8 Karya Warisan Budaya Takbenda Indonesia Asal Jawa Barat (Bagian 3)

Karinding menjadi salah satu warisan budaya asal Jawa Barat yang diakui secara nasional oleh Kemendikbud.

oleh Putu Elmira diperbarui 06 Nov 2021, 17:30 WIB
Diterbitkan 06 Nov 2021, 17:30 WIB
Kesenian karinding, salah satu seni kebudayaan sunda yang ikut dipentaskan dalam penghijauan hutan
Kesenian karinding, salah satu seni kebudayaan sunda yang ikut dipentaskan dalam penghijauan hutan (Liputan6.com/Jayadi Supriadin)

Liputan6.com, Jakarta - Melalui sidang yang digelar pada akhir Oktober 2021, tercatat 289 karya budaya ditetapkan menjasi Warisan Budaya Takbenda Indonesia 2021. Sebanyak 22 karya budaya di antaranya berasal dari Jawa Barat.

Pada bagian ketiga akan merangkum akhir dari seri karya budaya sebagai Warisan Budaya Takbenda Indonesia 2021 asal Jawa Barat. Simak selengkapnya seperti dilansir dari laman Warisan Budaya Kemdikbud, Sabtu (6/11/2021), berikut ini.

1. Karinding

Karinding adalah alat musik berukuran kecil yang terbuat dari pohon enau atau bambu, yang berbunyi nyaring. Instrumen ini terdapat di hampir seluruh dunia dengan berbagai bahan dan teknik memainkannya.

Karinding konon telah ada di tanah Sunda sejak 300 tahun lalu. Alat musik tradisional yang dikategorikan permainan rakyat ini hanya dapat dimainkan dalam satu kunci nada yang dibunyikannya dengan meniup dan menggerakkan bagian ujungnya.

2. Tata Ruang Kampung Pulo Cangkuang

Dikutip dari jabarprov.go.id, Sabtu (6/11/2021), Kampung Pulo adalah perkampungan yang berada di pulau di tengah kawasan Situ Cangkuang. Kampung ini terletak di Desa Cangkuang, Kampung Cijakar, kecamatan Leles, Kabupaten Garut Propinsi Jawa Barat.

Menurut cerita rakyat, warga Kampung Pulo dulunya beragama Hindu, lalu Embah Dalem Arif Muhammad singgah di daerah ini karena ia terpaksa mundur karena kalah dari Belanda. Kekalahan membuat Embah Dalem Arif Muhammad tidak mau kembali ke Mataram karena malu dan takut pada Sultan agung.

Beliau mulai menyebarkan agama Islam pada masyarakat Kampung Pulo. Embah Dalem Arif Muhammad dan kawan-kawannya menetap di daerah Kampung Pulo hingga wafat dan dimakamkan di Kampung Pulo.

Embah Dalem Arif Muhammad meninggalkan enam anak perempuan dan satu anak laki-laki. Karena itu, di Kampung Pulo terdapat enam buah rumah adat yang berjejer saling berhadapan, masing-masing tiga buah rumah di kiri dan di kanan, ditambah dengan sebuah masjid.

Jumlah dari rumah tersebut tidak boleh ditambah atau dikurangi serta yang tinggal di rumah tersebut tidak boleh lebih dari enam kepala keluarga. Jika seorang anak sudah dewasa kemudian menikah, paling lambat dua minggu setelah itu harus meninggalkan rumah dan harus keluar dari lingkungan keenam rumah tersebut.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

3. RASI

RASI (Beras Singkong)
RASI (Beras Singkong) adalah karya budaya asal Jawa Barat yang ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda Indonesia 2021. (dok. warisanbudaya.kemdikbud.go.id)

RASI (Beras Singkong) merupakangmakanan pokok masyarakat Kampung Cirendeu, Kecamatan Cimahi Selatan, Provinsi Jawa Barat. Masyarakat Cireundeu telah diversifikasi sebagai masyarakat yang telah menerapkan pola pangan nonberas sejak 1924.

Menurut Patriasih, dkk. (2011), secara adat mereka menabukan berbagai yang terbuat dari beras. Tabu makan nasi (beras) dilakukan sejak 1918. Pada saat penjajahan Belanda, Cireundeu mengalami bencana kekeringan dan padi menjadi puso, sementara suplai beras dari pemerintah Belanda waktu itu sangatlah sulit.

4. Palakiah Palean Raga

Sejarah ritual Palakiah Palean Raga di Kampung Gunung Dukuh Desa Citapen Kabupaten Bandung Barat, merujuk pada lahirnya Paguron Ajaran Pencak Silat Gadjah Putih Mega Paksi Pusaka oleh Maha Guru KH. Adjie Djaenudin bin H. Usman.

Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Bandung Barat pada 2019, Palakiah Palean Raga dijadikan syarat bagi setiap calon pesilat sebelum mengikuti bela diri. Tujuannya agar calon pesilat dapat selamat lahir dan batinnya pada saat mengikuti pelatihan pencak silat di Paguron Gadjah Putih Mega Paksi.

Rangkaian dari ritual ini termasuk melancarkan gerakan otot sehingga mudah untuk menguasai jurus-jurus yang diajarkan. Palakiah Palean Raga dipercaya sebagai perbuatan mulia yang mampu membuat badan atau raga menjadi lentur melalui tindakan pijit, urut, dan totok.

5. Cerita Pantun Nyai Sumur Bandung

Cerita Pantun Sunda adalah cerita tutur dalam bentuk sastra Sunda lama yang disajikan secara paparan (prolog), dialog, dan kerap dinyanyikan. Cerita ini dilantunkan oleh seorang juru pantun sambil diiringi alat musik kecapi yang dimainkannya sendiri.

Cerita Pantun Nyai Sumur Bandung dipertunjukkan dalam acara syukuran 40 hari kelahiran bayi perempuan. Sinopsis Cerita Pantun Nyi Sumur Bandung Negara Kutawaringin merupakan negara yang subur dan makmur yang tidak pernah kekurangan apapun dan masyarakatnya berpengetahuan tinggi.

 

6. Bordir Tasikmalaya

Menurut sejarah, industri Bordir Tasikmalaya pertama kali tumbuh dan berkembang pada 1925 di Desa Tanjung, Kecamatan Kawalu, Kota Tasikmalaya. Salah seorang perintisnya adalah perempuan bernama Hj. Umayah binti H. Musa, yang pada tahun sebelumnya bekerja di perusahaan Amerika, yakni Singer.

Ciri khas dari bordir Tasikmalaya adalah kuatnya nilai-nilai kearifan lokal yang tertuang dalam rupa bordirnya. Ada beberapa nilai yang dapat menyatu dengan nilai tradisional, namun ada pula yang masih dipertahankan karena merupakan ciri dan menyatu dengan keyakinan hidup masyarakat. Sebagai masyarakat adat, masyarakat perajin bordir memiliki tradisi dan kepercayaan yang kuat terhadap ikatan moral, setiap terjadi pelanggaran terhadap tradisi dianggap akan menghancurkan tatanan kehidupannya.

7. Angklung Gubrag

Angklung Gubrag biasanya ditampilkan pada saat ritual penanaman padi dengan maksud agar hasil panen berlimpah. Instrumen yang digunakan enam buah angklung menggunakan bambu hitam.

8. Upacara Hajat Arwah

Sejarah Upacara Hajat Arwah di Kampung Parakansalam, Desa Nyalindung, Kecamatan Cipatat, merujuk pada amanat leluhur keturunan pendiri Kampung Parakansalam, yakni Embah Dalem Jagasakti. Makna dari Upacara Hajat Arwah ialah pentingnya menghormati orangtua, baik masih hidup maupun telah tiada.

Nilai menghormati orangtua yang dimaksud adalah menghormati jasa para leluhur yang sudah membangun Kampung Parakansalam dan memberikan kehidupan yang aman kepada masyarakat setempat. Sebagai turunannya, masyarakat beserta sesepuh berdoa kepada Allah SWT seraya berharap arwah yang telah membangun kampung mereka akan terus mendapat pahala yang mengalir karena jasa budi baik amaliahnya. (Koentjaraningrat, 2002).

Infografis Wayang Potehi

Infografis Wayang Potehi
Wayang Potehi menjadi salah satu warusan seni budaya Tionghoa - Jawa
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya