Pemulihan Covid-19 Berdampak Jangka Panjang pada Perubahan Iklim dan Kesehatan

49 persen negara mengatakan memiliki rencana atau strategi kesehatan dan perubahan iklim nasional.

oleh Henry diperbarui 25 Okt 2021, 04:03 WIB
Diterbitkan 25 Okt 2021, 04:03 WIB
Ilustrasi Perubahan Iklim
Ilustrasi perubahan iklim. (dok. Unsplash.com/Lucas Marcomini/@lucasmarcomini)

Liputan6.com, Jakarta - Banyak negara kurang siap menghadapi dampak kesehatan dari perubahan iklim. Dalam survei Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) 2021 tentang kesehatan dan perubahan iklim, hanya 45 dari 91 negara yang disurvei, atau 49 persen, mengatakan memiliki rencana atau strategi kesehatan dan perubahan iklim nasional.

Lalu, hanya 8 dari 45 negara yang melaporkan bahwa penilaian mereka tentang dampak perubahan iklim terhadap kesehatan warganya telah mempengaruhi alokasi sumber daya manusia dan keuangan. Survei juga menemukan 69 persen negara melaporkan pembiayaan yang tidak mencukupi sebagai penghalang untuk mengimplementasikan rencana ini.

Data tersebut diungkap dalam laporan terbaru Lancet Countdown yang dirilis pada 21 Oktober 2021 yang juga diterima Liputan6.com. Lancet Countdown adalah sebuah kolaborasi internasional yang secara independen memantau dampak kesehatan dari perubahan iklim.

"Perubahan iklim ada di sini dan kami sudah melihatnya merusak kesehatan manusia di seluruh dunia," kata Anthony Costello, Direktur Eksekutif Lancet Countdown, dalam webinar beberapa hari lalu.Laporan Lancet Countdown 2021 menunjukkan bahwa populasi 134 negara telah mengalami peningkatan paparan kebakaran hutan di masa pandemi Covid-19.

Jutaan petani dan pekerja konstruksi bisa kehilangan penghasilan karena pada hari-hari tertentu cuaca terlalu panas bagi mereka untuk bekerja. Kekeringan jadi lebih luas dari sebelumnya.

Dalam satu bagian dari laporan itu bahkan merinci kalau pada 2020, lansia (di atas 65 tahun) di Indonesia termasuk yang terdampak paling parah dari paparan gelombang panas bersama lansia di Cina, India, Amerika, dan Jepang. Lancet Countdown mencatat mereka terpapar 3,1 miliar hari lebih banyak daripada jumlah rata-rata di periode 1986-2005.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Peringatan Suram

Pemulihan Covid-19 Berdampak Jangka Panjang pada Perubahan Iklim dan Kesehatan
Pemulihan Covid-19 Berdampak Jangka Panjang pada Perubahan Iklim dan Kesehatan. (Liputan6.com/Henry)

Uniknya, selama ini BMKG selalu menyebut cuaca panas di Indonesia yang hampir setiap tahun ramai dikeluhkan di media sosial bukanlah fenomena gelombang panas. Secara keseluruhan, laporan Lancet Countdown 2021 memiliki lebih dari 40 indikator kesehatan dan sebagian besar dinilai merah.

“Ini adalah laporan keenam kami yang melacak kemajuan kesehatan dan perubahan iklim dan sayangnya kami masih belum melihat percepatan perubahan yang dibutuhkan,” jelas Maria Romanello, penulis utama laporan Lancet Countdown 2021.Dia memberi catatan sedikit peningkatan kepada tren emisi, energi terbarukan, dan penanggulangan polusi.

Tapi penekanan justru disampaikannya atas beragam kejadian sepanjang tahun ini berupa gelombang panas yang hebat, banjir yang mematikan, dan kebakaran hutan. “Ini adalah peringatan suram bahwa jika setiap hari kita menunda respons kita terhadap perubahan iklim, situasinya akan menjadi lebih kritis,” lanjutnya.

Lancet Countdown menaruh harapan besar bahwa upaya negara-negara untuk memulai kembali ekonomi mereka setelah pandemi dapat diorientasikan untuk menanggapi perubahan iklim dan Covid-19 secara bersamaan.

3 Dampak Perubahan Iklim

Pemulihan Covid-19 Berdampak Jangka Panjang pada Perubahan Iklim dan Kesehatan
Pemulihan Covid-19 Berdampak Jangka Panjang pada Perubahan Iklim dan Kesehatan. (Liputan6.com/Henry)

Laporan Lancet Countdown mewakili konsensus para peneliti terkemuka dari 38 institusi akademik dan badan-badan PBB. Ke-44 indikator dalam laporan tahun 2021 memperlihatkan peningkatan dampak kesehatan dari perubahan iklim berikut ini:

1. Potensi wabah demam berdarah, chikungunya dan Zika meningkat paling pesat di negara-negara dengan indeks pembangunan manusia yang sangat tinggi, termasuk di Eropa.

2. Kecenderungan infeksi malaria yang meningkat di daerah dataran tinggi yang lebih dingin di negara-negara dengan indeks pembangunan manusia yang rendah. Pantai di sekitar Eropa utara dan AS menjadi lebih kondusif bagi bakteri yang menyebabkan gastroenteritis, infeksi luka parah, dan sepsis.

Di negara-negara dengan sumber daya terbatas, dinamika yang sama menempatkan kemajuan puluhan tahun dalam mengendalikan atau menghilangkan penyakit ini dalam risiko.

3.Ada 569,6 juta orang yang tinggal kurang dari lima meter di atas permukaan laut saat ini, yang dapat menghadapi peningkatan risiko banjir, badai yang lebih intens, dan larutan garam fisiologi tanah dan air. Banyak dari orang-orang ini dapat dipaksa untuk meninggalkan daerah-daerah tersebut secara permanen dan bermigrasi lebih jauh ke pedalaman.

5 Tips Tetap Sehat di Masa Pandemi Covid-19

Infografis 5 Tips Tetap Sehat di Masa Pandemi Covid-19. (Liputan6.com/Niman)
Infografis 5 Tips Tetap Sehat di Masa Pandemi Covid-19. (Liputan6.com/Niman)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya