Cerita Akhir Pekan: Kembang Kempis Napas Seniman Pertunjukan di Masa Pandemi COVID-19

Tak hanya soal makeover total, format seni pertunjukan juga dikatakan harus move on karena pandemi COVID-19.

oleh Asnida Riani diperbarui 07 Feb 2021, 08:30 WIB
Diterbitkan 07 Feb 2021, 08:30 WIB
Saung Angklung Udjo
Pertunjukan Regular Bambu dari Saung Angklung Udjo. (dok. Instagram @saungangklungudjo/https://www.instagram.com/p/CJ2UibIJm9b/)

Liputan6.com, Jakarta - Segala kegiatan melibatkan kerumunan memang dibatasi, bahkan sementara dihentikan selama pandemi COVID-19. Alhasil, para pelakunya, termasuk seniman pertunjukan, secara otomatis mengubah pemahaman "normal" bagi mereka di masa krisis kesehatan global.

Napas pergerakan seni pertunjukan yang semula bisa terkembang sampai maksimal pun harus sedikit mengempis, menyesuaikan semangat untuk memutus rantai penyebaran virus corona baru.

"Tanpa bermaksud mengekspos kesedihan, pertunjukan offline memang tak bisa banyak bergerak karena regulasi tak boleh mengumpulkan banyak orang," kata Direktur Utama Saung Angklung Udjo, Taufik Hidayat Udjo, melalui sambungan telepon pada Liputan6.com, Jumat, 5 Februari 2021.

Hal senada juga diserukan Mima Yusuf yang telah bersama Adjie N A mengaggas Peqho Teater sejak 2002. "Tapi, kami berusaha terus berkarya dalam keterbatasan. Tetap mematuhi protokol kesehatan, tetap mengukuti aturan yang diterapkan pemerintah," ungkapnya melalui pesan. 

Mengisi kekosongan waktu, kata Mima, Peqho Teater sejak April sampai Agustus 2020 membuat kegiatan Masagi, yaitu bincang-bincang dunia seni live streaming di akun Peqho bersama para pekerja seni.

Sementara, mengakali latihan tatap muka, pihaknya melakukan dramatic reading melalui panggilan video di kanal YouTube Radio Amatir. "Ketika PSBB mulai longgar, kami mengadakan nobar film Indonesia. Setelah itu diskusi dan belajar mengkritik film," sambungnya.

Kemudian, di akhir tahun 2020, pihaknya juga mengadakan nobar dan ngobrol film pendek bersama sineas.

"Faktanya walau kondisi ekonomi melemah karena pandemi, minat teman-teman yang ingin belajar teater tetap besar. Maka dari itu, Peqho membuka kembali workshop di bulan September yang harus tersendat-sendat karena PSBB berulang-ulan, tapi tidak menyurutkan semangat untuk terus berkarya," ujarnya menambahkan bahwa hasil workshop tersebut akan dipentaskan bulan ini.

Ikuti cerita dalam foto ini https://story.merdeka.com/2303605/volume-5

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Jaga Nyala Api Seni Pertunjukan

Peqho Teater
Mima Yusuf, salah satu pendiri Peqho Teater. (dok. Instagram @mima_yusuf/https://www.instagram.com/p/CDLUzhnAxxX/)

Sementara Taufik mengatakan, pertunjukan seni tradisional belum jadi prioritas publik di masa sekarang. Kendati demikian, pihaknya tengah mengajukan tata cara menggelar pertunjukan sesuai protokol kesehatan.

Menurutnya, protokol kesehatan tak semata fasilitas, namun pengemasan ulang pertunjukan dengan area lebih komunikatif. Terbatasnya penonton pun jadi salah satu pendorong faktor ini.

Langkah strategis dalam seni pertunjukan, menurut Mima, adalah soal belajar dan mengeksplorasi media digital. "Mencari peluang agar tetap berkarya, dan karya kita bisa dinikmati orang dengan berbagai cara," katanya.

Kendati tak dipungkiri, karena perubahan ekstrem akibat pandemi, kegiatan sempat berhenti total, baik event, shooting film, serta dunia panggung, seperti teater, tari dan musik.

"Peqho Teater sendiri tetap latihan dengan menyesuaikan aturan. Misal, kuota anggota dikurangi sehingga hari latihan ditambah agar tak ada penumpukan orang, dan jam latihan dikurangi. Gedung pertunjukan juga membatasi kuota penonton, sehingga memaksa kami putar otak untuk tampil maksimal dengan aturan protokol kesehatan," imbuh Mima.

Soal bantuan tunai, kata Mima, di awal pandemi, pihaknya mendapat berita untuk registrasi ke Kementerian Pendidikan dan Budaya (Kemendikbud) bagi seniman terdampak pandemi.

"Beberapa kawan menerima bantuan tersebut, tapi beberapa lagi tidak dengan alasan belum masuk kategori prioritas. Kami sendiri tak tahu kategori yang diprioritaskan yang seperti apa," tuturnya.

Rencana Jangka Panjang

Saung Angklung Udjo
Calung cilik Saung Angklung Udjo. (dok. Instagram @saungangklungudjo/https://www.instagram.com/p/CJR0-PUp5WX/)

Karena pandemi, Peqho Teater sendiri mencatat bahwa seniman harus mau membuka diri dan minat pada teknologi digital, serta sistem pendukung yang kuat. Narasi ini pun disepakati Taufik.

Ia mengatakan, sekarang tak cukup hanya dengan pertunjukan offline. "Kita harus move on karena dunia sudah berbeda," katanya. Maka dari itu, Saung Angklung Udjo tengah mempersiapkan rencana jangka panjang yang dinilai lebih sustain.

Idenya adalah mengombinasikan sistem pertanian terintegrasi, seni budaya, dan teknologi. Ini merujuk pada asal-mula angklung yang sebenarnya tak bisa jauh dari lingkungan.

"Angklung itu satu budaya yang tak lepas dari lingkungan. Bagaimana ada angklung kalau tidak ada bambu? Angklung juga identik dengan ritual padi, mulai dari ditanam, sedang tumbuh, sampai dipanen. Ritual-ritual seperti itu akan dihidupkan lagi," tuturnya.

Secara singkat, pihaknya akan merevitalisasi bagaimana awal-mula angklung benar-benar jadi bagian dalam ekosistem di sebuah desa. Sebagai langkah awal, Saung Angklung Udjo telah melakukan diskusi dan bekerja sama dengan para akademisi.

"2--3 bulan ke depan targetnya sudah mulai bergerak untuk merealisasikan rencana ini," ujarnya.

Menjaga Ekosistem Seni Pertunjukan di Masa Krisis

Peqho Teater
Lakon garapan Peqho Teater yang akan segera dipentaskan. (dok. Instagram @peqhoteater/https://www.instagram.com/p/CKQlVTNA59s/)

Bergandeng tangan melewati masa-masa sulit pandemi yang serba tak pasti sudah seharusnya dilakukan demi menjaga ekosistem seni pertunjukan. Menurut Mima, lingkaran ini mesti diisi berbagai pihak.

Termasuk dalam daftar tersebut adalah para penikmat seni, lembaga pemerintah, serta lembaga swasta lewat CSR agar seniman selalu diberi ruang untuk bereksplorasi.

Taufik menambahkan, akademisi perguruan tinggi, terutama yang punya jurusan pariwisata, pun sangat mungkin terlibat. "Sekarang juga zamannya seniman dan budayawan bersinergi," tandasnya.

Infografis DISIPLIN Protokol Kesehatan Harga Mati

Infografis DISIPLIN Protokol Kesehatan Harga Mati
Infografis DISIPLIN Protokol Kesehatan Harga Mati (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya