Liputan6.com, Jakarta - Kebumen terkenal akan sarang burung walet alaminya sejak masa pendudukan Belanda. Dari sarang burung walet, kabupaten itu memeroleh pendapatan tinggi. Untuk menghormatinya, walet dijadikan lambang kabupaten sejak awal berdiri.
Salah satu desa penghasil sarang burung walet alami adalah Desa Karangduwur yang terletak di Kecamatan Ayah, Kabupaten Kebumen. Wilayah itu kini juga menyatakan diri sebagai desa wisata.
Advertisement
Advertisement
Baca Juga
Tingginya harga sarang burung walet tak hanya karena manfaatnya yang dipercaya sebagai obat oleh orang-orang kelas atas, tetapi juga perjuangan untuk mendapatkannya. Ada pengorbanan dan risiko besar yang bisa mengancam jiwa para pemanen sarang walet.
Di Karangduwur terdapat perbukitan yang didominasi oleh batu karang. Di kawasan itu terdapat sejumlah gua tempat bersarangnya burung walet. Sebagian warga menggantungkan hidupnya dari tempat tersebut.
"Jadi di Kebumen sendiri itu dulu ada tiga gua sarang burung walet yaitu di Desa Karangbolong, Desa Pasir, dan salah satunya di Desa Karangduwur," ucap Bangkit, sebagai pemandu wisata Desa Karangduwur, di acara Virtual Desa Wisata - Goa Terakhir Untuk Walet, Sabtu, 6 Februari 2021.
Bangkit menerangkan banyak yang memburu sarang burung walet di gua tersebut karena kualitas yang dihasilkan. "Bedanya itu dari segi warna, semakin putih warnanya semakin bagus kualitas dan khasiatnya," ujarnya.
Menjangkau Gua Karangduwur cukup sulit karena mulut gua berada di tebing terjal berbatasan dengan laut lepas. Jika cuaca lagi tak bersahabat, ombak besar dan air pasang akan menghempas ke sekitar karang dan menutup mulut gua dengan air laut.
Keberadaan walet di gua-gua tersebut sudah ada sejak awal abad ke-17. Rata-rata sarang burung walet dikelola masyarakat setempat secara turun temurun dengan mengedepankan kearifan lokal.
Â
Â
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Jalan Panjang Pemanenan
Pemanenan dilakukan secara periodik. Sebelum dipanen, warga akan menggelar ritual meminta keselamatan dengan memotong kerbau atau kambing.
Selanjutnya, pengunduh sarang walet akan mempersiapkan tangga bambu agar dapat naik dan mengambil sarang walet yang berada di dinding gua serta tali untuk membuat jalan menuju mulut gua. Waktu panen dilakukan saat siang hingga sore hari ketika air laut surut.
"Proses pengunduhan sarang walet dibutuhkan tiga sampai empat hari, mulai dari penyiapan alat-alat sampai menurunkan alat-alat kembali, dan pada saat pengunduhan sarang walet di dalam goa itu hanya dikasih waktu tiga sampai empat jam saja. Jika lebih dari itu, goa akan tertutup dengan air laut," kata Bangkit.
Untuk dapat memasang semua tali-tali dan memasukkan semua bambu ke dalam gua, mereka harus memperhitungkan hempasan air laut yang akan datang. Setelah seluruh jalur yang menghubungkan mulut gua selesai, kegiatan selanjutnya adalah memasang tangga setinggi lebih dari 30 meter di dalam gua untuk mengambil sarang walet yang berada di dinding-dinding gua.
Bangkit mengatakan, butuh setidaknya 18 orang, bahkan lebih dalam proses pengunduhan itu. Mereka bertugas untuk menopang bambu-bambu dan tangga yang akan dirakit dalam pengunduhan sarang burung walet di dinding goa.
Ketika selesai memanen, hasilnya akan langsung dibersihkan. Sarang burung walet lalu dipasarkan, baik lewat jalur ekspor ke Tiongkok maupun dijual di dalam negeri. Sementara, prosesi pengunduhan yang menantang maut itu diyakini bisa menjadi daya tarik wisata Desa Karangduwur. (Melia Setiawati)
Advertisement