Kisah Perempuan Peneliti di Eijkman Jalankan Riset DNA Virus Covid-19 Saat Hamil

Perempuan peneliti di LBM Eijkman itu bahkan baru menyadari kehamilannya setelah usia kandungan mencapai empat bulan.

oleh Dinny Mutiah diperbarui 24 Jul 2020, 16:04 WIB
Diterbitkan 24 Jul 2020, 16:04 WIB
Kisah Perempuan Peneliti Eijkman Jalankan Riset DNA Virus Covid-19 Saat Hamil
Frilasita Aisyah Yudhaputri dan Herawaty Sudoyo dari LBM Eijkman. (dok. L'Oreal Indonesia/Dinny Mutiah)

Liputan6.com, Jakarta - Banyak cerita tercipta di tengah pandemi Covid-19. Tak jarang pula yang menginspirasi, seperti salah satu peneliti perempuan Eijkman bernama Frilasita Aisyah Yudhaputri MbiomedSc.

Lembaga penelitian tersebut memiliki unit riset emerging virus yang memiliki Pusat Genom Nasional. Sisi, peneliti itu biasa dipanggil, mengkoordinasi unit tersebut yang fokus kepada penelitian potensi pandemi, termasuk Covid-19.

Bersama enam rekannya yang mayoritas perempuan, ia memetakan genom lengkap (whole sequencing genome) dari virus SARS-CoV-2 yang ada di Indonesia sejak awal kemunculan. Pemetaan tersebut sangat penting karena menjadi landasan riset lanjutan, seperti pembuatan vaksin dan diagnosis.

"Target kami memetakan setidaknya 100 virus SAR-CoV-2 yang ada di Indonesia," ujar Sisi dalam diskusi virtual bersama L'Oreal di Jakarta, Jumat (24/7/2020).

Sejauh ini, sudah sepuluh genom virus tersebut yang dilaporkan ke Bank Data Dunia. Menurut Sisi, kebanyakan genom virus masih orisinal, yakni serupa dengan DNA virus Covid-19 yang menyebar di Wuhan, karena sampel diambil dari pasien-pasien awal.

Saat ini, timnya sedang memetakan 50 genom virus corona baru lainnya yang diharapkan selesai dalam waktu dekat. "Sampaelnya sudah ada, masih dalam pengerjaan," kata dia.

Bukan hal mudah menyelesaikan tugas tersebut. Masalah teknis dan mesin sempat terjadi hingga proses pengerjaan terpaksa molor dari target awal. "Namanya juga penelitian, kadang ada technical error, atau mesinnya error. Kita sih harus banyak-banyak berdoa, mesinnya juga harus dimanja. Soalnya, karena technical error, hasil satu plate bisa hilang semua," celoteh Sisi.

Tetapi, hal paling menarik dari peneliti yang bergabung di Eijkman sejak 2008 itu adalah ia harus menjalankan riset di tengah kehamilan. Ia bahkan baru sadar sedang hamil setelah usia kandungannya menginjak empat bulan.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Si Jabang Bayi

Kisah Perempuan Peneliti Eijkman Jalankan Riset DNA Virus Covid-19 Saat Hamil
Frilasita Aisyah Yudhaputri, salah satu peneliti Eijkman yang terlibat dalam riset pemetaan DNA virus SARS-CoV-2. (dok. L'Oreal Indonesia/Dinny Mutiah)

Menurut Sisi, kehamilannya kali ini tak merepotkan. Ia tak merasa mual dan capai seperti ibu hamil lainnya. Karena itu pula, ia telat mengetahui kehamilannya.

"Mungkin, bayinya mau jadi peneliti juga," kata dia.

Yang lebih khawatir justru rekan-rekannya. Semakin mendekati hari persalinan, Sisi dilarang teman-temannya untuk bekerja langsung di dalam laboratorium biosafety hazard level 3. Ia kini hanya bertugas mensupervisi hasil yang diperoleh rekan-rekannya.

"Sejauh ini enggak ada masalah sih. Semua kompak, semua saling mengerti. Saya hamil, mereka paham banget. Walau merasa tidak solider karena tidak bantu (di laboratorium), tapi mereka larang saya untuk masuk lab," kata dia.

Sisi juga mengaku didukung penuh sang suami. Mengingat pekerjaannya yang tak memungkinkan bekerja di rumah, sang suami lah yang berperan mengantar jemputnya ke kantor. Bantuan juga diberikan ayah ibunya yang bersedia mengasuh anak-anak Sisi selama ia bekerja.

"Terima kasih juga untuk kakek neneknya yang mau direpotin mengasuh anak saya sehingga saya bisa bertahan selama enam bulan ini," ucapnya.

 

Amazonian

Kisah Perempuan Peneliti Eijkman Jalankan Riset DNA Virus Covid-19 Saat Hamil
Para perempuan peneliti di unit riset Emerging Virus. (dok. L'Oreal Indonesia/Dinny Mutiah)

Sementara itu, Wakil Kepala bidang Riset Fundamental LBM Eijkman, Prof. Herawati Sudoyo menyebut secara global, peneliti di bidang genomik masih didominasi laki-laki. Tetapi khusus di LBM Eijkman, perempuanlah yang justru mendominasi karier peneliti.

Menurut dia, hal itu tak terlepas dari karakter para perempuan yang bergabung. Ia mengklaim para perempuan penelitian bak perempuan Amazon, kuat dan tangguh. Di sisi lain, suasana kerja yang dibangun juga mendukung agar perempuan dan lelaki bisa bekerja setara.

"Pertanyaan klasik yang sering muncul, apakah enggak kondusif karena biasanya punya bos perempuan itu gimana gitu, apakah bossy? Apakah ada competitiveness? Enggak ada. Kita enggak ada jenjang. Kita di sini equal aja, beri suasana sangat menunjang bagi perempuan peneliti lain. Kalau ngumpul, kita sering bilang kita semua Amazonian," terangnya.

Hera menyebut keberadaan peneliti perempuan yang jumlahnya banyak tersebut menguntungkan bagi Eijkman. Alasannya, bisa menyeimbangkan situasi kerja. Apalagi, perempuan-perempuan itu juga memiliki kehidupan rumah tangga.

Ia berharap akan semakin banyak perempuan yang berperan sebagai peneliti di masa depan, begitu pula dukungan kepada riset Indonesia secara luas. Terkait itu, L'Oreal Indonesia beberapa waktu lalu mendonasikan Rp400 juta untuk membantu riset genom virus SARS-CoV-2. 

"Kita tidak bisa cover the whole pendanaan whole genome sequencing karenaa banyak dan cukup panjang, hanya sebagian. Ada 24 item yang didanai L'Oreal," kata Melanie Masriel, Communications, Public Affairs, and Sustainability Director, L’Oréal Indonesia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya