Liputan6.com, Jakarta - Penduduk Jepang yang lajang sampai usia tua telah mengintensifkan masalah baru bagi perusahaan real estate. Meningkatnya fenomena orang tua yang meninggal sendirian dan tidak ditemukan dalam waktu yang lama membuat mereka kemudian menolak penyewa lebih tua.
Pasalnya, agen penjual takut menanggung biaya pembersihan setelah penyewa lebih tua meninggal sendiri, yang kemudian dikenal sebagai kematian kesepian. Di Tokyo saja, ada 5.513 kematian kesepian pada 2018. Menurut Suumo, sebuah perusahaan real estate Jepang, harga properti tempat seseorang meninggal karena kematian alami atau kesepian turun 10 hingga 20 persen.
Namun, melansir VICE World News, Selasa (19/10/2021), Kementerian Pertanahan, Infrastruktur, Transportasi dan Pariwisata Jepang merilis pedoman baru. Dalam kebijakan baru ini, mereka tidak diharuskan memberi tahu penyewa baru tentang kematian alami di properti itu.
Advertisement
Baca Juga
Pihaknya juga tidak boleh memberi tahu tentang pembersihan kematian kesepian jika itu terjadi lebih dari tiga tahun lalu. Menurut Mitsunori Ishida, seorang profesor di Waseda University yang mempelajari kematian kesepian, dampak sosial dari fenomena tersebut baru mulai dibahas secara luas 10 tahun lalu.
Setelah gempa bumi besar Hanshin pada 1995, ada desas-desus bahwa orang-orang meninggal dalam kematian kesepian di tempat penampungan darurat. "Tapi itu dilihat sebagai contoh luar biasa karena terjadi di tempat penampungan," katanya.
"Namun pada 2000-an, ketika semakin banyak orang meninggal dalam kesepian di kompleks perumahan, orang-orang mulai melihatnya sebagai masalah," tuturnya.
Ishida mengatakan, kesendirian dihormati di Jepang. "Itu dilihat sebagai hak yang jelas. Tapi, apakah kesendirian itu akan menghasilkan kematian kesepian, atau apakah mereka hanya memilih menyendiri, sulit untuk dikatakan," ujarnya.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Solusi Teknologi
Terlepas dari penghormatan itu, begitu penghuni meninggal sendirian, pemilik properti ingin segera mengetahuinya. Ini untuk mencegah tubuh membusuk, serta menghindari pembersihan yang lebih mahal dan lebih sulit.
Solusinya, perusahaan sekarang memasang layanan pemantauan AI dan sensor gerak di dalam rumah orang tua. Inovasi ini diklaim dapat mendeteksi ketika penghuni tidak lagi bergerak.
R65 inc., agen real estate Jepang yang secara khusus membantu mereka yang berusia 65 tahun ke atas menemukan rumah, menawarkan layanan semacam itu. Dengan "Paket Pemantauan yang Meyakinkan," perusahaan memasang AI yang mencatat penggunaan listrik dan memantau setiap kelainan yang mengindikasikan seseorang mungkin telah meninggal.
Jika ketidakteraturan tersebut terdeteksi selama lebih dari 20 jam, panggilan suara otomatis akan menghubungi warga. Jika mereka tidak menjawab, email akan dikirim ke pemilik atau makelar yang bertanggung jawab atas properti tersebut.
Advertisement
Penuhi Keinginan Pelanggan
Menurut pendiri perusahaan, Ryo Yamamoto, menggunakan AI untuk melacak penggunaan listrik berarti tidak invasif dan melindungi privasi seseorang, masalah yang diperdebatkan banyak pelanggan. "Ada beberapa orang yang bertanya apakah teknologi ini berfungsi, karena sangat halus dan tidak mengganggu," katanya.
Tokyo Gas, penyedia gas dan listrik utama untuk ibu kota dan kota-kota terdekat, telah memasang teknologi serupa, dengan rencana memasang sensor di lebih dari 70 ribu rumah mulai Desember ini. Tapi, teknologi ini tidak hanya bermanfaat bagi perusahaan dan pengembang real estate.
Yamamoto mengatakan pelanggan mereka yang lebih tua sering menyebut tidak ingin jadi beban setelah meninggal dunia. Kemudian, ada juga kecenderungan ingin ditemukan sebelum membusuk. Mereka "memilih untuk terlihat seperti masih tidur ketika ditemukan."
Infografis 4 Tips Hindari Penularan COVID-19 Saat Musim Hujan
Advertisement