Peringatan bagi Para Orangtua, Jangan Terjebak Lomba Pintar-pintaran Anak

Orangtua kerap terjebak dengan membandingkan anaknya dengan anak lain hingga terjebak kepada lomba pintar-pintaran anak.

oleh Dinny Mutiah diperbarui 17 Des 2020, 18:02 WIB
Diterbitkan 17 Des 2020, 18:02 WIB
Peringatan bagi Para Orangtua, Jangan Terjebak Lomba Pintar-pintaran Anak
Ilustrasi orangtua dan anak. (dok. Gabriel Tovar/Unsplash)

Liputan6.com, Jakarta - Siapa orangtua yang tak ingin memiliki anak yang pintar? Jadi kebanggaan tersendiri saat mendapati anak mampu mencapai tingkat keterampilan tertentu, apalagi bila si anak terlihat lebih pintar dari yang lain. Namun, tak sedikit orangtua justru terjebak pada lomba pintar-pintaran anak.

Hal itu dikemukakan oleh dokter spesialis anak, dr. Miza Afrizal, SpA, dari Klinik Kecil. Ia bahkan menyebut belakangan kebiasaan membanding-bandingkan capaian anak di antara para orangtua menjadi tren yang makin berkembang.

"Sekarang jadi ngetren, anak saya usia ini sudah bisa duduk, anak saya sudah bisa makan. Saya lihat jadi tren yang lumayan berkembang, jadi lomba pinter-pinteran anak. Padahal, stimulasi anak tidak bisa disamakan dari satu dan lain hal, karena pertumbuhan anak sifatnya range," jelas Miza dalam Virtual Press Conference Zwitsal 1000 Hari Pertama Si Kecil, Kamis (17/12/2020).

Ia mengambil kemampuan anak untuk duduk sendiri sebagai contoh. Pertumbuhannya terbilang normal bila pada usia antara 4--7 bulan, bayi sudah bisa duduk. Bukan berarti anak yang sudah bisa duduk pada usia 4 bulan lebih pintar dari anak yang baru bisa duduk sendiri pada usia 7 bulan.

"Enggak ada yang lebih pintar dan kurang pintar, yang penting stimulasi sesuai kemampuan anak. Jangan paksakan sesuatu yang belum bisa dilakukannya," kata Miza.

Stimulasi merupakan bagian dari proses asah yang harus diberikan orangtua kepada putra-putrinya agar bisa berkembang optimal. Pemberian stimulasi ini tidak harus membutuhkan mainan tertentu. Miza bahkan menyebut mainan terbaik untuk anak usia di bawah 6 bulan adalah orangtuanya.

"Orangtuanya ajakin ngobrol, ajakin bercanda, menghafal muka. Jangan sampai anak tidak hafal muka orangtuanya karena si anak lebih sering dikasih mainan," sambung dia.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Asuh dan Asih

Berkata Jujur dan Menepati Janji
Ilustrasi Orangtua dan Anak Credit: pexels.com/pixabay

Selain asah, anak juga memerlukan asuh. Hal ini berkaitan dengan kebutuhan biomedis, seperti nutrisi dan imunisasi. Ia mengingatkan pemberian nutrisi yang baik sudah harus dimulai sejak bayi dalam kandungan hingga dua tahun kelahiran atau dikenal sebagai 1.000 Hari Pertama Kelahiran.

"Selain itu, orangtua juga harus memperhatikan soal kebersihan," sambung dia.

Terakhir, faktor yang memengaruhi perkembangan anak adalah asuh. Sederhananya adalah pemberian kasih sayang dari orangtua kepada anak. "Diberikan pujian apa yang sudah dicapai," imbuh Miza.

Baik ibu maupun ayah harus ambil bagian dalam proses tumbuh kembang anak. Masing-masing harus membekali dengan pengetahuan yang setara. Dukungan suami atau ayah paling berdampak bagi seorang ibu.

"Kita perlu tahu apa saja sih yang akan kita lakukan kepada anak kita supaya konsep asah, asih, asuh, bisa berjalan baik. Bukan hanya itu, kita juga harus siap pas kejadian tidak sesuai dengan ekpektasi. We preparing not so good scenario juga perlu supaya lebih well-prepared," jelas psikolog keluarga Nadya Pramesrani dari Rumah Dandelion.

Kunci Iman, Aman, Imun

Infografis Kunci Hadapi Covid-19 dengan Iman, Aman dan Imun. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Kunci Hadapi Covid-19 dengan Iman, Aman dan Imun. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya