Liputan6.com, Jakarta - Tak lagi dapat dipungkiri bahwa pandemi membuat sektor pariwisata terpaksa tiarap. Tak mau larut dalam nelangsa, berbagai upaya pun digalakkan demi mengembalikan geliat pariwisata dalam negeri yang berorientasi pada penerapan protokol kesehatan.
Menurut Direktur Pemanfaatan Jasa Lingkungan Hutan Konservasi (PJLHK) Ditjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Nandang Prihadi, masa pemulihan pariwisata ini dinilai sebagai momen yang tepat untuk mengembangkan wisata berkelanjutan di alam.
"Pengembangannya saat ini sudah sampai pada reaktivitasi wisata alam," katanya dalam webinar bertajuk "Wanita Indonesia dalam Pemulihan Pariwisata Indonesia 2021 yang Berorientasi Global," akhir pekan lalu.
Advertisement
Baca Juga
Ia menyambung, tren wisata dalam masa adaptasi kebiasaan baru bakal berorientasi pada penerapan protokol Cleanliness, Health, Safety, and Environmental Sustainability (CHSE), fokus ke wisata domestik, dan pariwisata non-massal. Berkaca dari situ, pihaknya menerapkan tiga langkah strategis dalam pengembangan wisata berkelanjutan sebagai masa depan pariwisata Indonesia.
Pertama, komunitas berbasis ekowisata. "Masyarakat juga dilibatkan dalam penawaran paket wisata. Jadi, ada agenda yang melibatkan masyarakat setempat," ucap Nandang.
Kemudian, komoditas. Diversifikasi produk wisata dan non-wisata pun terus didorong. Tak lupa edukasi praktik ekowisata yang bertanggung jawab dalam penyelenggaraan wisata berkelanjutan.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Pengembangan Wisata Terapi Hutan
Strategi terakhir diterapkan lewat konservasi. "Sekarang tengah disuarakan bahwa kunjungan ke taman nasional itu menyehatkan dan menyejahterakan," ujar Nandang.
Kemudian, pihaknya juga sedang mengembangkan wisata terapi hutan atau healing forest. Jenis wisata yang sebenarnya telah diadopsi banyak negara ini bertujuan menghilangkan stres dengan melakukan kunjungan ke alam, dalam kasus ini hutan.
Nandang menjelaskan, terapi ini dilakukan dengan cara masuk ke hutan dan dalam perjalanannya para peserta akan membiarkan hutan terhubung dengan semua indera manusia. Termasuk di dalamnya indera penglihatan, pendengaran, peraba, penciuman, dan pengecap.
"Pengembangan healing forest sekarang sedang dilakukan lewat kerja sama dengan Korea dan IPB untuk menemukan spot mana yang cocok. Karena hutan memang ada di banyak wilayah, tapi tak semuanya cocok," tandasnya.
Advertisement