Imbas Pembukaan Kembali Perbatasan untuk Turis Asing, Australia di Ambang Krisis Sewa Apartemen

Tingkat kekosongan hunian, khususnya apartemen, di Kota Sydney, Australia, sudah berada di bawah batas sehat.

oleh Dinny Mutiah diperbarui 05 Mei 2022, 22:08 WIB
Diterbitkan 05 Mei 2022, 22:08 WIB
Ilustrasi kota Melbourne, Australia (AFP/Christopher Futcher)
Ilustrasi kota Melbourne, Australia (AFP/Christopher Futcher)

Liputan6.com, Jakarta - Australia kembali membuka perbatasan internasional mereka untuk turis asing sejak 21 Februari 2022. Tak hanya dinantikan, kebijakan itu disinyalir menciptakan masalah baru bagi calon penyewa apartemen, khususnya para siswa asing yang kembali ke kota-kota besar di Australia, seperti Sydney dan Melbourne.

Dalam rilis yang diterima Liputan6.com, beberapa waktu lalu, Kepala Bidang Penelitian dan Ekonomi Domain, Dr. Nicola Powell, menilai Australia berada di ambang "krisis sewa."

"Permintaan sewa akan terus meningkat tajam pascapembukaan perbatasan internasional secara penuh bagi para turis pemegang visa dan telah divaksinasi dua kali setelah dua tahun penutupan," ujarnya.

Pasar sewa Sydney digambarkan sebagai "kegagalan kronis," dengan tingkat kekosongan kota turun ke level terendah sejak November 2017. Pembukaan perbatasan internasional menambah tekanan lebih lanjut pada pasar sewa yang sudah tegang.

Tingkat kekosongan di Kota Sydney dilaporkan turun menjadi 1,4 persen pada Februari 2022, dari 1,9 persen pada Januari 2022, menurut Rental Vacancy Rate Report termutakhir oleh Domain. Angka itu merupakan titik terendah pasar sewa Kota Sydney sejak November 2017.

Imbasnya, harga sewa apartemen naik sebesar 30 dolar Australia atau 6,4 persen dalam setahun. Rata-rata biaya sewa mencapai 500 dolar Australia, merupakan peningkatan tahunan paling tajam dalam delapan tahun.

Biaya sewa naik dua persen hanya dalam tiga bulan terakhir. Angka itu menggandakan pertumbuhan triwulanan sebelumnya dan melampaui biaya sewa rumah tapak untuk pertama kalinya sejak pandemi dimulai.

"Pasar sewa Sydney, terutama di pusat kota, telah pulih secara cepat setelah mengalami penurunan permintaan di awal pandemi," kata Powell. "Permintaan unit rental meroket, sementara harga properti terus naik mengakibatkan para calon pembeli menahan keinginannya dan terus menyewa."

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Tingkat Kekosongan

Imbas Pembukaan Kembali Perbatasan untuk Pelancong Asing, Australia di Ambang Krisis Sewa Apartemen
Ilustrasi Kota Sydney, Australia. (dok. Leigh/Unsplash.com)

SQM Research, sebuah lembaga penelitian dan peramalan properti independen mendefinisikan tingkat kekosongan (vacancy rate) sebagai persentase dari keseluruhan properti sewaan yang diiklankan selama lebih dari tiga minggu dan saat ini masih diiklankan. Lembaga itu menyatakan, tingkat kekosongan yang dianggap sehat berada di angka tiga persen.

Angka itu dianggap sebagai titik ekuilibrium, yakni kondisi pasar seimbang secara merata antara pemilik dan penyewa. Tingkat kekosongan yang sangat rendah, yakni di bawah dua persen, menandakan permintaan sewa yang tinggi. Solusinya, pasar membutuhkan properti baru untuk memenuhi kebutuhan penyewa ini.

Menanggapi krisis tingkat kekosongan hunian yang terjadi di Sydney, Direktur Penjualan dan Pemasaran Crown Group Indonesia, Tyas Sudaryomo, mengungkap bahwa krisis ini sudah bisa diprediksi sebelumnya.

"Banyak pembangunan hunian baru, terutama apartemen yang terhambat selama dua tahun terakhir. Hal ini mengakibatkan berkurangnya pasokan di pasar, terutama di kawasan inner city, seperti Waterloo dan Eastlakes," kata dia.

"Selama periode 2020--2021, Sydney mengalami penurunan permintaan sewa dikarenakan pandemi Covid-19 dan dapat dilihat melalui tingkat kekosongan rata-rata yang menyentuh empat persen atau di atas tiga persen," ujarnya lagi.

Didominasi Siswa Asing

Imbas Pembukaan Kembali Perbatasan untuk Pelancong Asing, Australia di Ambang Krisis Sewa Apartemen
Ilustrasi Kota Sydney, Australia. (dok. Jamie Davies/Unsplash.com)

Merujuk data KBRI Australia, jumlah mahasiswa asing pemegang visa Australia pada 29 Maret 2020 mencapai 694.038 orang. Jumlah itu menurun sebesar 31,9 persen pada 28 Juni 2021. 

"Sebanyak 85 persen mahasiswa yang sudah memiliki visa studi masih berada di luar negeri karena kebijakan penutupan perbatasan akibat Covid-19," kata Tyas.

Angka itu kembali melonjak tajam hanya dalam beberapa bulan setelah Australia membuka kembali pintu internasional. Para mahasiswa mendominasi konsumen pencari akomodasi, termasuk mahasiswa Indonesia yang berkuliah di Australia. Jumlahnya mencapai 12.645 orang, atau posisi ke-6 mahasiswa asing terbanyak setelah Tiongkok, India, Nepal, Vietnam, dan Malaysia.

Di satu sisi, situasi itu disambut positif oleh para pemilik unit properti. Di sisi lain, permintaan sewa itu tidak sebanding dengan unit yang siap disewakan.

"Kami juga kesulitan untuk bisa memenuhi setiap permintaan yang muncul, terutama dari siswa luar negeri, khususnya mahasiswa Indonesia, yang baru kembali lagi ke Australia," kata Tyas.

Rekomendasi Investasi

Imbas Pembukaan Kembali Perbatasan untuk Pelancong Asing, Australia di Ambang Krisis Sewa Apartemen
Ilustrasi apartemen di Sydney, Australia. (dok. Crown Group)

Mengantisipasi situasi tersebut, pihaknya pun merekomendasikan agar mereka yang memiliki anak yang akan melanjutkan studi ke Australia untuk membeli properti. Selain sebagai investasi, nilainya dinilai lebih menguntungkan dibandingkan hanya menyewa unit properti selama beberapa tahun.

"Apabila dikalkulasikan masih jauh lebih menguntungkan pembelian properti berdasarkan hitungan kenaikan nilai properti secara konservatif sebesar 7--8 persen setiap tahunnya dibandingkan biaya sewa yang setiap bulannya bisa mencapai kisaran Rp20 juta," menurut Tyas.

Sementara itu, dilansir kanal Global Liputan6.com, Menteri Kesehatan Australia Greg Hunt mengatakan, pemerintah tidak lagi menjadikan tes negatif sebagai syarat untuk masuk ke Australia. Peraturan ini akan mulai berlaku pada 17 April 2022.

"Melihat persyaratan vaksinasi masih berlaku dan penggunaan masker, nasihat dari pihak medis adalah tes Covid-19 tak lagi diperlukan," ujar Greg seperti dikutip dari ABC Australia. "Khususnya karena adanya beberapa masalah di sejumlah negara dalam mengakses tes tersebut atau menunjukkan bukti tes."

Greg mengatakan, dia sudah berbicara dengan direktur eksekutif dua maskapai penerbangan terbesar di Australia, yakni Qantas dan Virgin. "Namun kami juga mendengarkan pendapat dari Kepala Bidang Kesehatan Australia," katanya.

"Ini juga pendapat dari mereka jika kita sekarang mencabut berbagai aturan yang sudah tidak diperlukan lagi." Keharusan menjalankan tes PCR dan menunjukkan hasil tes negatif sebelum terbang ke Australia sudah diberlakukan sejak awal 2021 sebagai upaya menghentikan penyebaran Covid-19 ke Australia.

Infografis Indonesia Australia
Infografis relasi Indonesia dan Australia.
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya