Liputan6.com, Jakarta - Jangan lagi memberi tongkat estafet, pasalnya pelestarian hiu dan pari di Indonesia butuh aksi gandeng tangan secara konsisten. Karakter biologis yang lambat matang seksual, fekunditas rendah, dan pertumbuhan lambat membuat dua biota laut itu rentan punah.
Karenanya, melalui keterangan pers pada Liputan6.com, baru-baru ini, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dalam Simposium Hiu dan Pari di Indonesia mengajak berbagai pemangku kepentingan untuk bersinergi melakukan konservasi hiu dan pari.
Dorongan ini pun sejalan dengan arahan Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono untuk mengelola sumber daya perikanan, termasuk hiu dan pari, secara berkelanjutan untuk kesejahteraan masyarakat pesisir.
Advertisement
Baca Juga
Terkait itu, Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut (Dirjen PRL), Tb. Haeru Rahayu mengatakan bahwa hiu dan pari merupakan bagian dari sumber daya hayati laut yang sangat penting. Tak semata berperan bagi ekosistem perairan, tetapi juga ekonomi masyarakat pesisir. "Keberadaan jenis ikan ini di suatu perairan merupakan salah satu indikator kunci kesehatan laut," ujar Tebe.
Menyadari pentingnya keberadaan hiu dan pari, Tebe menegaskan KKP melalui Ditjen PRL telah memasukkan hiu dan pari ke dalam 20 jenis ikan yang jadi target konservasi nasional pada tahun 2020--2024.
Situasinya kian mendesak, mengingat hiu dan pari telah jadi isu internasional sejak masuknya beberapa jenis hiu dan pari manta dalam Apendiks Konvensi Perdagangan Fauna dan Flora Terancam Punah/CITES akibat tingginya tingkat pemanfaatan ikan tersebut, baik sebagai tangkapan target maupun tangkapan sampingan.
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Menjawab Tantangan Konservasi Hiu dan Pari
Tebe menambahkan, Simposium Hiu dan Pari yang dihelat secara virtual pada 7--8 April 2021 dengan dukungan Yayasan WWF Indonesia juga merupakan bagian dari upaya konservasi dua hewan itu di Indonesia.
"Simposium ini merupakan salah satu upaya dalam mengumpulkan masukan ilmiah untuk kebijakan konservasi hiu dan pari di Indonesia. Kegiatan ini juga bagian dari implementasi Rencana Aksi Nasional Konservasi yang telah disusun," imbuhnya.
Kepala Badan Riset Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM KP), Sjarief Widjaja, menjelaskan bahwa dukungan riset hiu dan pari terus dilakukan BRSDMKP. Salah satunya dengan menelaah dan mendeskripsikan daerah-daerah habitat asuhan hiu dan pari di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) 572.
"Berdasarkan hasil tangkapan nelayan dan analisis habitat, perairan Lampung yang dijadikan area kajian diduga kuat sebagai habitat asuhan hiu dan pari," kata Sjarief.
Sjarief berharap informasi yang dihasilkan akan jadi bahan rekomendasi strategi konservasi hiu dan pari, khususnya di Perairan WPPNRI 572. Lebih lanjut, ia mengajak berbagai pemangku kepentingan untuk melakukan kolaborasi riset hiu dan pari guna mendukung konservasi hiu dan pari berkelanjutan.
Sementara itu, CEO Yayasan WWF Indonesia, Dicky P. Simorangkir, mengatakan, tantangan terberat dalam konservasi ini adalah soal data yang berperan dalam menyusun rencana aksi konservasi yang efektif.
"Lewat Simposium Hiu dan Pari ini kami harap dapat mengumpulkan banyak informasi mengenai populasi dan perilaku spesies ini dari seluruh pelosok Indonesia. Laut kita sangat luas, kita perlu kolaborasi dari semua pihak, mulai dari nelayan, petugas penyuluh perikanan, mahasiswa, sampai pengelola wisata selam bersama hiu," urainya.
Kali ketiga Simposium Hiu dan Pari di Indonesia bertajuk "Penguatan Kolaborasi dan Sinergi dalam Pengelolaan Hiu dan Pari" ini berhasil mengumpulkan lebih dari 100 pemakalah dari tiga tema besar yang secara umum mencerminkan isu dan tantangan dalam pengelolaan hiu dan pari, yaitu biologi dan ekologi sumber daya; sosial ekonomi; serta pengelolaan dan konservasi.
Advertisement