal harus itu dulu," kata Iswandi Said, Direktur Utama PT Hotel Indonesia Natour saat dihubungi Liputan6.com, Kamis, 28 Mei 2020.

Persiapan penting soal sejalan dengan protokol ini dikatakan Iswandi, kini diharapkan timbul kembali kepercayaan diri dari customer untuk datang berwisata. Dari segi industri penyedia jasa, produk harus mengikuti protokol kesehatan.

"Artinya, hotel harus bersih, healthy, dan aman. Aman itu bahwa kita ada proteksi terhadap penularan dengan menggunakan alat pelindung diri, masker, cuci tangan, itu harus. Setelah itu, sounding dan tunjukkan ke customer kita sudah mengikuti protokol kesehatan, Anda silahkan datang," tambahnya.

Bukan hanya perkara produk yang telah disediakan dengan beragam proteksi, namun, Iswandi menambahkan, ada protokol lain yang harus dilalui oleh pengunjung hingga ke tempat menginap tujuan.

"Misal dari Jakarta ke Bali, moda lain yang harus dilalui, harus ke bandara, di bandara harus melakukan protokol yang sama, di pesawat, landing di Bali ada protokol yang sama. Semua itu harus in-line sehingga tamu confident," jelasnya.

"Satu lagi yang harus diperhatikan adalah kebijakan apa yang sedang berlangsung di kota tujuan. Kalau ada harus mengikuti aturan itu," ungkap Iswandi soal new normal di pariwisata.

Mengubah Kultur Kerja

Hotel Inna
Hotel Inna (dok. Istimewa)

Iswandi menambahkan, dari pihak hotel tidak hanya memperlihatkan fasilitas yang bersih, tetapi juga paling penting mengubah kultur kerja dari para pekerja hotel. Hal itu pula yang coba diterapkan oleh Iswandi.

"Ini yang sedang kita lakukan dari kurun waktu kemarin mewabah, kosong hotelnya, kami tidak berhenti justru mengajari karyawan harus mengubah budaya kerja artinya mengedukasi bagaimana berperilaku bersih sehat," jelasnya.

Pelatihan pun berisi bagaimana tidak boleh bersentuhan hingga cara membersihkan kamar, mengingat pelayanan yang diberikan tak akan pernah sama sama seperti sebelum corona Covid-19 melanda.

Di sisi lain, operasional hotel yang tak berjalan seperti biasa karena corona juga turut disiasati.

"Alhamdulillah kita tidak menutup hotel, kalau yang terisi hanya 10 kamar, kita alokasikan hal tertentu cost dan energinya, AC dan listrik tidak usah hidupkan semua, tidak close, jadi karyawan masih kerja," kata Iswandi.

Pelatihan dijalankan para pekerja sebagai bentuk beradaptasi dengan kondisi krisis saat ini. Terlebih, penyesuaian tersebut tidak hanya terjadi di tempat bekerja, tetapi juga di rumah turut berubah.

"Dengan teguran Covid kita totally berubah secara memperlakukan diri sendiri dan orang lain," lanjutnya.

Untuk dapat keluar dari krisis, dikatakan Iswandi, koordinasi dan kolaborasi dengan industri lain di pariwisata jadi hal yang tak kalah penting.

"Kami masih tergantung dengan transportasi. Yang saya harapkan stimulus itu kalau sudah bergerak sama dengan industri lain untuk menuju ke sana," jelasnya.

Biro Perjalanan Wisata

Ilustrasi Travel
Ilustrasi travel (dok. Pixabay.com/Putu Elmira)

Wakil Ketua Umum Association of the Indonesian Tours and Travel Agencies (ASITA) Budijanto Ardiansjah, mengungkapkan saat ini pihaknya tengah menunggu ketetapan dari pemerintah, terkait kapan new normal akan dilaksanakan.

"Apa yang kita lakukan saat ini memang menunggu sambil menyiapkan apa yang harus dilakukan ke depannya, terutama beradaptasi dengan new normal," kata Budijanto saat dihubungi Liputan6.com, Rabu, 27 Mei 2020.

Ia menambahkan, langkah-langkah yang pihaknya harapkan pemerintah dapat memberi informasi yang transparan pada semua, termasuk penerapan new normal agar industri pariwisata yang paling terdampak pandemi dapat segera beradaptasi.

"Kita berkomunikasi terus terutama dengan kementerian yang membawahi kita yakni Kementerian Pariwisata, kemudian internal kita terus mengadakan diskusi maupun ada sebagian yang masih sibuk dengan masalah stimulus, baik pada karyawan atau pelaku pariwisata sendiri," lanjutnya.

Dikatakan Budijanto, dampak pandemi corona Covid-19 begitu kuat. "Teman-teman ada yang masih pesimis, tapi sebagian optimis, kita arahkan supaya segera melakukan persiapan," tambahnya.

"Masalahnya sektor ini sangat terkait sekali dengan kondisi daripada penyebaran virus sendiri. Kalau di satu daerah atau satu negara kondisi penyebaran virus masih ada, masyarakat masih belum percaya artinya kita mau menyiapkan apapun tapi masyarakatnya enggak bergerak agak susah," terang Budijanto.

Meski dalam posisi yang agak terhimpit karena terdampak corona, Budijanto tetap optimis untuk berupaya mengembalikan kepercayaan masyarakat.

"Menurut saya dengan kawan-kawan kita harus drive juga kalau kita semua buka, walau secara bertahap, mungkin masyarakat timbul kepercayaan. Mudah-mudahan bisa kita lakukan," katanya.

Menanti Pariwisata Pulih

Ilustrasi Travel
Ilustrasi travel (dok. Pixabay.com/Putu Elmira)

Di lapangan sendiri, dikatakan Budijanto saat ini pariwisata terpuruk, termasuk mereka yang di biro perjalanan wisata. "Saya tidak menyebut itu diversifikasi usaha, bukan, tapi lebih condong pada langkah-langkah bertahan hidup. Misalnya menjual hal-hal lain bergerak di masalah makanan, sudah mulai ke arah situ karena mereka sudah merasa perlu untuk melakukan sesuatu bertahan hidup," tambahnya.

Di sisi lain, Budijanto meyakini sektor domestik yang akan lebih dahulu bangkit, mengingat wisata domestik, para traveler mengambil keputusan yang lebih cepat.

"Rata-rata last minute traveler enggak memikirkan waktu sekian lama untuk perjalanan, kemudian ada kelonggaran di negara kita memungkinkan orang bisa melakukan perjalanan," ungkap Budijanto.

"Ketiga, bahwa ada perasaan lebih aman di negara sendiri kita yakini lebih cepat bangkit, tapi tak serta merta langsung bangkit, walaupun pandemi dinyatakan sudah aman, grafiknya sudah landai, pemerintah melakukan pelonggaran, saya rasa pariwisata masih perlu tiga atau empat bulan paling cepat domestik, masih ada masa jeda," tambahnya.

Adaptasi tentumya bakal terjadi di perjalanan wisata setelah pandemi. Beberapa karakteristik pun dilihat oleh Budijanto.

"Destinasi wisata sendiri new normal orang tidak suka dengan crowd. Untuk traveler menurut saya orang cenderung melihat tempat-tempat yang memang tidak menimbulkan crowd," jelas Budijanto.

"Bisa juga terjadi paradigma baru, wisata alam yang lebih tren atau dicari. Faktor kebersihan juga sangat penting," jelasnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya