IPB Susun Buku Panduan Gizi untuk Tekan Kasus Anemia Anak-Anak Pesantren

Santri dan santriwati di pesantren rawan terkena anemia lantaran berbagai hal, salah satunya kurang pengetahuan.

oleh Dinny Mutiah diperbarui 11 Jun 2024, 08:42 WIB
Diterbitkan 19 Agu 2021, 06:02 WIB
Memperbanyak Konsumsi Makanan Bergizi dan Air Putih
Ilustrasi Makanan Sehat Credit: pexels.com/Jane

Liputan6.com, Jakarta - Kasus anemia di kalangan anak pesantren masih jadi momok, terutama dialami santriwati. Banyak hal yang melatarbelakangi, salah satunya rendahnya pengetahuan soal gizi seimbang dan cara memenuhinya.

Diawali pilot project di dua pesantren pada 2018, School Lunch Program (SLP) kembali digelar pada tahun ini dengan menghadirkan modul berisi panduan edukasi gizi yang mudah diaplikasikan oleh pesantren, termasuk sekolah umum yang menyediakan menu makan siang bagi para siswa/siswinya. Program tersebut diinisiasi Departemen Gizi Masyarakat IPB dan Kementerian Agama, serta PT Ajinomoto Indonesia.

"Melalui Buku Panduan SLP ini, Ajinomoto ingin mengimplementasikan program ke lebih banyak pesantren dan sekolah umum dalam rangka meningkatkan status gizi anak-anak remaja di Indonesia, terutama di masa pandemi," kata Katarina Larasati, Public Relations Manager PT Ajinomoto Indonesia, dalam keterangan tertulis yang diterima Liputan6.com, Rabu (18/8/2021).

Menurut dia, pilot project yang dilakukan berhasil menurunkan prevalensi status anemia santri di pondok pesantren. Dalam program itu, mereka menyediakan menu tinggi kandungan zat besi, seperti rendang hati ayam, dan menu sayur yang mudah dimasak.

"Santri mulai makan lebih banyak. Hasilnya, kami mampu mengurangi 8 persen kejadian anemia di kalangan santri Pondok Pesantren Pertanian Darul Falah Bogor, dan 20,9 persen di Pondok Pesantren Darussalam Bogor," ia menambahkan.

Ia menilai School Lunch Program efektif sehingga ingin lebih banyak lagi pesantren yang mengadopsi program serupa. "Program ini menurut kami sangat penting, karena semua anak di Indonesia berhak mendapatkan metode pembelajaran yang efektif tanpa takut akan ancaman kesehatan di sekitarnya, apalagi di saat situasi pandemi seperti ini," kata Katarina.

Sementara, Dr. Rimbawan, dosen di Departemen Gizi Masyarakat IPB sekaligus Ketua Project SLP menyebut buku panduan itu tidak hanya bermanfaat bagi siswa, tetapi juga tenaga pengajar di institusi pendidikan. Pihaknya membagi menjadi tiga modul.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Isi Buku

Nampak sejumlah santri di pesantren Al-Masduqiyah tengah melaksanakan vaksinasi di lingkungan pesantren di Garut, Jawa Barat.
Nampak sejumlah santri di pesantren Al-Masduqiyah tengah melaksanakan vaksinasi di lingkungan pesantren di Garut, Jawa Barat. (Liputan6.com/Jayadi Supriadin)

Rimbawan menerangkan buku pertama berisi modul edukasi gizi di pesantren untuk membekali tenaga pengajar pengetahuan dasar tentang gizi dan kesehatan untuk anak dan remaja. Buku kedua merupakan modul penyediaan makan bergizi seimbang di pesantren.

"Buku kedua ini bermanfaat bagi pengelola dan tim penyedia makan pesantren," ujarnya saat menyosialisasikan modul dalam Webinar School Lunch Program, pada 31 Juli--1 Agustus 2021, dan dihadiri peserta dari pesantren di Jawa Barat dan Jawa Timur.

Sementara, buku ketiga berisi kumpulan resep dan pilihan aplikasi menu lezat bergizi seimbang. Buku panduan itu berwujud buku elektronik yang bisa diunduh secara gratis, tapi terbatas. Panitia menyediakan 100 kuota unduhan.

"Pengamatan kami menunjukkan bahwa pesantren merupakan lembaga pendidikan yang mengalami banyak kemajuan, namun dalam hal pangan, gizi, dan kesehatan, masih belum mendapatkan perhatian yang proporsional. Pada umumnya siswa/i mondok di pesantren.Oleh karena itu, kami menilai jika kondisi pangan, gizi dan kesehatannya baik, akan sangat berdampak pada peningkatan capaian pembelajarannya," ia menjelaskan.

Investasi Masa Depan

Pengaruh Anemia
Ilustrasi Anemia Credit: pexels.com/Yunalya

Anemia merupakan kondisi tubuh kekurangan zat besi. Banyak remaja putri di pesantren mengalami anemia tingkat ringan hingga sedang. Mereka rawan terkena anemia karena setiap bulan mengalami menstruasi.

WHO menyatakan defisiensi zat besi pada remaja putri akan berdampak pada kondisi kesehatan saat ini dan masa depan. Di periode saat ini, anemia bisa menyebabkan gangguan perkembangan fisik, menurunnya konsentrasi belajar yang mengakibatkan prestasi belajar menurun, dan daya tahan tubuh lebih lemah hingga mudah terinfeksi.

Kondisi ini jika dibiarkan akan berdampak buruk dan lebih serius, memperbesar risiko kematian ibu melahirkan, bayi prematur, dan berat bayi lahir rendah. Anemia dapat dihindari dengan mengonsumsi makanan yang tinggi zat besi, asam folat, vitamin A, vitamin C dan zinc serta pemberian tablet tambah darah (TTD). 

Panduan Isolasi Mandiri Covid-19 untuk Anak

Infografis Panduan Isolasi Mandiri Covid-19 untuk Anak. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Panduan Isolasi Mandiri Covid-19 untuk Anak. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya