Perkenalkan, Mahasiswi Indonesia di Swiss Pembuat Aplikasi Batik Interaktif

Puspita Ayu Permatasari bersama UNESCO dan dorongan pemerintah Indonesia berhasil menciptakan aplikasi edukatif dan interaktif untuk memperkenalkan batik di seluruh tanah air.

oleh Liputan6.com diperbarui 15 Okt 2020, 22:18 WIB
Diterbitkan 15 Okt 2020, 21:03 WIB
Puspita Ayu Permatasari
Perkenalkan Batik Lewat Aplikasi Interaktif, Mahasiswi Indonesia di Swiss Ini Banggakan Indonesia (dok. Instagram @puspita_ayu_permatasari)

Liputan6.com, Jakarta - Sejak 2009, UNESCO telah menobatkan batik sebagai salah satu warisan budaya takbenda Indonesia. Pasalnya, batik tidak hanya sekadar objek, tetapi mengandung nilai budaya tinggi di balik motif dan teknik pembuatannya.

Puspita Ayu Permatasari, kandidat PhD bidang Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) untuk warisan budaya takbenda dan pariwisata di Università della Svizzera italiana, Swiss ini, tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan untuk mendukung pelestarian warisan budaya tak benda batik melalui kecanggihan teknologi. Tepat pada peringatan HUT RI ke-75, pada 17 Agustus 2020 lalu, ia bersama USI UNESCO Chair, Switzerland, merilis aplikasi interaktif bernama iWareBatik.

 

Perjalanannya berawal saat ia mengambil gelar S2 jurusan Manajemen Warisan Budaya dan Pariwisata di Université Paris 1 Panthéon-Sorbonne, Perancis. Setelah itu, ia memutuskan untuk mengambil konsentrasi warisan budaya takbenda batik untuk mendapatkan gelar magister.

"Pada saat itu, saya sudah menulis tesis tentang pengembangan pariwisata berkelanjutan di Desa Batik Madura, di mana saya keliling ke empat kabupaten, dan saya menemukan bahwa ternyata setiap motif batik itu berbeda-beda maknanya," ungkap Ayu, sapaan akrabnya, kepada Liputan6.com, Rabu, 14 Oktober 2020.

Koordinator Riset iWareBatik, Teknologi Warisan Budaya Takbenda Batik di USI - Università della Svizzera italiana, Swiss, itu bercerita bahwa ide untuk memetakan warisan budaya batik ini mulai berkembang saat mengikuti salah satu mata kuliah yang dibawakan oleh Direktur Pengembangan Komunikasi Warisan Budaya dan Pariwisata UNESCO. Dari sanalah, ia menyadari bahwa peran teknologi sangat penting dalam meningkatkan kesadaran generasi muda terhadap warisan budaya.

Kesadarannya makin terpupuk saat berkesempatan magang di kantor perwakilan RI untuk UNESCO di Paris. Saat itu, ia menemukan beragam fakta yang mengungkapkan bahwa diplomasi keilmuan untuk mempertahankan warisan budaya memang masih kurang. Menurutnya, diplomasi keilmuan melalui riset-riset tertulis di era ini sangatlah dibutuhkan, terutama yang menyangkut teknologi.

"Saat itu, saya kepikiran, bagaimana caranya menggabungkan teknologi dengan warisan budaya, khususnya batik. Lalu, saya memberanikan diri apply reseach proposal saya untuk Ph.D (gelar doktor)," katanya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Peroleh Dukungan Banyak Pihak

Puspita Ayu Permatasari
Puspita Ayu Permatasari bersama Prof. Lorenzo Cantoni, Ph.D, Kepala USI UNESCO Università della Svizzera italiana, Swiss (dok. Instagram @lpdp_ri)

Pintu menuju impiannya itu semakin terbuka lebar saat Direktur UNESCO, yang notabene adalah dosennya saat itu mengajaknya untuk mengenal teknologi lebih jauh dengan kesempatan magang di USI - Università della Svizzera italiana, Switzerland. Itu merupakan pusat inkubator teknologi UNESCO. Pengalamannya kali itu membawanya pada pengetahuan yang lebih luas dan keinginan lebih untuk mendukung warisan budaya tak benda lewat pengembangan fungsi teknologi.

"Saat itu, profesor saya tertarik dengan ide saya yang memang belum pernah ada sebelumya, dan menganggap bahwa sangatlah unik ketika  sebuah bangsa bisa digerakkan dengan satu kain saja, industrinya bisa menghidupkan banyak hal, baik industri fashion, pariwisata, dan diplomasi," ceritanya. 

Setelah proposal penelitiannya diterima, ia meraih dukungan pemerintah Indonesia lewat beasiswa LPDP pada 2017. Terlebih, pemerintah Indonesia memang sedang gencar-gencarnya untuk melakukan gerakan digitalisasi industri pariwisata dan kebudayaan.

