Kasus Bunuh Diri Anak di Jepang Catat Rekor Tertinggi

Angka kasus bunuh diri anak di Jepang meningkat 31 persen dibanding tahun ajaran sebelumnya.

oleh Asnida Riani diperbarui 14 Okt 2021, 20:01 WIB
Diterbitkan 14 Okt 2021, 20:01 WIB
Bunuh Diri Bisa Disebabkan Oleh Gangguan Kepribadian
Ilustrasi anak bunuh diri. Credit: freepik.com

Liputan6.com, Jakarta - Kasus bunuh diri di kalangan anak-anak sekolah di Jepang mencapai rekor tertinggi pada tahun ajaran kemarin, menurut laporan Kementerian Pendidikan Jepang yang diterbitkan Rabu, 13 Oktober 2021. Negeri Sakura mencatat 415 kasus bunuh diri pada anak berusia 6 hingga 18 tahun selama tahun ajaran 2020, jumlah tertinggi sejak pencatatan dimulai pada 1974.

Melansir CNN, Kamis, 14 Oktober 2021, faktor-faktor meningkatnya kasus tersebut termasuk masalah keluarga, hasil sekolah yang buruk, hubungan dengan anak-anak lain, dan penyakit, lapor lembaga penyiaran publik Jepang NHK. Namun, alasan di balik lebih dari setengah kasus bunuh diri yang dilaporkan tahun ajaran lalu tidak diketahui, kata NHK.

Angka itu 31 persen lebih tinggi dari tahun ajaran sebelumnya, ketika tercatat 317 kasus bunuh diri anak. "Peningkatan kasus bunuh diri sangat mengkhawatirkan," kata Eguchi Arichika, kepala divisi anak-anak dan kemahasiswaan Kementerian Pendidikan Jepang.

Pihaknya melakukan survei tahunan di semua tingkatan sekolah, mengumpulkan data tentang bunuh diri, intimidasi, dan bolos. Laporan terbaru juga menemukan bahwa lebih dari 190 ribu siswa sekolah dasar dan sekolah menengah pertama tidak masuk kelas selama 30 hari atau lebih pada tahun ajaran lalu.

Itu rekor tertinggi, naik sekitar 8 persen dari tahun sebelumnya. "Hasilnya menunjukkan bahwa pandemi telah menyebabkan perubahan di lingkungan sekolah dan keluarga, serta berdampak pada perilaku anak-anak,” kata Eguchi.

"Saya ingin mempromosikan upaya untuk mempermudah berbagi cara di mana orang dapat menemukan bantuan dan memastikan anak-anak yang tidak (datang ke) sekolah dapat terus belajar," imbuhnya.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Terbuka Membahas Kesehatan Mental

ilustrasi depresi persisten/unsplash
ilustrasi depresi/unsplash

Tidak jelas seberapa berpengaruh kuncitara pandemi pada peningkatan ketidakhadiran sekolah. Sekolah dasar dan sekolah menengah pertama ditutup di Jepang dari bulan Maret hingga akhir Mei 2020.

Tahun ajaran baru di Jepang dimulai pada April dan berakhir pada Maret tahun berikutnya. Survei menunjukkan sekitar 30 ribu siswa tidak masuk sekolah selama 30 hari atau lebih karena kekhawatiran tentang infeksi virus corona baru, NHK melaporkan.

Sebelumnya, Xinhuanet mencatat, sekolah-sekolah di Jepang telah mengadakan sesi yang membahas kesehatan mental. Upaya ini bermaksud membantu para murid melaporkan kondisi mereka menggunakan teknologi.

Jangan Ragu Cari Bantuan

Ilustrasi Anak Sekolah di Jepang.
Anak Sekolah di Jepang.(AFP/ Odd Andersen)

Pada sesi pendidikan kesehatan mental yang diselenggarakan sebuah sekolah menengah pertama di Prefektur Wakayama di barat Jepang pada Maret 2021, Eriko Fujita, seorang konselor sekolah menjelaskan pada sekitar 140 murid untuk mengenali tanda-tanda masalah kesehatan mental.

Ia menyarankan siswa kelas dua sekolah menengah pertama untuk berhati-hati terhadap perubahan kebiasaan mereka, seperti memakan lebih banyak makanan penutup dan menghabiskan lebih banyak waktu dengan hewan peliharaan daripada biasanya. "Anda dapat mempelajari kondisi mental Anda dengan memperhatikan perubahan fisik dan perilaku Anda," kata Fujita.

Sementara seorang siswi SMA yang berpartisipasi dalam sesi untuk berbagi pengalamannya mengatakan bahwa ia telah meminta bantuan dari otoritas setempat ketika merasa kesehatan mentalnya memburuk. Ia mengaku tidak perlu ragu untuk mengirimkan sinyal SOS.

Sejak sesi pendidikan kesehatan mental dibuka, semakin banyak pelajar di sekolah, yang berafiliasi dengan Fakultas Pendidikan Wakayama University, berkonsultasi dengan guru tentang kondisi mental mereka. "Kesadaran bahwa mencari bantuan itu penting telah menyebar," tutur Fujita.

 

Kontak Bantuan

Bunuh diri bukan jawaban apalagi solusi dari semua permasalahan hidup yang seringkali menghimpit. Bila Anda, teman, saudara, atau keluarga yang Anda kenal sedang mengalami masa sulit, dilanda depresi dan merasakan dorongan untuk bunuh diri, sangat disarankan menghubungi dokter kesehatan jiwa di fasilitas kesehatan (Puskesmas atau Rumah Sakit) terdekat.

Bisa juga mengunduh aplikasi Sahabatku: https://play.google.com/store/apps/details?id=com.tldigital.sahabatku

Atau hubungi Call Center 24 jam Halo Kemenkes 1500-567 yang melayani berbagai pengaduan, permintaan, dan saran masyarakat.

Anda juga bisa mengirim pesan singkat ke 081281562620, faksimili (021) 5223002, 52921669, dan alamat surat elektronik (surel) kontak@kemkes.go.id.

Infografis 4 Tips Jaga Kesehatan Mental Saat Pandemi COVID-19

Infografis 4 Tips Jaga Kesehatan Mental Saat Pandemi Covid-19. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis 4 Tips Jaga Kesehatan Mental Saat Pandemi Covid-19. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya