Liputan6.com, Jakarta - Myanmar saat ini tak hanya dihantam pandemi tapi juga kudeta militer. Situasi itu menghantam banyak bidang usaha, termasuk usaha restoran. Tiga tahun lalu, chef Orng Joitamoi adalah pemilik sebuah restoran bintang lima di kawasan Mayangone, Yangon. Restoran mewah yang selalu ramai itu menyajikan makanan khas Prancis yang disukai warga Myanmar maupu para wisatawan asing.
Namun, karena dampak pandemi dan kudeta militer pada 1 Februari lalu, restoran tersebut tak lama kemudian tutup karena bangkrut. Chef Orng memutuskan menjadi penjual makanan di pinggir jalan atau biasa disebut street food. Ia hanya menjual congee, makanan sejenis bubur ayam yang disajikan dengann beragam bumbu khas Myanmar. Chef Orng memadukan bubur tersebut dengan sausages atau sosis.
"Tujuanku menjadi chef bukan karena ingin memasak di restoran mewah, tapi karena aku suka masak. Selama aku masih bisa memasak, maka aku seorang chef," ucap pria berusia 37 tahun itu, seperti diansir dari South China Morning Post, 27 April 2021.
Advertisement
Baca Juga
Saat membuka restoran yang diberi nama Orng Kitchen pada 2017, tempat tersebut langsung menjadi favorit para penyuka kuliner. Chef Orng bahkan mendapatkan penghargaan Chef of the Year oleh Myanmore Awards pada 2018 dan Restaurant of the Year pada 2019.
Ia kemudian mengubah nama restorannya menjadu Joitamoi by Chef Orng. Karena itu, banyak pelanggan, termasuk para diplomat dan staf kedutaan yang menyampaikan rasa simpati saat restoran tersebut resmi ditutup pada 20 April lalu.
Bukan hal mudah dan singkat bagi Orng untuk bisa meraih semua pencapaian tersebut. Di usia 19, pada 2002, pria yang lahir dari keluarga petani di Kyaikmayaw ini pindah ke Yangon untuk melanjutkan pendidikan.
Berbekal uang tabungan dari orangtuanya, Orng kemudian menempuh pendidikan di Inggris Raya. Ia pernah menjadi pekerja lepas di sebuah restoran di Edinburgh, Skotlandia, saat menempuh pendidikan master di jurusan politik. Namun ternyata ia lebih tertarik pada bidang kuliner dan tetap bekerja di restoran meski sudah lulus kuliah. Ia memulai karier sebagai asisten chef di Edinburgh, salah satunya di restoran kelas Michelin, Castle Terrace, dan menjadi koki kepala.
"Saya memang suka politik, tapi begitu saya belajar masak di sana (Skotlandia), saya merasa jatuh cinta. Saya pun memutuskan untuk menjadi koki sejak saya kembali ke Myanamr pada 2016," kenang Orng.
Meski begitu, bukan hal mudah untuk bisa sukses di bisnis restoran. Ia sempat mengalami jatuh bangun dan sempat harus menginap di restoran karena tak mampu menyewa tempat tinggal. Di awal 2020, Chef Orng memutuskan pindah ke kawasan Shin Saw Pu Roaddi Sanchaung dengan harapan akan bisa lebih sukses.
Saksikan Video Pilihan Berikut:
Keputusan yang Tepat
Usahanya berjalan dengan baik, meski tak lama kemudian pandemi mulai melanda. Salah satu kreasinya adalah membuat paket Fine Dining at Home yaitu makan mewah di rumah yang ternyata banyak diminati para petinggi dan orang-orang kaya di Myanmar.
Namun sejak terjadi kudeta militer, banyak pelanggan restoran Chef Orng yang sebagian besar para diplomat, meninggalkan Myanmar karena situasi di sana dianggap sedang tidak kondusif. Ia memutuskan untuk menutup restoran dan kemudian berjualan kuliner lokal yang harganya jauh lebih terjangkau.
Setelah berembug dengan beberapa anak buahnya yang masih setia bersamanya, Chef Orng memilih bubur khas Myanmar, congee yang ditambahkan sosis sebagai menu utama usaha barunya yaitu street food. Harga seporsi makanan tersebut sekitar Rp20 ribu dan ternyata banyak diminati.
"Kami berjualan di luar gedung selama dua hari dan ternyata laris sehingga kami yakin untuk meneruskan usaha ini," ucap Orng.
Meski situasi Myanmar belum kondusif, ia sedikit lebih tenang setelah istrinya yang sedang hamil anak pertama mereka sudah berada di kampung halamannya yang situasinya jauh lebih aman. Chef Orng juga meyakini telah mengambil keputusan yang tepat, karena ia masih bisa menghidupi keluarganya dan para karyawannya.
"Selama saya masih bisa memasak dan menafkahi keluarga dan staf saya, saya tidak merasa bersalah terhadap keputusan yang saya ambil," pungkasnya.
Advertisement