Liputan6.com, Jakarta - Transportasi umum termasuk bidang yang kritikal dalam masa pandemi Covid-19. Di era adaptasi kebiasaan baru, aktivitas manusia yang tetap menuntut mobilitas, baik untuk bekerja maupun jalan-jalan, masih banyak yang memanfaatkan transportasi publik. Faktor kesehatan dituntut lebih diperhatikan mengingat kekhawatiran masyarakat akan terpapar Covid-19 masih tinggi.
Maka, penerapan protokol kesehatan merupakan elemen yang tak bisa ditawar lagi. Namun, pengawasannya di lapangan masih jadi tanda tanya karena pelaksanaannya di angkutan umum mulai dari darat, laut, sampai udara saat ini sepenuhnya diserahkan kepada operator.
Advertisement
Baca Juga
"Pengawasan yang dilakukan pemerintah juga terbilang minim sehingga masih banyak celah yang bisa dimanfaatkan operator untuk melanggar protokol kesehatan, terutama untuk angkutan darat yang agak sulit pengawasannya seperti bus umum dan angkot," ucap Ketua Bidang Advokasi Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) sekaligus pengamat transportasi Djoko Setijowarno dalam Workshop Adaptasi Bisnis pada Normal Baru bertema Industri Transportasi Publik yang digelar secara virtual, Kamis, 3 September 2020.
"Pengawasan lebih banyak dilakukan di simpul-simpul transportasi seperti terminal, stasiun, bandara, dan pelabuhan," sambungnya. Salah satu contoh celah dimaksud adalah masih diperbolehkannya aktivitas naik turun penumpang bus antarkota di luar terminal.
Djoko menyarankan, momen pandemi ini sebenarnya bisa dimanfaatkan oleh pemerintah untuk menggandeng para pengusaha dan pemilik angkot yang sekarang ini bisa dibilang sepi penumpang.
"Mereka yang pernah menolak kerjasama, sebaiknya diajak lagi oleh pemerintah. Ini kesempatan buat pemerintah untuk punya angkutan umum baru supaya lebih mudah diatur dan diawasi karena regulasinya jelas, dan di saat pandemi seperti ini bisa menerapkan protokol kesehatan yang lebih baik," jelasnya.
Staf Khusus sekaligus Juru Bicara Kemenhub (Kementerian Perhubungan) Adita Irawati tak menampik masih adanya laporan pelanggaran terhadap protokol kesehatan di angkutan umum. "Kami mendapat laporan beberapa pelanggaran social distancing dan kapasitas maksimal. Ada operator yang sudah diberi teguran dan beberapa lainnya tengah diberi teguran untuk pembuktian lebih lanjut," terang dia dalam kesempatan yang sama.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Rapid Test Tidak Valid
Adita menyatakan seluruh protokol kesehatan untuk berbagai sektor, termasuk transportasi umum, tersedia lengkap. Keefektifannya tergantung pada kepatuhan masyarakat.
"Karena itu, butuh kerja sama dengan pengelola transportasi umum agar bisa ikut mengawasi masyarakat supaya bisa lebih disiplin," lanjut Adita.
Sementara itu, Dina Kania National Professional Officer, WHO Indonesia mengatakan bahwa rapid test tidak valid untuk dijadikan acuan seseorang sehat dari Covid-19. "WHO tidak merekomendasikan rapid test sebagai syarat untuk melakukan perjalananan karena hasilnya yang tidak reliable. Yang terpenting adalah bagi yang sakit tidak melakukan perjalanan sama sekali," ujar Dina.
Menurut Dina, daripada menunjukan hasil rapid test, memastikan penumpang disiplin protokol kesehatan sebenarnya lebih efektif dalam mencegah penularan virus corona.
"Petugas moda transportasi harus bisa memastikan semua calon penumpang taat menggunakan masker dan jaga jarak. Hal ini ebih efektif, karena rapid test bisa menyebabkan rasa aman palsu sehingga penumpang tersebut justru tidak disiplin menggunakan masker," ujarnya lagi.
Advertisement