Fakta-Fakta Psikologi tentang Ghosting, Tindakan yang Dituduhkan pada Kaesang Pangarep

Kaesang Pangarep dituding ghosting dan menyakiti Felicia Tissue, perempuan yang sudah lima tahun jadi pacarnya.

oleh Asnida Riani diperbarui 08 Mar 2021, 16:01 WIB
Diterbitkan 08 Mar 2021, 16:01 WIB
Kaesang Pangarep. (Foto: Dok. Instagram @kaesangp)
Kaesang Pangarep. (dok. Instagram @kaesangp)

Liputan6.com, Jakarta - Lewat serangkaian unggahan di media sosial, baru-baru ini, putra bungsu Presiden Joko Widodo (Jokowi), Kaesang Pangarep, lantang dituding ghosting. Tindakan itu diklaim menyakiti Felicia Tissue, perempuan yang sekitar lima tahun berpacaran dengan bos Sang Pisang tersebut.

Adik Gibran Rakabuming Raka ini telah membantah tuduhan yang dimaksud, menyebut dirinya menyampaikan keinginan mengakhiri hubungan dengan Felicia pada pertengahan Januari 2021. "Waktu itu juga aku dimaki-maki. Tapi, ya wes lah (ya sudah lah) aku diam saja," ucap Kaesang menurut laporan kanal News Liputan6.com.

Ghosting, perbuatan yang dituduhkan pada Kaesang, merupakan istilah yang makin populer pada 4--5 tahun ke belakang. Menurut psikolog berbasis di New York City, Amerika Serikat, Loren Soeiro, melansir laman Psychology Today, Senin (8/3/2021), di tak sedikit kasus, ghosting bahkan sudah jadi "praktik rutin."

Respons Praktis

"Bagi salah satu klien saya, ghosting adalah respons praktis. Ia tidak memiliki hubungan pribadi atau profesional dengan orang yang ia kencani, dan teman-teman mereka tidak mengenalnya. Jadi, ketika berhenti menanggapi pesan, ia tahu tidak akan ada konsekuensinya," tuturnya menjelaskan fakta psikologi pertama dari perbuatan tersebut.

Bukan Kesalahan Moral

Meski pasien Soeiro merasa bersalah, ia tidak melihat ghosting sebagai kesalahan moral. "Jelas ia tidak menginginkan alternatif lain, berjuang melalui begitu banyak percakapan yang berantakan," tuturnya.

"Bagi pasien saya, mengakhiri komunikasi secara tiba-tiba alias ghosting sebenarnya adalah solusi yang elegan. Orang yang dikencani dapat menyimpulkan dari kurangnya kontak bahwa ia tidak lagi tertarik," sambung Soeiro.

 

**Ibadah Ramadan makin khusyuk dengan ayat-ayat ini.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Keterkaitan Disonansi Kognitif

Patah Hati
Ilustrasi ghosting/copyright pexels.com/Simon Robben

Soeiro menyebut, fakta psikologi lain dari ghosting adalah adanya kemungkinan keterlibatan disonansi kognitif. "Otak kita secara alami fokus pada informasi yang menegaskan keyakinan yang sudah ada sebelumnya, bahkan ketika bukti lain menunjukkan bahwa kita mungkin salah," tuturnya.

"Ghosters, seperti pasien saya, sering menjalani 'senam kognitif yang rumit' untuk meyakinkan diri sendiri bahwa apa yang mereka lakukan baik-baik saja. Selain itu, ghosting juga bisa jadi hasil dari serangkaian keyakinan tertentu tentang kencan," sambung Soeiro.

Beberapa orang menganggap ghosting jadi "cara menemukan orang yang ditakdirkan untuk menghabiskan hidup bersama dan melihat kehidupan kencan sebagai penelusuran menemukan pasangan ideal." "Mereka tidak percaya bahwa hubungan bisa tumbuh dan berubah, atau ketertarikan semakin dalam seiring waktu. Mereka tidak memiliki mindset berkembang tentang asmara," katanya.

Bakal Lebih Sakit

patah hati
ilustrasi ghosting/copyright Unsplash/Amandine Lerbscher

Jika orang yang Anda sukai berhenti membalas pesan, konsekuensi emosionalnya dapat berubah dari tidak menyenangkan hingga parah. Sangat kurangnya penyelesaian hubungan menyebabkan ambiguitas untuk menafsirkan apa yang salah.

Isyarat sosial yang ada dalam "perpisahan tradisional," tidak ada secara disorientasi. Hal-hal itu membuat ghosting menyebabkan Anda mempertanyakan diri sendiri, yang dapat merusak harga diri. Juga, menghilangkan kesempatan untuk mengatasi apa yang salah dalam hubungan.

Ghosting bahkan lebih menyakitkan bagi orang yang sedari awal sudah memiliki harga diri rendah. Jika apa yang diyakini seseorang sebagai hubungan substansial berakhir tiba-tiba, itu dapat menyebabkan reaksi traumatis.

Lebih Baik Ungkapkan Perasaan

Patah Hati
Ilustrasi ghosting/copyright unsplash.com/Anthony Tran

Secara sederhana, kata Soeiro, ghosting bersifat pasif-agresif, yakni melindungi diri dengan mengorbankan perasaan orang lain, dan sulit untuk dihentikan. "Korban ghosting bahkan bisa saja cenderung melakukan hal yang sama pada orang lain," tuturnya.

"Memang tidak mudah menjelaskan pada seseorang mengapa Anda tidak tertarik padanya secara romantis, tapi penjelasan singkat jauh lebih baik daripada tidak sama sekali," imbuhnya.

Menyudahi hubungan secara terbuka juga baik untuk Anda, sambung Soeiro. Mengungkapkan perasaan dapat menurunkan tekanan darah dan mengurangi stres.

Waspadai Kekerasan dalam Pacaran

Infografis Kekerasan dalam Pacaran
Infografis Kekerasan dalam Pacaran (liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya