6 Fakta Menarik Kabupaten Bungo, Punya Program Dusun Online yang Mendunia

Kabupaten Bungo memiliki program Dusun Online untuk perencanaan pembangunan tepat sasaran di wilayah terkecil, yakni tingkat dusun.

oleh Henry diperbarui 13 Jun 2022, 08:02 WIB
Diterbitkan 13 Jun 2022, 08:02 WIB
Hutan Bujang Raba Jambi
Air sungai Batang Buat mengalir di sekitar Hutan Lindung Bujang Raba, Kabupaten Bungo, Jambi. Kondisi hutan yang zero deforestasion itu masyarakat di lima mendapatkan dana karbon senilai Rp1 miliar. (Liputan6.com / dok KKI Warsi/ Gresi Plasmanto)

Liputan6.com, Jakarta - Bungo adalah salah satu kabupaten yang berada di Provinsi Jambi, Indonesia. Kabupaten ini merupakan hasil dari pemekaran Kabupaten Bungo Tebo pada 12 Oktober 1999. Luas wilayahnya 4.659 km persegi, 9,8 persen dari luas Provinsi Jambi, dengan populasi 352.366 jiwa merujuk Sensus Penduduk Indonesia 2020.

Kabupaten Bungo beribu kota di Pasar Muara Bungo yang terdiri dari 17 kecamatan dan 12 kelurahan, serta 141 desa. Kabupaten ini memiliki kekayaan alam yang melimpah, di antaranya sektor perkebunan yang ditopang karet dan kelapa sawit, serta sektor pertambangan, termasuk batu bara. Selain, Kabupaten Bungo juga kaya akan emas yang tersebar hampir di seluruh wilayahnya.

Tentu bukan itu saja hal-hal menarik dari Bungo. Berikut enam fakta menarik seputar Kabupaten Bungo yang dirangkum Liputan6.com dari berbagai sumber.

1. Maskot Bungo

Pelanduk napu ditetapkan sebagai fauna identitas atau maskot Kabupaten Bungo. Pelanduk napu, atau lebih populer dengan sebutan napu atau napuh (Tragulus napu), adalah sejenis mamalia kecil yang tergolong hewan berkuku genap. Hewan ini termasuk dalam suku Tragulidae.

Hewan ini berkerabat dekat dengan pelanduk jawa dan pelanduk kancil. Napuh atau napo adalah nama umumnya di Sumatra, sedangkan di Kalimantan disebut sebagai pelanduk napuh, pelanduk nampuh, pelanduk bangkat, dan lain-lain. Dalam bahasa Inggris, pelanduk napu dikenal sebagai Greater mouse-deer.

Napu atau napuh dalam setahun melahirkan sekali biasanya melahirkan satu anak, meski ada pula yang melahirkan dua anak. Seperti kancil, hewan ini mudah dijinakkan. Makanannya berupa rumput, daun semak rendah, dan buah-buahan yang jatuh ke tanah, sehingga mudah dibudidayakan.

Pelanduk napu biasanya dimakan karena rasanya yang lezat, tapi hewan ini belum pernah dibudidayakan. Napu biasa didapati di hutan. Pembukaan hutan dikhawatirkan dapat menimbulkan berkurangnya tempat hidup dan kelestariannya.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2. Sejarah Bungo

Bantuan Sembako dari Dana Karbon Jambi
Sejumlah warga di Desa Sungai Talang, Bungo, Jambi, usai menerima bantuan sembako di tengah pandemi dan ramadan. Sembako yang diberikan warga tersebut berasal dari dana karbon di Hutan Lindung Bujang Raba. (Liputan6.com / dok KKI Warsi/ Gresi Plasmanto)

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1956, Kabupaten Merangin yang semula ibu kotanya berkedudukan di Bangko dipindahkan ke Muara Bungo. Pada 1958, warga Kabupaten Merangin melalui DPRD peralihan dan DPRDGR bertempat di Muara Bungo dan Bangko mengusulkan pada Pemerintah Pusat agar "kewedanaan Muara Bungo dan Tebo menjadi Kabupaten Muara Bungo Tebo."

Sebagai perwujudan dari tuntutan rakyat tersebut, keluarlah Undang-undang Nomor 7 Tahun 1965 tentang pembentukan Daerah Kabupaten Sarolangun Bangko berkedudukan di Bangko dan kabupaten Muara Bungo Tebo berkedudukan di Muara Bungo.

Seiring pelantikan M.Saidi sebagai bupati, diadakan penurunan papan nama Kantor Bupati Merangin dan diganti dengan papan nama Kantor Bupati Muara Bungo Tebo. Jadi, 19 Oktober 1965 dinyatakan sebagai Hari Jadi Kabupaten Muara Bungo Tebo.

Untuk memudahkan sebutannya dengan keputusan DPRGR kabupaten daerah Tingkat II Muara Bungo Tebo, ditetapkan dengan sebutan Kabupaten Bungo Tebo. Seiring waktu, melalui Undang-Undang Nomor 54 Tahun 1999, Kabupaten Bungo Tebo dimekarkan menjadi dua wilayah: Kabupaten Bungo dan Kabupaten Tebo.

3. Songket Bungo Tanjung

UNESCO Tetapkan Songket Jadi Warisan Budaya Takbenda Malaysia, Netizen Indonesia Protes
Ilustrasi Songket. (pexels/los muertos crew).

Songket adalah bentuk tenunan tradisional yang banyak dijumpai di Indonesia, salah satunya di Sumatra. Kabupaten Bungo pun memiliki songket khasnya tersendiri yang sering disebut sebagai songket Bungo Tanjung.

Motif songket Bungo Tanjung ini merupakan motif naturalis yang terinspirasi dari tumbuhan yang banyak dijumpai di Kabupaten Bungo. Selain motif teratai, ada juga motif duren pecah, kapal senggat, serta burung merak yang memiliki makna dan keunikan sendiri-sendiri.

Ada juga motif bunga tanjung yang melambangkan keramah-tamahan masyarakat Bungo. Bunga ini sering dipakai untuk menyambut tamu, yaitu disiapkan tuan rumah sebagai ungkapan selamat datang pada tamu mereka.

4. Dusun Online

Platform Dusun
Koordinator Project KKI Warsi, Riche Rahma Dewita (tengah) saat menjelaskan sistem Platform Dusun Online saat peluncuran platform tersebut untuk Kabupaten Bungo. (Liputan6.com/dok KKI Warsi)

Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi menginisiasi sistem platform Potensi Ruang Mikro (PRM) atau Dusun Online untuk perencanaan pembangunan tepat sasaran di wilayah terkecil, yakni tingkat dusun. Platform yang dinamakan Dusun Online itu kini telah diluncurkan untuk di wilayah Kabupaten Bungo, Jambi.

Platform PRM itu membuat perencanaan pembangunan di tingkat tapak menjadi lebih tepat sasaran. "Aplikasi ini berisi data spasial keruangan, data sosial, dan data ekonomi. Ini merupakan langkah maju dalam mendorong perencanaan pembangunan yang memberi kesejahteraan untuk masyarakatnya," kata Plt Bupati Bungo, Jambi, Ahmad Bestari dalam peluncuran aplikasi tersebut, Senin (19/10/2020, melansir kanal Regional Liputan6.com.

Sistem tersebut merupakan bagian dari inovasi daerah yang digunakan untuk mendukung penyusunan perencanaan pembangunan di tingkat dusun. "Tahap awal ini baru dalam bentuk pilot project di 9 dusun dalam Kecamatan Bathin III Ulu. Ke depan, aplikasi ini digunakan untuk mendukung perencanaan pembangunan di dusun lainnya dalam Kabupaten Bungo," ujar bupati.

Selain itu, upaya pelestarian lingkungan melalui pemberdayaan masyarakat berbasis kearifan lokal di tingkat dusun perlu dioptimalkan. "Upaya dan kerja keras tersebut mendapat perhatian dari dunia internasional, sehingga lima dusun di Kecamatan Bathin III Ulu, Bungo mendapat insentif sebesar Rp1 miliar melalui skema community carbon," kata Bestari.

5. Wisata Bungo

Taman Pusparagam di Kabupaten Bungo, Jambi
Taman Pusparagam di Kabupaten Bungo, Jambi.   foto: Instagram @fendy_velcro

Kabupaten Bungo punya berbagai destinasi wisata menarik. Salah satunya adalah Taman Pusparagam. Bak oase di padang pasir, keberadaan Taman Pusparagam menjadi fenomena tersendiri di tengah kota Muara Bungo yang padat dan penuh lalu lalang kendaraan.

Taman ini menawarkan panorama pepohonan hijau yang rindang nan teduh, sehingga sering digunakan masyarakat sekitar untuk bersantai, nongkrong, dan bermain. Tatanan taman yang apik juga menjadi daya tarik yang mampu membuat wisatawan merasa nyaman.

Ada juga Air Terjun Telago Jando yang memiliki debit air yang deras dengan air sangat jernih. Wisatawan sering datang dan berenang di telaga. Uniknya, Air Terjun Telago Jando memiliki tujuh tingkatan dan setiap tingkatan punya keunikan tersendiri. Wisatawan bisa mengeksplorasi setiap tingkatan dengan memanjat dari sisi tebing bebatuan

Destinasi wisata lainnya di Bungo antara lain Taman Kota Muara Bungo, Masjid Al Falah Empelu, Semangi Water Park, Dam Semagi, Gua Alam, Air Terjun Renah Sungai Besar, Gua Alam, Batu Tapak Sembilan, dan masih banyak lagi.

6. Kuliner Khas Bungo

Kue padamaran
Kue padamaran khas Jambi (dok.instagram/@padamaran_jambi/https://www.instagram.com/p/CK0BHS9FFuw/Komarudin)

Ada beberapa hidangan khas Bungo yang populer karena kelezatannya mampu menggoyang lidah. Salah satunya takik beruk, yaitu jajanan berbentuk seperti cangkir yang berasal dari tanaman kantung semar. Oleh karena itu, jajanan ini disebut juga sebagai cawan beruk atau cangkir monyet.

Biasanya takik beruk disajikan saat acara atau perayaan tertentu, seperti Maulud Nabi, Isra Miraj, hari raya, dan pernikahan. Selain itu, ada kue padamaran yang bahan-bahannya terdiri dari tepung beras, santan, daun suji, dan gula merah. Kue ini punya tekstur lembut dengan rasa gurih dan manis.

Lalu, ada kue muso yang bentuknya seperti mangkuk. Kue ini banyak ditemui saat Ramadan tiba dan acara adat. Cita rasanya manis nan legit dengan tekstur lembut. Kuliner khas lainnya ada kue gandus, gelamai perentak, sarundeng pisang kepok, lempok durian, dan lain-lain.

Infografis: 4 Unsur Wisata Ramah Lingkungan atau Berkelanjutan
Infografis: 4 Unsur Wisata Ramah Lingkungan atau Berkelanjutan
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya