Liputan6.com, Jakarta - Terinspirasi dari sosok Arjuna dan Srikandi dalam epos Mahabrata yang selalu digambarkan sebagai laki-laki dan perempuan sejati tanpa melihat bahwa mereka memiliki identitas gender yang berbeda, komunitas seni Lune Teater membuat sebuah pertunjukan teater yang berjudul “Rectoverso”. Pementasan teater ini dilakukan di Gedung Kesenian Miss Tjitjih, Jakarta Pusat pada Jumat, 28 Mei 2021.
Pementasan teater ini juga diadakan untuk memperingati Hari Internasional Melawan Homofobia, Transfobia dan Bifobia yang diperingati setiap tanggal 17 Mei. Peringatan ini pertama kali dilakukan pada 2004 untuk menyoroti kekerasan dan diskriminasi yang dialami oleh orang-orang lesbian, gay, biseksual, transgender, intersex dan orang lain dengan orientasi seksual, gender, identitas atau ekspresi, dan karakteristik seks yang beragam.
Rectoverso menjadi pementasan teater dan tari kontemporer perdana dari komunitas “Lune Teater” yang merupakan penggiat film, tari, musik dan teater. Komunitas ini terdiri oleh beberapa mahasiswa dan alumnus dari Institut Kesenian Jakarta, Universitas Katolik Atma Jaya dan London School of Public Relations Jakarta yang berada di bawah naungan Lune Management dan D.I.Y Academy & Foundation.
Advertisement
Baca Juga
Kata Rectoverso sendiri merujuk pada dua laman berseberangan yang disebut folium rectum dan folium versum dalam bahasa Latin. Ibarat sebuah halaman buku yang terpisah pada bagian kiri dan kanan, jika dilihat kedua sisi ini memang terpisah. Namun, jika kita membacanya secara keseluruhan, tentu antar lembar bagian kiri dan kanan memiliki satu kesatuan atau hubungan yang utuh.
"Banyak manusia menghabiskan hidupnya dengan perasaan hampa dan tidak utuh kemudian mencari hal untuk mengisi kehampaan itu dengan sesuatu yang dipaksakan. Namun, tak pernah terpikir jika yang kita rasa tidak utuh itu adalah sebuah rectoverso. Artinya kita hanya perlu mengubah perspektif tentang dunia dan diri kita untuk menjadi lebih utuh," ujar Hadi selaku perwakilan dari tim produksi teater Rectoverso kepada Liputan6.com, Sabtu, 29 Mei 2021.
Sosok Srikandi yang secara fisik merupakan seorang perempuan, ternyata memiliki keahlian memanah dan mahir berperang layaknya seorang laki-laki. Sedangkan, Arjuna sebagai sosok laki-laki digambarkan memiliki tutur kata yang sopan dan lembut serta hati yang halus bak seorang perempuan. Hal inilah yang berusaha ditampilkan melalui teater Rectoverso, tentang betapa kompleksnya karakter dan jati diri seorang manusia.
Karakter Srikandi diwakilkan oleh seorang tokoh bernama Stella yang merupakan seorang waria dan sosok Arjuna yang diwakilkan oleh tokoh Cinta yang merupakan wanita tulen.
Terlepas dari orientasi seksual keduanya, Stella adalah laki-laki yang memiliki sifat serta berpenampilan sebagai seorang perempuan sedangkan Cinta adalah perempuan yang tangguh dan tegar karena harus mampu melewati berbagai permasalahan dalam hidupnya.
Saksikan Video Pilihan Berikut:
Mengangkat Beragam Isu
Selain dua tokoh utama tersebut, terdapat beberapa tokoh lain dengan masalahnya masing-masing. Tokoh Sisca, merupakan seorang PSK yang ternyata selama menjalani pekerjaannya selalu dihantui rasa bersalah. Alex, pacar dari Cinta yang ternyata seorang biseksual dan hanya menjadikan Cinta sebagai pemuas nafsu.
Ada Marcel, seseorang yang mengaku sebagai heteroseksual namun ternyata kerap melakukan hubungan intim dengan seorang waria. Tokoh terakhir adalah Joe, seorang laki-laki dengan perawakan yang dingin dan gentlemen, namun ternyata sebenarnya adalah seorang gay dan mencintai salah seorang teman laki-lakinya.
Tak hanya mengangkat isu transpuan dan problematika kaum gender minoritas di Indonesia yang banyak mengalami diskriminasi dan penghakiman secara sosial dari masyarakat, teater ini juga membahas isu lain. Ada permasalahan korupsi yang dilakukan oleh orang-orang berdasi dan peristiwa tenggelamnya Kapal KRI Nanggala 402 pun turut menjadi perhatian.
"Diharapkan melalui seni pertunjukan ini dapat memberikan edukasi serta pandangan baru bagi masyarakat Indonesia mengenai isu gender, transpuan dan feminisme," tutup Hadi. (Dinda Rizky Amalia Siregar)
Advertisement