Liputan6.com, Jakarta - Dana Anak-Anak Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNICEF) bekerja sama dengan instansi pemerintah Indonesia membuat sebuah gerakan #DihantuiTai. Poster kampanye bergambar monster itu mulai beredar secara digital mulai Rabu, 16 Februari 2022.
Kampanye itu ternyata berlatar kesadaran dan kepedulian masyarakat Indonesia masih rendah terhadap sanitasi. Hal itu dapat dilihat dari masih banyaknya masyarakat Indonesia yang tidak mengolah air limbah domestik secara aman.
Gerakan #DihantuiTai bertujuan untuk menyebarkan informasi tentang pentingnya menjaga dan mengelola sanitasi dengan baik demi meminimalisir bahaya dari tinja yang tidak dikelola dengan aman, khususnya terhadap anak-anak.
Advertisement
Baca Juga
"Faktanya setiap tahun di Indonesia, jumlah anak Indonesia yang meninggal akibat diare mencapai 150 ribu jiwa," tulis UNICEF dalam situs cekidot.org.
Untuk mengetahui gerakan tersebut secara lebih mendalam, UNICEF membuat situs cekidot. org. Salah satu badan PBB itu ingin menciptakan pusat informasi yang membantu masyarakat menjaga kebersihan air dan lingkungan melalui inisiatif Cek dan Sedot (CEKIDOT).
Inisiatif tersebut sebagai cara memastikan jamban di rumah dilengkapi dengan septic tank yang sesuai standar. Selain itu, warga didorong untuk menyedot lumpur tinja atau menguras septic tank secara berkala minimal tiga tahun sekali.
Â
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Masuknya Tinja ke Dalam Tubuh
Menurut UNICEF, masuknya tinja ke dalam tubuh manusia seringkali melalui mulut dengan berbagai jalur atau yang lebih dikenal dengan rute feses-oral. Rute ini menggambarkan rute penularan penyakit yang bersumber dari feses yang mengandung patogen.
Lewat situs tersebut, dijelaskan tentang lima jalur yang memungkinkan perpindahan patogen dari satu orang ke orang lain sehingga dikenal dengan nama 5F, yaitu mulai dari fingers atau tangan hingga ke food atau makanan.
"Fingers (tangan); patogen dari tinja masuk melalui tangan yang tidak dicuci secara benar setelah membersihkan dubur atau mengganti popok bayi. Flies (lalat); lalat adalah salah satu vektor penyakit yang menyebarkan kontaminasi tinja yang berasal dari perilaku buang air besar sembarangan," tulis situs tersebut.Â
Â
Advertisement
Dari Tanah hingga Makanan
Selanjutnya lewat Field (ladang atau tanah). Tanah yang tercemar tinja dari perilaku buang air besar sembarangan atau dari rembesan ‘tangki septik’ yang tidak sesuai dengan standar.
Kontaminasi bisa juga lewat Fluid (cairan). Air yang dikonsumsi dan digunakan tercemar tinja, misalnya karena pembuangan tinja dari toilet yang terhubung langsung ke sungai atau parit, dan pencemaran air tanah dari ‘tangki septik’ yang tidak sesuai dengan standard.
Terakhir adalah lewat Food (makanan). Makanan yang tidak ditutup dengan baik dapat dihinggapi lalat yang membawa patogen dari tinja yang tidak ditangani dengan baik.
Bahaya Tinja
Tinja manusia berisikan beragam bakteri (seperti Vibrio cholerae, Shigella, Salmonella thypii, dan lain-lain), virus (seperti virus hepatitis A, hepatitis B, virus polio dan lain-lain), cacing (seperti cacing pita dan cacing yang ditularkan melalui tanah) dan mikroorganisme patogen lainnya yang menyebabkan penyakit berbahaya, terutama bagi anak-anak. Salah satunya adalah diare
Data dari Centers for Disease Control and Prevention (CDC) menyatakan bahwa diare menyebabkan lebih dari 2.000 anak meninggal setiap hari lebih dari kematian akibat AIDS, malaria maupun cacar. Di Indonesia, menurut data Kementerian Kesehatan pada Juni 2020, diare menempati posisi pertama sebagai penyebab kematian balita.
Diare yang berturut-turut dapat menghambat pertumbuhan fisik dan intelektual (yang sering disebut dengan stunting) akibat gangguan pencernaan yang mengganggu penyerapan nutrisi dan menyebabkan pertumbuhan kognitif yang rendah. Dengan demikian, dampak dari kontaminasi tinja ini sangat besar dan perlu penanganan secara lebih serius.
Â
Advertisement