Liputan6.com, Jakarta - Dengan jurang ketidakpastian yang masih terus ada di depan mata, bukan perkara mudah mengasuh anak di kondisi luar biasa, seperti pandemi saat ini. Sensitivitas yang meningkat tak hanya terjadi pada anak-anak, namun juga orangtua.
Karenanya, mengendalikan kemarahan yang hanya akan berujung masalah baru sudah semestinya dilakukan. Langkah pertamanya dengan memahami di kondisi-kondisi seperti apa biasanya kemarahan ini muncul tanpa permisi.
Menurut psikolog klinis, Erica Wollerman, dilansir dari laman Yourtango, Sabtu, 18 Juli 2020, setidaknya ada tiga kondisi yang berujung pada kemarahan orangtua saat mengasuh anak.
Advertisement
Baca Juga
1. Ekspektasi Tak Realistis pada Anak-Anak
Ekspektasi yang di-set untuk anak-anak seringnya tak realistis. Karenanya, saat kenyataan menghantam, secara psikis, kalian sama-sama tak siap dan berujung rasa stres.
Perkiraan ini sering meleset karena anak-anak punya perasaan sendiri dan reaksi tertentu pada banyak hal. Semuanya tak selalu bisa diantisipasi sesuai ekspektasi. Perasaan mereka pun acap kali dipengaruhi para orangtua. Bila Anda stres, sangat mungkin anak-anak diterpa perasaan serupa.
Maka dari itu, jadi krusial bagi orangtua belajar mempertanyakan, apakah ekspektasi Anda realistis atau tidak, terutama di kondisi sulit seperti pandemi. Jangan mengharapkan semuanya berjalan mulus karena sedang sama-sama beradaptasi.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
2. Ekspektasi Tak Realistis pada Diri Sendiri
Orangtua pun cenderung punya ekspektasi tak realistis terhadap diri sendiri. Saat anak-anak melalui waktu-waktu sulit, Anda acap kali menyalahkan diri sendiri. Bukan semata soal merasa gagal jadi orangtua, dorongan ini pun bisa berujung stres.
Orangtua merasa harus selalu sempurna sepanjang waktu. Padahal, dalam parenthood semuanya tentang mengidenfikasi dan memperbaiki. Satu solusi tak mungkin bisa untuk semua masalah. Karenanya, perjalanan itu merupakan proses belajar.
Sayangnya, kecemasan ini bisa saja berujung pada percobaan mengendalikan hal yang sebenarnya ada di luar kuasa Anda. Kalau sudah begitu, hal-hal esensial, seperti mendampingi buah hati, malah bisa terlupakan.
Advertisement
3. Batasan yang Buruk
Area lain yang mengarahkan orangtua ke perasaan frustasi adalah menyangka anak-anak akan mengikuti semua peraturan dan menghargai batasan yang sebenarnya tak diletakkan secara tepat.
Lebih dalam belajar memahami mengapa orangtua merasakan apa yang dirasakan dan bagaimana menemukan solusi akan situasi-situasi berbeda membuat kondisinya akan lebih baik.
Atasi Kemarahan pada Anak
Bila menemukan diri terjebak dalam kemarahan terus-menerus pada anak, Anda bisa mulai mengatasinya lewat dialog pada diri sendiri. Di dalamnya, tanyakan sederet pertanyaan berikut supaya evaluasinya lebih maksimal.
Pertama, apakah Anda punya ekspektasi realistis pada diri sendiri? Kemudian, apa yang Anda harapkan dari anak Anda? Ekspektasi seperti apa yang realistis untuk kalian? Apakah Anda cukup punya waktu untuk menenangkan diri sendiri?
Disambung, bagaimana Anda menyisihkan waktu lebih banyak untuk diri sendiri? Bagaimana Anda bisa juga memprioritaskan keinginan Anda? Apa yang Anda butuhkan untuk bisa lebih baik mengendalikan emosi?
Terakhir, apakah Anda membuat batasan yang baik, jelas, dan konsisten untuk anak-anak?
Advertisement