6 Fakta Menarik tentang Tidore, Pernah Jadi Rebutan Bangsa Eropa

Tidore terdiri atas 11 pulau, tapi hanya empat pulau yang berpenghuni.

oleh Henry diperbarui 23 Apr 2021, 09:04 WIB
Diterbitkan 23 Apr 2021, 09:04 WIB
Ternate-Tidore Promosi Jalur Ekspedisi Dagang Abad 16 di Spanyol
Rombongan pariwisata Ternate dan Tidore melakukan promosi ke Spanyol.

Liputan6.com, Jakarta - Kota Tidore Kepulauan merupakan salah satu kota di provinsi Maluku Utara, Kota ini memiliki luas wilayah 1.550,37 km persegi yang menjadikannya kota terluas ketiga di Indonesia setelah Kota Palangka Raya dan Kota Dumai. Kota Tidore dipimpin oleh wali kota Captain Ali Ibrahim dan wakil wali kota Muhammad Senin (2016 - 2021).

Tidore memiliki daratan geografi yang terdiri atas 11 pulau yaitu Pulau Tidore, Mare, Maitara, Failonga, Sibu, Woda, Raja, Guratu, Tameng, Joji, dan Taba. Dari 11 pulau tersebut, hanya empat pulau yang berpenghuni yaitu Pulau Tidore, Mare, Maitara, dan sebagian wilayah yang berada di Pulau Halmahera.

Wilayah Kota Tidore Kepulauan berbatasan dengan Kabupaten Halmahera Barat di sebelah utara, Kabupaten Halmahera Selatan di sebelah selatan, Kabupaten Halmahera Timur dan Kabupaten Halmahera Tengah di sebelah timur, dan Kota Ternate di sebelah barat.

 

Secara administratif, terdapat delapan kecamatan di Kota Tidore Kepulauan yaitu Kecamatan Tidore Selatan, Kecamatan Tidore, Kecamatan Oba, Kecamatan Oba Utara, Kecamatan Tidore Utara, Kecamatan Tidore Timur, Kecamatan Oba Selatan, dan Kecamatan Oba Tengah. Tentunya bukan itu saja hal menarik tentang Tidore. Dilansir dari berbagai sumber, berikut enam fakta menarik seputar Tidore.

1. Rempah dan Eropa

Kota ini sudah terkenal sejak zaman penjajahan dahulu karena hasil rempah mereka, terutama cengkih dan pala yang membuat Tidore pernah jadi rebutan Bangsa Eropa. Bangsa Eropa pertama yang menginjakkan kakinya di Tidore adalah pelaut dari Spanyol yang sampai ke Tidore pada 1512.

Saat itu, Kerajaan Tidore menerima kedatangan Spanyol dengan baik setelah Kerajaan Ternate menjalin hubungan dengan bangsa Portugis.  Mendapati kondisi tersebut, bangsa Spanyol dan Portugis yang sedang berebut kekuasaan juga memanfaatkan kesempatan untuk mengadu domba Kerajaan Tidore dan Kerajaan Ternate.

Meski demikian, pengaruh mereka akhirnya mampu dipahami oleh kedua kerajaan sehingga mampu mengusir bangsa Portugis dan Spanyol yang ingin memonopoli perdagangan. Kemudian, datang bangsa Belanda pada 1605 dan monopoli Belanda bahkan lebih kejam dibandingkan dengan Spanyol dan Portugis.

2. Asal Nama Tidore

Awalnya, Tidore dikenal dengan nama Kie Duko, yang berarti pulau yang bergunung api. Penamaan ini sesuai dengan kondisi topografi Tidore yang memiliki gunung api bahkan tertinggi di gugusan kepulauan Maluku yang mereka namakan Gunung Marijang. Saat ini, gunung Marijang sudah tidak aktif lagi.

Nama Tidore berasal dari gabungan dua rangkaian kata bahasa Tidore dan Arab dialek Irak, yaitu To ado re, artinya, ‘aku telah sampai’ dan bahasa Arab dialek Irak anta thadore yang berarti ‘kamu datang’. Penggabungan dua rangkaian kata ini untuk menghormati jasa Syekh Yakub, utusan dari kerajaan Abbasiyah, Irak yang berhasil mendamaikan perseteruan dua suku di daerah tersebut.

Saksikan Video Pilihan Berikut:

3. Kesultanan Tidore

Festival Tidore 2018
Ritual dan prosesi adat mengawali Festival Tidore 2018 yang berlangsung sejak 30 Maret hingga 12 April 2018. (Foto: Dok. Kemenpar)

Kesultanan Tidore adalah kerajaan Islam yang berpusat di wilayah Kota Tidore, Maluku Utara. Riwayat Kerajaan Tidore kerap dikaitkan dengan saudara kembarnya, yaitu Kesultanan Ternate.

Kejayaan Kesultanan Tidore berlangsung dari abad ke-16 sampai abad ke-18. Masa ini ditandai dengan wilayah kekuasaan Kesultanan Tidore yang luas, dari sebagian besar pulau Halmahera Selatan, Pulau Buru, Pulau Seram, hingga pulau-pulau di sekitar Papua Barat.

Kesultanan Tidore mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Nuku (1780-1805 M). Ia dapat menyatukan Ternate dan Tidore untuk bersama-sama melawan Belanda yang dibantu Inggris. Belanda kalah serta terusir dari Tidore dan Ternate.

Kesultanan Tidore menjalani peradaban yang cukup lama dan melalui berbagai tahapan dalam riwayat sejarah Nusantara bahkan hingga Indonesia merdeka pada 1945. Saat itu, Kesultanan Tidore bergabung dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Sejak 1999 atau setelah Reformasi 1998 yang meruntuhkan rezim Orde Baru, Kesultanan Tidore dihidupkan kembali dalam konteks melestarikan warisan budaya serta sejarah dan masih eksis hingga saat ini. Sultan Tidore saat ini adalah H. Husain Alting Syah atau Husain Syah yang menjadi Sultan Tidore ke-37. Selain itu, dia juga merupakan anggota DPD RI asal Provinsi Maluku Utara.

Hari jadi Tidore pun berkaian dengan Kesultanan Tidore yang diyakini mulai menjalankan pemerintahan di daerah tersebut pada 12 April 1108. Itu berarti, Tidore baru saja merayakan ulang tahun ke-913.

4. Suku Tidore

Suku Tidore merupakan salah satu suku bangsa di Provinsi Maluku Utara. Ras asli dari suku Tidore adalah Melanesia. Agama yang dianut oleh suku Tidore adalah Islam, sehingga di Tidore banyak terdapat masjid dan surau. Hal ini membuktikan kalau peradaban Islam sangat pesat di Tidore.

Mereka juga punya rumah adat bernama Fola Sowohi. Kata Fola Sowohi, berasal dari kata Fola dan Sowohi. Kata Fola berasal dari bahasa Tidore, yang berarti rumah, sedangkan Sowohi berarti tuan rumah. Atap rumah adat ini terbuat dari rumbia yang konstruksi bangunannya melambangkan kekayaan budaya suku Tidore.

5. Wisata Tidore

Pantai Cobo di Tidore
Pantai Cobo di Tidore, Maluku Utara. (dok.Instagram @vic_are/https://www.instagram.com/p/CKN5qTnA-oT/Henry)

Tidore punya beragam destinasi wisata, di antaranya pantai Ake Sahu, taman laut Pulau Maitara, museum Kesultanan Tidore Sonyine Malige, pantai Cobo, benteng Tahua dan tugu pendaratan "Sebastiano De Elcano" (pelaut dari Spanyol). Museum Kesultanan Tidore dikenal dengan nama Sonyine Malige, berisikan berbagai macam benda bersejarah peninggalan dari Kesultanan Tidore.

Yang unik dan fenomenal dari museum itu adalah Mahkota Berambut. Ada kepercayaan bahwa rambut yang menempel di bagian atas mahkota tersebut setiap tahunnya bisa tumbuh.

Sehubungan dengan rambut di mahkota tadi, dilakukanlah pemotongan dengan suatu prosesi atau upacara khusus di malam Idul Adha. Oleh para tetua di sana, calon putera mahkota Kesultanan Tidore ditentukan dari pas tidaknya makhota tadi diletakkan di atas kepalanya. Kalau bisa melekat dengan pas, dia berhak menjadi Sultan Tidore.

Kalau Anda menyukai pantai, jangan lupa datang ke Pantai Cobo yang sangat indah yang dikelilingi oleh pohon-pohon hijau yang lebat dan rindang sehingga membuat suasana di sekitarnya sejuk. Keindahan dari Pantai Cobo akan lebih terasa, bisa lebih dinikmati pada saat terbitnya dan tenggelamnya matahari.

6. Kuliner Khas Tidore

Makanan khas kota Tidore yang tidak terdapat di daerah lain di Maluku Utara adalah lapis tidore, kue bilolo, kue kale-kale, kue abu, mam raha, tela gule, uge ake, dan popeda. Lalu, ada kumpulan makanan adat yang dinamakan Ngam Saro.

Selain itu, ada asidah yang juga cukup dikenal. Kue ini memiliki bentuk yang unik dan memiliki cita rasa yang mampu menarik orang yang mencicipinya. Kue ini merupakan jajanan paling populer di Kota Tidore. Kue asidah biasanya memiliki dua jenis, yang membedakannya adalah bahan baku yang digunakan.

Kue asidah biasanya dibuat dengan bahan baku utama Kurma, namun tidak jarang masyarakat membuat kue asidah dengan menggunakan bahan baku Gula Aren. Walaupun bahan baku yang berbeda, kue asidah tetap memberikan rasa yang enak dan keunikan tersendiri.

5 Tips Liburan Aman Saat Pandemi

Infografis 5 Tips Liburan Aman Saat Pandemi. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis 5 Tips Liburan Aman Saat Pandemi. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya