Liputan6.com, Jakarta - Kota terapung bisa menjadi solusi atas kenaikan permukaan laut. Tingkat kenaikannya diprediksi ahli mencapai rata-rata 3,6 mm per tahun.Â
Situasi diperparah oleh beragam faktor, seperti akibat emisi karbon dan pemanasan global. Fakta tersebut menjadi kabar buruk bagi negara-negara dataran rendah dengan sedikit ruang daratan seperti Maladewa.
Sebagian besar wilayah daratan di 1.190 pulau di kepulauan itu berada kurang dari satu meter di atas permukaan laut. Masalah besar ini membutuhkan solusi tepat. Itulah sebabnya pemerintah bersama dengan pengembang properti Dutch Docklands dan studio arsitektur Waterstudio berencana membuat kota terapung berbentuk karang otak.
Advertisement
Mengutip AsiaOne, Kamis, 4 Agustus 2022, kota terapung itu direncanakan berkapasitas untuk sekitar 20.000 orang di laguna seluas 200 hektare. Kota terapung ini bisa ditempuh hanya dalam waktu 10 menit naik perahu dari ibu kota Maladewa.
Kota terapung jika dilihat dari udara tampak dirancang menyerupai karang otak. Di dalamnya akan tersedia sekitar 5.000 rumah, toko, dan restoran. Semuanya dihubungkan jaringan kanal ke fasilitas umum seperti rumah sakit, sekolah, dan gedung pemerintah.
Baik terumbu karang dan desainnya ditata untuk menjaga kota itu mengapung dengan aman dengan dukungan pemecah gelombang bawah laut, menjaga gerakan laut seminimal mungkin. Sementara, kisi-kisi terakhir dari struktur terapung terhubung ke dasar laut melalui tiang baja teleskopik, bucks dan tikungan untuk mengakomodasi apa yang tersisa dari gelombang, sehingga menjaga keseluruhan struktur tetap aman dan stabil bagi penduduk.
Â
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Kota Mandiri
Pengembangan kota terapung ini bukan proyek sederhana. Bentuk karang akan memiliki pemandangan yang indah, bersama dengan hotel, restoran, dan marina kelas dunia yang tidak terpisahkan dari kota.
Kota dirancang untuk bisa mendukung negara tetap berkembang meski risiko kerusakan alam terjadi seiring naiknya permukaan laut yang tak terhindarkan. Kota terapung ini juga didesain bisa menghasilkan listrik sendiri melalui panel surya, dan limbah yang diproses di lokasi.
Untuk lebih mengurangi dampak lingkungan, kota ini akan didinginkan oleh air dari kedalaman laut. Seluruh struktur, termasuk pasokan karang buatan, juga telah dipilih secara ketat untuk mendukung kehidupan laut dan menekan dampak lingkungan seminimal mungkin.
Penduduk diharapkan bisa pindah awal 2024, meskipun pembangunan kota terapung itu ditargetkan akan rampung tiga tahun kemudian, yakni pada 2027. Kota ini akan melayani lebih banyak penduduk daripada Kota Oceanix yang sedang dibangun di Busan, yang akan menampung 12.000 orang.
Â
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Advertisement
Lebih Ramah Lingkungan
Maladewa merupakan destinasi liburan dengan penerbangan jarak jauh bagi sebagian besar pengunjung. Namun begitu pelancong berada di resor, Anda mungkin hanya akan bepergian dengan perahu.
Menurut Manajer Umum Conrad Maladewa, Carla Puverel, sejak pandemi Covid-19, lama menginap rata-rata tamu lebih panjang, dari 10 malam menjadi 14 malam. Beberapa pengunjung juga memilih untuk bekerja dan homeschooling dari resor selama berminggu-minggu sekaligus, sebab Wi-fi di sana sangat baik.
Beberapa resor sudah menerapkan berbagai langkah agar lebih ramah lingkungan. Meskipun usia properti bertentangan dengan fitur yang ramah lingkungan, manajemen terus menghasilkan ide untuk membuat tempat jadi lebih hijau dan lebih ramping.
Misalnya, Anda tidak akan menemukan plastik sekali pakai dan botol perlengkapan mandi di kamar mandi. Resor juga sedang mengurangi pemakaian generator dieselnya.
Makanan prasmanan yang dimasak disiapkan dalam jumlah kecil, serta dipantau dengan sangat ketat untuk meminimalkan limbah. Sebuah taman hidroponik juga memasok restoran resort dan kafetaria staf dengan selada, capsicum hijau dan berbagai rempah-rempah.Â
Dibuka Kembali
Maladewa mengumumkan bahwa negara itu membuka perbatasan bagi negara-negara Asia Selatan mulai 15 Juli 2021. Presiden Maladewa, Ibrahim Mohamed Solih, mengumumkan keputusan tersebut seraya menyebut situasinya akan ditinjau secara berkala.
Kabar tersebut sangat melegakan bagi orang India yang telah menunggu untuk bepergian ke luar negeri. Kementerian Pariwisata di Male mengatakan dalam sebuah kicauan bahwa satu-satunya prasyarat adalah tes RT-PCR negatif. Tetapi, aturan kemudian dilonggarkan dengan mengizinkan turis asing masuk tanpa tes tetapi minimal sudah divaksin Covid-19 dua kali.
"#Maldives akan memulai kembali penerbitan visa turis saat kedatangan mulai 15 Juli untuk turis yang bepergian dari Asia Selatan. Wisatawan membutuhkan hasil #PCR negatif untuk memasuki Maladewa. Rincian lebih lanjut akan diumumkan kembali," tulis kicuan itu.
Ekonomi Maladewa sangat bergantung pada pariwisata dan telah menunggu situasi pandemi mereda sehingga dapat memulai kembali bisnis. Pada awal gelombang kedua COVID-19 di India, Male hampir menjadi tujuan terakhir yang menutup perbatasannya karena telah mengalami pukulan ekonomi besar akibat pandemi.
Advertisement