Liputan6.com, Jakarta - Semua rutinitas diluluhlantakkan pandemi COVID-19. Perubahan secara dramatis pun tak lagi terelakkan. Dalam situasi tak biasa, berbagai pihak berbondong-bondong beradaptasi, tak terkecuali SabangMerauke, program pertukaran pelajar untuk menanamkan toleransi, pendidikan, dan keindonesiaan gagasan Ayu Kartika Dewi.
Pola-pola aktivitas luring yang selama ini SabangMerauke yakini sebagai cara paling efektif untuk menumbuhkan toleransi, ternyata tidak sepenuhnya benar.
"Pandemi justru jadi momentum untuk membuktikan bahwa secara daring pun misi membuka ruang interaksi yang positif, diskusi yang konstruktif, dan kontribusi aktif di antara generasi muda juga jadi opsi yang dapat diandalkan," Ayu menjelaskan melalui pesan elektronik pada Liputan6.com, Jumat, 16 April 2021.
Advertisement
Baca Juga
Kagok di langkah-langkah pertama pun diakui Ayu. Mengubah pola dari luring ke daring tidak semudah membalikkan telapak tangan. "Butuh kreativitas, inovasi, dan, yang terpenting, komitmen yang tinggi," tuturnya.
SabangMerauke, sambung Ayu, sangat beruntung karena dikelilingi relawan yang berdedikasi tinggi. Semangat dan komitmen mereka membantu mobilisasi adaptasi berlangsung relatif cepat.
Sejak diumumkan kasus COVID-19 pertama pada Maret 2020, pihaknya segera memutuskan untuk meniadakan sementara semua kegiatan luring, termasuk Pertukaran Pelajar yang secara reguler jadi program andalan SabangMerauke.
"Setelah keputusan itu dikeluarkan, relawan secara gotong-royong menyumbang ide untuk tetap menyalakan api SabangMerauke. Tidak kurang tiga bulan kemudian, lahirlah program daring baru bernama Belajar Online Bareng SabangMerauke (BOBA SM)," urai Ayu.
Tak berhenti di situ, SabangMarauke juga menginisiasi dua program daring lain, yakni Temu Indonesia (TI) dan Kelas Akal Budi (KAB). "Secara jumlah, penerima manfaat dari ketiga program terbaru tersebut mencapai 1,3 ribu orang," ucapnya, menambahkan bahwa angka itu tidak pernah SabangMerauke rencanakan, bahkan sebelum pandemi.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Mendorong Keterlibatan Publik
Penerima manfaat program terdiri dari 100 siswa SMP dan/atau sederajat, 400 siswa SMA dan/atau sederajat, dan Mahasiswa PTN/PTS dari seluruh Indonesia, serta masyarakat umum yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Ketiga program baru ini sendiri punya benang merah, yaitu peningkatan kemampuan berpikir kritis dan empati di tengah pandemi COVID-19.
Setelah masa krisis kesehatan global berlangsung lebih dari satu tahun, pihaknya terus meningkatkan keterampilan manajemen guna mengelola kegiatan bersifat luring.
"SabangMerauke juga semakin yakin bahwa luring dan daring hanya sebuah medium. Hal yang jauh lebih penting adalah komitmen untuk terus bergerak mendorong generasi muda Indonesia merayakan dan melindungi keragaman dengan membuka ruang interaksi yang positif, diskusi yang konstruktif, dan kontribusi aktif secara adaptif," Ayu memaparkan.
Lebih lanjut dijelaskan, selama pandemi berlangsung, SabangMerauke masih akan berkomitmen menyelenggarakan berbagai kegiatan daring dengan meningkatkan kualitas program dan memperluas penerima manfaat. Pada tahun kedua pandemi, SabangMerauke akan kembali menjalankan program Temu Indonesia dan Kelas Akal Budi dengan tetap berorientasi pada perluasan dampak.
"Salah satu di antaranya adalah mengundang keterlibatan publik, terutama generasi muda Indonesia, untuk berkolaborasi mewujudkan aksi nyata dalam upaya menekan pandemi COVID-19 di Indonesia," ujarnya.
"Jika pada 2020 lalu kita masih fokus untuk memahami mobilisasi adaptasi selama pandemi, tahun 2021, SabangMerauke ingin mengajak berbagai pihak untuk lebih konkret mewujudkan aksi-aksi nyata untuk menekan pandemi melalui ruang interaksi yang positif, diskusi yang konstruktif, dan kontribusi aktif," imbuh Ayu.
Advertisement
Membuka Cerita-Cerita Kegagalan
Sebagai inisiator SabangMarauke, Ayu berharap publik akan sampai pada masa di mana Indonesia tidak lagi membutuhkan SabangMerauke. "Di mana Indonesia sudah sepenuhnya damai. Tidak sekadar meniadakan konflik, tapi justru bisa hidup berdampingan dengan orang yang berbeda-beda," tuturnya.
"Di mana seluruh manusia Indonesia sudah bisa bernalar kritis dengan baik dan memiliki empati yang tinggi. Di mana tidak ada lagi golongan minoritas yang terdiskriminasi dan merasa takut hanya untuk sekadar menyuarakan opininya," imbuh salah satu staf khusus presiden tersebut.
Mengelaborasi selebrasi Hari Kartini, Ayu berpendapat, "Perempuan hebat adalah perempuan yang berani mengambil keputusan terbaik untuk dirinya, perempuan yang berdaya untuk terus-menerus mengembangkan diri, dan perempuan yang penuh kasih, baik untuk orang lain, makluk hidup lain, alam, juga terutama untuk dirinya sendiri."
Ia pun bercerita momen merasa paling berdaya, yakni ketika berani menceritakan kegagalan-kegagalannya di kanal Perempuan Gagal. "Proses memberanikan diri saya sendiri untuk bisa sampai ke titik ini, di mana saya berani menceritakan kegagalan-kegagalan saya, adalah proses yang sangat panjang," katanya.
"Yang menarik, ketika saya akhirnya berani bercerita, saya merasa sangat terbebaskan. Saya terbebaskan dari rasa malu akan kegagalan-kegagalan saya," imbuhnya.
Yang paling penting, Ayu menyambung, ia membaca begitu banyak komentar yang menceritakan bahwa cerita-cerita kegagalan di Perempuan Gagal bisa membuat banyak perempuan merasa tidak sendirian, dan merasa bahwa mereka menemukan kekuatan untuk bangkit kembali.