Liputan6.com, Jakarta - Produsen mi instan meminta Thailand membebankan biaya lebih untuk produk mereka demi menutupi kenaikan harga bahan baku. Jika dikabulkan, ini kan tercatat sebagai kenaikan harga mi instan pertama kali dalam 14 tahun.
Harga mi instan dan makanan pokok lain dikendalikan di bawah hukum Thailand, melansir Canada Express News, Selasa (16/8/2022). Lima produsen mi, termasuk Mama, Wai Wai, dan Nisshin Jepang, mengatakan mereka menginginkan persetujuan dari Kementerian Perdagangan Thailand untuk menaikkan harga produk mereka dari 6 baht (sekitar Rp2,5 ribu) jadi 8 baht (sekitar Rp3,3 ribu).
Advertisement
Baca Juga
Beberapa perusahaan sebelumnya telah ditolak permintaannya untuk menaikkan harga produk mereka oleh pemerintah Thailand. "Harga minyak naik signifikan karena konflik antara Rusia dan Ukraina," kata Weera Napapruekchat, wakil presiden Pabrik Produk Makanan Thailand, produsen Wai Wai, menambahkan bahwa harga tepung terigu dan minyak sawit juga meningkat tajam.
Weera mengatakan, beberapa produknya dijual dengan kerugian dan akan memangkas penjualan di Thailand dan beralih ke pasar luar negeri. Di sisi lain, mereka telah menaikkan harga, jika persetujuan tidak diberikan pemerintah Negeri Gajah Putih.
Di sisi lain, pemerintah Thailand dilaporkan akan mempertimbangkan proposal kenaikan harga mi instan berdasarkan kasus per kasus dan solusi saling menguntungkan bagi konsumen dan produsen, Wattanasak Sur-iam, direktur jenderal perdagangan domestik Thailand, mengatakan dalam sebuah pernyataan.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Catatan dari Indonesia
Narasi naiknya harga mi instan sebelumnya terjadi di Indonesia. Namun, menurut laporan kanal Bisnis Liputan6.com, Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan menyebut, stok gandum perlahan sudah mulai tercukupi seiring musim panen raya di sejumlah negara. Karena itu, harga mi instan disebut bakal turun per Oktober 2022.
Ia berkata, "Bapak Presiden (Jokowi melakukan) diplomasi. Sekarang barangnya keluar nih gandum. Sudah banyak membanjiri pasar, Australia panen raya, Kanada panen raya, Amerika panen raya, jadi gandum melimpah. Iya kemarin naik sedikit, tapi nanti trennya turun Oktober--November karena sekarang produknya berlebihan."
Ia juga tidak memungkiri bahwa harga mi instan beberapa waktu lalu memang sedikit terangkat. Utamanya karena mengikuti tekanan inflasi, yang melesat hingga 4,94 persen secara tahunan per Juli 2022.
"Jadi kalau mi, memang naik sedikit. Inflasi kita kan 4,9 (persen) kira-kira segitu naiknya selama berapa bulan. Jadi kecil naiknya," tuturnya. Penyebabnya, Mendag mengatakan, harga gandum di pasar internasional sebagai bahan baku tepung terigu untuk produk mi instan terangkat.
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Advertisement
Tidak Bisa Dihiindari
Zulkifli mengatakan, "Kenapa terigu itu naik sedikit? Karena di Australia itu panennya gagal, Kanada gagal, Amerika gagal. Maksudnya gagal itu tidak panen raya, tidak sesuai harapan. Kemudian Rusia-Ukraina perang, barangnya (termasuk gandum yang merupakan bahan baku mi instan) tidak bisa keluar."
Namun, Mendag menampik harga mi instan sampai meroket tiga kali lipat, seperti diutarakan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo. Ia menilai, Mentan hanya bermaksud mengajak produsen lokal beralih ke bahan baku domestik, seperti singkong.
"Saya kira itu Pak Menteri (Pertanian) menyemangati agar kita menggunakan singkong atau tanaman-tanaman dalam negeri, itu semangatnya. Itu istilahnya dalam Bahasa Melayu bukan yang sebenarnya, kiasan," tuturnya.
Sementara itu, ekonom sekaligus Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira, mengatakan bahwa kenaikan harga mi instan tidak bisa dihindari. Bahkan, ia memprediksi harga mi instan akan terus naik secara bertahap.
"Karena selama enam bulan terakhir, pelaku usaha sudah menahan penyesuaian harga jual," kata Bhima.
Posisi Dilema
Bhima menjelaskan, inflasi di sisi produsen, termasuk industri makanan minuman, dilaporkan mencapai 11 persen pada kuartal ke-II 2022. Biaya bahan baku mi instan, yakni gandum, naik 9,79 persen selama satu tahun terakhir. Ditambah, rantai pasok gandum dari Ukraina yang terganggu akibat perang.
Sementara, produsen makanan minuman ada di posisi dilema, tidak naikkan harga membuat mereka menanggung marjin menipis. Kalau harga naik, khawatir konsumen dari kelas menengah bawah akan mengurangi konsumsi. Karenanya, Bhima memprediksi ada kenaikan harga secara bertahap.
Ia melihat belum ada tanda-tanda pasar gandum akan alami normalisasi pasokan, meski Ukraina sudah berhasil mengirim gandum lewat pelabuhan Laut Hitam sebanyak 26 ribu ton, tapi itu dianggap masih sangat terbatas. Masih ada estimasi 20 juta ton gandum yang terperangkap di Ukraina, dan tidak bisa diekspor.
Rusia dan Ukraina adalah negara penghasil gandum terbesar di dunia. Keduanya menyuplai sekitar 30--40 persen dari kebutuhan gandum dunia.
Advertisement