Peran Perempuan Petani Kopi Indonesia Masih Dipandang Sebelah Mata

Padahal, perempuan petani kopi bisa membantu suami mereka mengurus kebun kopi jika berhalangan.

oleh Liputan6.com diperbarui 16 Jun 2021, 07:16 WIB
Diterbitkan 16 Jun 2021, 07:10 WIB
Kopi Ciwidey
Petani Kopi Ciwidey (dok. Istimewa)

Liputan6.com, Jakarta - Tingginya minat terhadap kopi Indonesia turut membuka lapangan kerja bagi warga, termasuk sebagai petani kopi. Berdasarkan data International Coffee Organizatiion (ICO) 2019, Indonesia menjadi negara ketiga dengan jumlah petani kopi sebanyak 1,3 juta jiwa. Sedangkan, urutan pertama dan kedua diduduki Ethiopia dengan 2,2 juta rumah tangga petani kopi dan Uganda dengan 1,7 juta petani.

Dari 1,3 juta petani kopi di Indonesia didominasi oleh pria, sedangkan peran perempuan petani kerap kali tidak dianggap. Petani perempuan biasanya hanya diberikan pekerjaan sepele atau hanya sekadar membantu suami mereka menyiapkan makan siang di kebun.

Para perempuan yang bersuamikan petani kopi memang tidak dipaksa untuk turut membantu suami mereka di kebun. Namun, jika perempuan diberikan pengetahuan dan pelatihan, terutama dalam berkebun kopi, mereka bisa membantu bahkan menggantikan tugas suami mereka saat sedang berhalangan.

Pendapat di masyarakat terbelah, sebagian menganggap perempuan perlu mengikuti pelatihan, lainnya menganggap sebaliknya. Yang menganggap perlu karena jika perempuan mengikuti pelatihan, mereka bisa menambah wawasan serta pengalaman dalam bidang pertanian. Sementara, tidak perlu karena perempuan cukup mendapatkan ilmu dari para suami yang telah mengikuti pelatihan.

"Stigma ini datang dari kedua belah pihak, kaum laki-laki berpikir bahwa perempuan tidak perlu terlalu ikut campur dalam urusan perkebunan, sedangkan dalam pikiran perempuan tertanam bahwa mereka hanya perlu mengikuti keputusan para laki-laki," kata kata Elok Mulyoutami, peneliti gender yang bekerja sama dengan World Agroforestry (ICRAF) dalam webinar Gender dalam Praktik Agroforestri Kopi yang dilakukan secara daring pada Kamis, 10 Juni 2021.

Stigma itu menyebabkan para perempuan minim kesempatan untuk mengikuti pelatihan atau memiliki pengetahuan tentang berkebun kopi. Terlebih, jarang suami yang mampu menjelaskan secara detail dan jelas saat istri mereka ingin belajar tentang berkebun kopi. Saat para perempuan berpendapat, para pria kerap mengabaikan pendapat mereka karena dianggap tidak mengerti tentang mengolah kebun kopi. Stigma ini juga bisa berdampak pada produktivitas kopi.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:


Butuh Kerja Sama

Upaya Kementan untuk Dorong Pekebun Tingkatkan Kualitas Kopi
Petani Kopi.

Elok menyebut studi ini bukan bertujuan untuk membanding-bandingkan lantaran kedua pihak, yakni perempuan dan lelaki, dibutuhkan dalam mengelola kebun kopi. Pasalnya, pengelolaan kebun kompleks sehingga memerlukan perawatan yang lebih intensif.

Bila perempuan dan lelaki bisa bekerja sama, hal itu akan lebih memudahkan. Sebagai contoh konkrit, dalam pemilihan biji kopi saja, petani perempuan biasanya lebih teliti dan ulet dibandingkan laki-laki.

Tapi, pelatihan yang tersedia saat ini kebanyakan melibatkan kaum lelaki. Di sisi lain, para petani perempuan memiliki kepercayaan diri yang rendah dan kurang motivasi untuk mempelajari lebih dalam soal perkebunan kopi. Padahal, saat pengetahuan dan keterampilan petani perempuan meningkat, mereka bisa membantu meningkatkan pendapatan keluarga.

 

 

 


Cara Mengatasinya

Cara Membuat Kopi Hijau
Cara Membuat Kopi Hijau (Sumber: Pixabay)

Maka, mau tak mau pelatihan adalah solusinya. Sebelum itu, perlu diidentifikasi jenis pelatihan dan pengembangan yang sesuai dengan kebutuhan petani lelaki dan perempuan. Cara lainnya dengan membentuk kelompok perempuan dan mengidentifikasi petani perempuan yang bisa menjadi model dan contoh agar para petani perempuan lain lebih termotivasi.

Saat ini, sudah banyak kegiatan di masyarakat, termasuk pelatihan dalam bidang perkebunan kopi yang melibatkan para perempuan. Salah satunya adalah pelatihan yang diadakan oleh Sustainable Coffee Platform of Indonesia (SCOPI). Para petani perempuan diberi kesempatan untuk lebih mengenal dan memahami serta berbagi pengalaman dalam bidang perkebunan kopi.

Fasilitator dalam pelatihan juga diupayakan adalah seorang perempuan agar para peserta menjadi lebih nyaman. Penggunaan bahasa yang sederhana serta pemilihan waktu yang tepat juga menjadi kunci pelatihan tentang perkebunan kopi yang sukses. (Dinda Rizky Amalia Siregar)


Manfaat Detoks Kopi

Infografis Manfaat Detoks Kopi
Infografis Manfaat Detoks Kopi. (Liputan6.com/Lois Wilhelmina)
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya