Liputan6.com, Jakarta - Nama Bosscha sering diidentikkan dengan observatorium yang berada di Lembang, Bandung Barat. Faktanya, pria bernama lengkap Karel Albert Rudolf Bosscha itu dikenal di masa lalu sebagai pendiri sekaligus pemilik Perkebunan Teh Malabar Pangalengan. Ia bahkan dijuluki sebagai Raja Teh Priangan.
Perkebunan teh itu berdiri di atas lahan seluas lebih dari 2.000 hektare. Selain teh, ia juga menanaminya dengan kina yang merupakan obat malaria. Jejak peninggalannya masih bisa ditemukan di berbagai sudut wilayah Bandung, salah satunya Rumah Bosscha.
Advertisement
Baca Juga
Menurut Alam Buchori Muslim, staf pemasaran agrowisata PTPN VIII, rumah tersebut dibangun tepat ketika Bosscha mendirikan Perkebunan Teh Malabar pada 1896. Luas bangunannya sekitar 550 meter persegi. Meneer Belanda menempati rumah itu hingga akhir hayatnya, yakni pada 26 November 1928.
"Karena kecintaannya pada Malabar, dia meminta agar jasadnya disemayamkan di antara pepohonan teh di Perkebunan Teh Malabar yang tidak jauh dari rumahnya yang sekarang dikenal dengan Rumah Bosscha," kata Alam kepada Liputan6.com, Senin, 21 Februari 2022.
Rumah peristirahatan itu mengadopsi arsitektur Eropa yang ditandai oleh cerobong asap dari tungku kayu bakar di ruang tengah. Rumah itu terdiri dari beberapa kamar tidur dan kamar mandi, ruang tamu, ruang makan, ruang keluarga, bar, dapur bersih, dapur kotor, dan ruang bawah tanah.
Bangunan didominasi oleh material kayu dan batu alam berwana hitam yang bisa terlihat di dinding luar. Rumah dikeliling tanaman besar dan kecil yang menambah keasrian bangunan berbentuk persegi itu. Rumah tersebut pernah direnovasi beberapa kali, seperti saat penjajahan Jepang sekitar 1942 dan Gempa Pangalengan yang terasa sampai Malabar.
"Peralatan dan furnitur di sana masih asli dan kita bisa melihat perjalanan hidup Bosscha sampai meninggal dunia. Makamnya pun tidak jauh dari Rumah Bosscha masih ada dan masih terjaga hingga sekarang," imbuh Alam.
Meski berdekatan dengan makam, Alam memastikan kawasan tersebut tidak seseram yang dibayangkan. "Justru pengunjung akan dimanjakan dengan suasana historical Eropa yang kental dan udara yang sejuk di tengah perkebunan teh, wawasan sejarah pun bertambah," ujarnya berpromosi.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Paket Wisata
Rumah Bosscha dinyatakan sebagai cagar budaya tingkat Provinsi Jawa Barat dan dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Cagar Budaya dan terdaftar pada Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat. Rumah itu kini difungsikan sebagai salah satu objek wisata dalam paket Bosscha Heritage yang mulai dibuka untuk umum sekitar era 90-an.
Dengan paket tersebut, wisatawan bisa mengunjungi rumah dan makam Bosscha serta Gunung Nini. Objek wisata alam itu sebenarnya adalah bukit. Menurut Alam, Bosscha sangat menyukai tempat itu untuk mengamati kegiatan perkebunannya.
"Jika kabut tak menghalangi, maka dia akan bisa memantau segala aktivitas di kebunnya yang luas itu," kata Alam.
Alam menyebut banyak wisatawan lokal berdatangan, tak hanya dari wilayah Bandung, tetapi juga dari Jabodetabek dan Yogyakarta. Bahkan, wisatawan asing, khususnya dari Belanda dan Belgia, kerap berziarah ke tempat itu untuk mengenang jasa Bosscha. Ada pula yang datang untuk sekadar minum teh di Rumah Bosscha.
Destinasi wisata sejarah yang dikelola oleh Agrowisata N8 ini juga kerap menerima pejabat pemerintah. "Terdapat dua buah kamar khusus Bosscha yang tidak disewakan untuk umum, hanya untuk tamu khusus seperti pejabat pemerintah, menteri, dan lain-lain," Alam menerangkan.
Advertisement
Fasilitas yang Tersedia
Objek wisata itu mulai menerima kunjungan dari jam 8 pagi hingga jam 5 sore. Pengunjung yang datang ke Rumah Bosscha atau mengunjungi makam Bosscha akan diminta membayar tiket masuk Rp5.500 per orang. Disarankan untuk mengonfirmasi kunjungan terlebih dulu via media sosial Instagram @wisataagro8 atau WA 08112000255.
Pengunjung juga bisa menginap di sekitar objek wisata tersebut. Terdapat dua unit wisma/vila, tujuh unit rumah kayu, dan sembilan kamar standar yang bisa dipilih tamu. Harga sewanya mulai Rp390 ribu per malam di hari biasa dan Rp570 ribu per malam di akhir pekan.
Di kawasan itu juga tersedia lapangan yang bisa digunakan untuk aktivitas luar ruang. Alam juga menyebut terdapat atraksi offroad dan rafting untuk tamu.
"Paket wedding dan prewedding dengan konsep intimate wedding bisa kita sediakan dengan harga paket mulai dari Rp13 juta, include venue, penginapan, dan fasilitas lainnya. Paket kateringnya pun bisa kami sediakan sesuai dengan kebutuhan," dia menambahkan.
Alam menekankan bahwa protokol kesehatan diterapkan dengan baik di semua lokasi agrowisata N8. "Kita juga sudah punya sertifikat CHSE yang diberikan langsung oleh Menteri Parekraf Pak Sandiaga Uno," ujarnya.
Sekilas tentang Bosscha
Bosscha lahir di Den Haag, Belanda pada 15 Mei 1865. Ia datang ke Hindia Belanda, sebutan Indonesia saat itu, pada 1887 di usia 22 tahun.
Awalnya, ia membantu pekerjaan sang paman, Edward Julius Kerkhoven, yang memiliki perkebunan teh di Sukabumi. Pada Agustus 1896, Bosscha mendirikan Perkebunan Teh Malabar dan menjabat sebagai administratur selama 32 tahun.
Selama kariernya, ia memajukan perkebunannya. Perkebunan itu bisa menghasilkan 60 ribu pucuk teh yang 90 persen produknya dipasarkan ke luar negeri. Ia juga mendirikan dua pabrik teh, yakni Pabrik Teh Malabar yang saat ini dikenal dengan nama Gedung Olahraga Gelora Dinamika dan Pabrik Teh Tanara yang saat ini dikenal dengan nama Pabrik Teh Malabar.
Pada 1901, Bosscha mendirikan sekolah bernama Vervoloog Malabar. Sekolah ini didirikan untuk anak-anak karyawan dan buruh di perkebunan tehnya bisa belajar secara gratis selama empat tahun. Pada masa kemerdekaan Indonesia, nama sekolah diubah menjadi Sekolah Rendah, kemudian berubah lagi menjadi Sekolah Rakyat, hingga kini menjadi Sekolah Dasar Negeri Malabar II. (Natalia Adinda)
Advertisement