"Dengan mengawinkan upaya pelestarian warisan budaya tak benda batik dengan teknologi terbaru, yaitu Artificial Intellegence, inilah yang menjadi daya tarik bagi pemerintah untuk membiayai proyek ini," tambahnya.

Beranggotakan 13 orang sukarelawan, Ayu bersama-sama mewujudkan hadirnya aplikasi iWareBatik yang ditargetkan UNESCO mencapai 250 ribu pengguna. Ayu mengungkapkan bahwa nama proyek iWareBatik ditujukan untuk istilah 'I’m aware of batik', juga merujuk pada 'I wear batik', sekaligus berarti juga sebagai software interaktif batik.

Aplikasi Edukatif dan Interaktif

Aplikasi iWareBatik
Tampilan aplikasi iWareBatik (dok. Didiet Maulana via Instagram @iwearbatik)

Hingga saat ini, aplikasi mobile iWareBatik sudah diunduh oleh 1.132 pengguna, yakni 872 pengguna Android, dan 260 pengguna iOs. Aplikasi interaktif ini telah berhasil memetakan 124 motif batik dari total 34 provinsi yang ada di Indonesia, di mana tiap-tiap motif batik memiliki penjelasan akan makna simboliknya.

Tak hanya itu, Ayu dan timnya juga memproduksi berbagai video interaktif tentang proses pembuatan batik dan juga penjelasan singkat mengenai atraksi wisata di setiap provinsi. Sementara ini, aplikasi iWareBatik memiliki fitur AI yang mampu mendeteksi delapan motif kain batik yang dipotret penggunannya.

Berbeda dengan aplikasi-aplikasi pemuat informasi batik lainnya, Ayu mengatakan aplikasi yang dibangunnya itu berusaha untuk mengedukasi penggunanya secara lebih interaktif. "Untuk membuat teknologi yang engaging ini lebih dibutuhkan suatu interaksi yang lebih dibangun sense-nya, dan di situlah iWareBatik hadir untuk memenuhi apa yang tidak ada sebelumnya," imbuhnya.

"Riset kami juga diterima di konferensi World Digital Fashion dan Communication, dan itu adalah konferensi yang bergengsi di dunia, dan itu menjadi penanda bahwa industri batik di Indonesia sudah menjadi hubs bagi komunitas teknologi dan komunitas fashion itu sendiri," tambahnya.

Bantu UMKM Batik Lokal

Simposium Kain Tradisional ASEAN 2019
Pengrajin tengah membatik di Wastra Expo Simposium Kain Tradisional ASEAN 2019 di Royal Ambarrukmo, Yogyakarta, 5 November 2019. (Liputan6.com/Asnida Riani)

Bagi Ayu, kesuksesan ia dan timnya tidak luput dari beragam tantangan yang juga harus dihadapi, mulai dari proteksi data dan hak cipta motif batik, masalah pengembangan aplikasi dan server, hingga pendanaanya yang cukup besar. Namun, hal itu tidak menghalangi tujuannya untuk terus mengembangkan warisan budaya sekaligus memberdayakan para pengrajin batik dan UMKM, khususnya di pedesaan melalui program pemerintah RI dan UNESCO.

"Kami memang ada kerja sama dengan pengrajin dan UMKM di pedesaan, nanti melalui artikel atau konten-konten di sosial media maupun website, iWareBatik bisa ikut memasarkannya," katanya.

Ayu juga menjelaskan bahwa yang mereka lakukan adalah kegiatan non-profit. Ia dan rekannya tidak menerima imbalan apa pun dari pihak UMKM, melainkan murni membantu dengan publikasi.

"Harapan saya sebagai desainer proyek ini, kami berharap semakin banyak yang men-download aplikasi ini, juga untuk memenuhi mandat UNESCO yang telah bersedia mendukung pelestarian warisan budaya batik melalui teknologi, supaya bisa diakses semua kalangan, termasuk yang di daerah, dan dijadikan sarana edukasi," katanya.

Ia juga berharap agar semakin banyak masyarakat yang sadar akan kehadiran batik, bukan hanya mengenakan kain, tetapi juga mengetahui sejarah serta makna yang dituangkan ke motif batik. Selain itu, juga turut membantu UMKM dan pengrajin batik dalam melestrikan warisan budaya tersebut. Untuk mengetahui informasi lebih lanjut, iWareBatik dapat diunduh melalui Android dan iOs, atau dapat mengunjungi situs website www.iwarebatik.org, dan Instagram @iwarebatik. (Brigitta Valencia Bellion)

infografis batik dunia
Batik-batik Berbagai Negara
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya