Liputan6.com, Jakarta - Bisnis ramah lingkungan makin marak digaungkan oleh beragam sektor. Dengan konsep itu, para pengusaha ditantang tak hanya untuk menghasilkan keuntungan tapi juga bermanfaat bagi keberlangsungan lingkungan.
Namun, model bisnis yang 'ideal' ini nyatanya masih menantang para pebisnis. Utamanya terkait formula yang tepat dalam menyeimbangkan antara profit dan kepedulian terhadap lingkungan.
Dikutip dari saluran YouTube Greeneration Foundation, Jumat, 11 Maret 2022, tiga perusahaan mengungkapkan jawaban atas tantangan itu dengan strategi bisnis masing-masing. Ketiganya adalah Burgreens and Green Rebel serta Little Bali yang bergerak di bidang F&B, dan The Body Shop Indonesia yang mewakili industri kecantikan.
Advertisement
Advertisement
Baca Juga
"Brand kosmetik dari Inggris ini dimulai oleh aktivis lingkungan yang fokus ke keberlanjutan. Kami menggunakan planet, people, profit itu menjadi sebuah pedoman dan pegangan, karena tanpa adanya lingkungan dan situasi dari bumi yang lestari, tidak akan bisa berbisnis lagi," ujar Ratu Ommaya, Head of PR & Values The Body Shop Indonesia.
Praktiknya sedapat mungkin dilaksanakan secara holistik. Menurut Maya, mereka bahkan memulai dari menyeleksi partner bisnis yang sevisi dan semisi dalam aspek kepedulian lingkungan.
Riset dan pengembangan jadi tulang punggung pergerakan bisnis. Tujuannya membuat produk yang bisa diterima konsumen, tetapi berdampak minimal pada lingkungan. Mereka juga merancang kemasan yang ramah lingkungan, bahkan membuat skema agar kemasan bekas bisa diguna ulang.
Pihaknya juga membuka refill station sebagai opsi yang lebih ekonomis bagi konsumen sekaligus menekan jumlah kemasan sekali pakai. Belum lagi menjadikan gerai sebagai tempat isi ulang air agar tak perlu beli air minum kemasan sekali pakai.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Tantangan di Balik Keuntungan
Sementara itu, CEO Burgreens dan Green Rebel, Helga Angelia mengaku bisnis ramah lingkungan yang dijalankannya mendapat banyak keuntungan, khususnya dari plant-based eatery. Namun, keuntungan itu melewati perjuangan tak mudah. Salah satunya dengan mengedukasi masyarakat agar dengan sadar memilih makanan yang berasal dari tumbuhan.
Edukasi jadi kata kunci di tengah market Indonesia yang dominan sensitif terhadap harga. Hal itu mengingat harga makanan yang ditawarkannya memang lebih mahal daripada versi hewani.
"Waktu memulai edukasi, kita tuh gencar untuk melakukan kampanye karena banyak masyarakat yang belum paham akan plant-based atau vegetarian vegan yang cukup mahal," ujarnya.
Ia pun mengingatkan bahwa pola pikir yang tidak selalu mengutamakan keuntungan sebesar-besarnya harus dipegang teguh oleh mereka yang akan berbisnis ramah lingkungan. Pebisnis perlu memprioritaskan pada dampak sosial dan lingkungan, dibandingkan profit.
"Impact-nya itu justru bukan ke diri sendiri aja tapi ke semua masyarakat di Indonesia yang nantinya mereka mencari keinginan mereka ke usaha kita yang ramah lingkungan," ujarnya.
Advertisement
Berkolaborasi
Sementara itu, Gungwah Pidada, pendiri Little Bali, menekankan pentingnya kolaborasi untuk mencapai tujuan bersama. Dalam hal ini, pihaknya dibantu Siklus, start up penyedia jasa isi ulang produk, dalam pengimplementasian prinsip 3R, yakni reduce, reuse, dan recycle.
"Visi kita ingin mengenalkan kuliner Bali di Jakarta dan kami melakukan 3R. Nah, implement 3R ini justru membuat perusahaan kami menjadi lebih profit karena lebih menghemat plastik," ujarnya.
Ia mengingatkan keuntungan yang diperoleh para pebisnis ramah lingkungan lebih bersifat jangka panjang. Pasalnya, ada energi positif yang diberikan kepada lingkungan di awal usaha dan berdampak pada keberlanjutan.
"Ke depannya, kami bisa mendapatkan profit yang tinggi dari aksi lingkungan seperti memilah sampah yang disimpan dengan baik untuk recycle," ujarnya.
Memasyarakat
Upaya memasyarakatkan prinsip keberlanjutan masih terus disuarakan. Itu pula yang diyakini The Body Shop dengan model bisnisnya. Brand asal Inggris itu menggelar berbagai kampanye yang dilakukan bukan semata untuk menarik perhatian calon konsumen, tetapi juga di internal perusahaan.
"Kami mencoba diskusi dahulu bersama tim internal mengenai alasan kita melakukan sustainability program kampanye lingkungan. Perjalanan kami juga tidak selalu mulus seperti mengedukasi masyarakat tentang cost lingkungan," ujar Maya.
Kampanye ini penting dalam memberi pemahaman soal biaya lingkungan yang harus ditanggung semua pihak yang terlibat dalam bisnis. Pasalnya, biaya yang dikeluarkan lebih mahal di awal untuk membayar dampak positif terhadap lingkungan, seperti mengurangi penggunaan bubble wrap dan mencari kemasan yang setara fungsinya tetapi harga lebih tinggi.
"Harga yang ditawarkan semakin friendly dan bisa mendapatkan keuntungan lebih ketika semakin banyak demandnya. Pada intinya, ketika ada alternatif yang lebih ramah lingkungan, itu yang akan dipakai oleh kita," tambahnya. (Natalia Adinda)
Advertisement