Cerita Akhir Pekan: Masa Depan Seni Futuristik di Indonesia

Seni futuristik yang memanfaatkan media baru seiring berjalannya waktu menemukan eksplorasi yang tiada henti.

oleh Putu Elmira diperbarui 21 Agu 2022, 10:01 WIB
Diterbitkan 21 Agu 2022, 10:01 WIB
Wave of Tomorrow 2019
Salah satu seni futuristik bertajuk "Rhyme" oleh Sembilan Matahari. (Liputan6.com/Putu Elmira)

Liputan6.com, Jakarta - Seni futuristik yang memanfaatkan penggabungan sederet media baru tiada henti dieksplorasi oleh para seniman yang berkecimpung di dalamnya. Ragam elemen turut disertakan dalam penciptaan sebuah karya berbalut teknologi dengan filosofi menarik.

CEO and Creative Head Sembilan Matahari Adi Panuntun mengungkapkan lahirnya innovation studio ini berlandaskan isu ketertarikan dirinya yang sangat kuat pada eksplorasi multidisiplin. Pihaknya justru tidak menggunakan single medium dalam proses kreatif dan penciptaan karya.

"Kami sejak awal berkarya itu sudah melakukan kombinasi atau penggabungan dari banyak medium," kata Adi Panuntun saat dihubungi Liputan6.com, Kamis, 18 Agustus 2022.

Adi mencontohkan video mapping yang diciptakannya melibatkan ragam medium, mulai dari animasi, CGI, storytelling, musik, cara pandang film, dan sebagainya. Hal tersebut dikatakannya menjadi bahannya untuk membuat satu ekspresi karya baru.

"Kita melihat di masa depan itu justru semakin cross medium ini lah akan banyak hadir experience-experience baru berekspresi dengan seni, medium yang semakin tidak terbatas," terangnya.

Ia menambahkan akan banyak karya-karya baru ke depannya. Media baru yang bermunculan dengan definisinya yang mungkin belum dapat didefinisikan saat ini. "Tapi nanti itu, 'oh ternyata adalah part of art expression juga'" jelasnya.

Adi juga menjelaskan salah satu karya Sembilan Matahari yang bertajuk "Rhyme" yang menggabungkan mekatronik, robotik, hingga AI. "Sebagai interaksi kita dengan ekspresi pengunjung jadi karya seni ini menjadi lebih hidup dan bisa merespons," kata Adi.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Mapping

Wave of Tomorrow 2018
Pengunjung melihat seni instalasi karya sembilan matahari pada acara Jakarta Wave of Tomorrow 2018 di Tribrata Grand Ballroom, Jakarta, Sabtu (20/10). Festival seni instalasi berbasis teknologi digelar pada 19-28 Oktober 2018. (Liputan6.com/Fery Pradolo)

Sembilan Matahari sendiri, dikatakan Adi, telah mengaplikasikan banyak media baru. Hal tersebut karena kian terbukanya akses pada teknologi dan revolusi digital yang luar biasa.

"Kalau dulu kita menggunakan software untuk membuat sesuatu dan berekspresi dengan itu, misalnya katakan photoshop, bahkan kalau kami dulu pernah harus kita buat software-nya, coding, programnya kita buat untuk mengekspresikan apa yang mau kita buat. Saat kita membuat "Rhyme" kita membuat coding dan program tersendiri," tutur Adi.

Di sisi lain, Adi turut mengatakan ketertarikannya kini pada penggabungan Web2 dan Web3. "Ada seniman-seniman yang langsung nyemplung atau migrasi ke Web3, kalau saya justru tertarik bagaimana menggabungkan experience Web2 dan Web3, kalau Web3 sudah internet base dan metaverse, bagaimana digital asset sudah bisa memiliki nilai apresiasi digitalnya," tambahnya.

Sementara, video mapping yang telah diperkenalkan Sembilan Matahari sejak 2010 juga mulai bertumbuh di pegiat-pegiat muda kini. Adi menyebut seiring dengan keilmuan dari medium art of expression ini dapat diadopsi di sekolah dan kampus.

"Dan mulai bisa bernilai ekonomi sehingga banyak yang mengambil peran di situ karena bisa menghasilkan pendapatan," terang Adi.

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Tren Imersif Projection

FOTO: Mengunjungi Pameran Proyeksi Video Mapping di Galeri Nasional Indonesia
Pengunjung melihat karya proyeksi video mapping di pameran imersif Affandi: Alam, Ruang, Manusia di Galeri Nasional Indonesia, Jakarta, Rabu (28/10/2020). Pengunjung yang melihat pameran harus melakukan protokol kesehatan dan dibatasi hanya 20 penonton per sesi kunjungan. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Saat ini, ia melihat banyak pegiat di seni media baru yang perlu terus digali dari yang telah dilakukan dahulu untuk diperkenalkan kembali. Hal tersebut dilakukan agar trik dan metode video mapping tidak terlalu monoton.

"Kami mencoba memperlihatkan teknik-teknik lama tapi dikemas dengan teknologi proyektor yang lebih baru dan juga permainan perspektif untuk bisa menjadi pengayaan. Ternyata teknik video mapping tidak sebatas ditembak ke gedung layar besar, bisa memanfaatkan sudut ruangan pertemuan dua bidang bisa menghasilkan ilusi ekspresi yang menarik," lanjutnya.

Tak hanya itu, Sembilan Matahari juga menyuarakan isu-isu lingkungan melalui karya, seperti Hutan Menyala. Pihaknya juga kini mulai banyak akan mengerjakan konsep Hutan Menyala dengan destinasi pariwisata.

"Selain bisa membantu mengedepankan isu wacana lingkungan, kesadaran lingkungan dan juga memberdayakan kegiatan semi outdoor activity supaya lebih baik juga wisata di era pandemi," kata Adi.

Ia menjelaskan saat ini imersif projection juga menjadi tren baru di proyek-proyek revitalisasi museum. "Kita kenalkan sejak awal Museum Bank Indonesia pertama kali pada 2017, sekarang mulai Museum Nasional," tutupnya.

Seni Media Baru

Wave of Tomorrow 2019
"Dissemination" oleh Ricky Janitra di Wave of Tomorrow 2019. (Liputan6.com/Putu Elmira)

Salah seorang seniman media baru, Ricky Janitra menyampaikan adanya perkembangan yang pesat dalam dunia penciptaan berkaitan dengan media baru. Antusiasme para pegiat yang besar turut berpengaruh pada proses kreatif yang tanpa batasan.

"Serunya makin ke sini makin kita enggak ada batasan, untuk bikin karya karena teknologi semakin maju akhirnya media itu sendiri semakin futuristik. Karena teknologi semakin maju akhirnya si media pun semakin canggih, sudah ada video mapping, main sensor," kata Ricky saat dihubungi Liputan6.com, Jumat, 19 Agustus 2022.

Ia menerangkan, keberagaman di antara para seniman juga membuat banyak ide tercipta yang jarang dilihat. Fenomena ini juga memunculkan semangat penggabungan banyak elemen dan hal tersebut terasa kian menarik.

Ricky menyampaikan, secara pribadi, dirinya berkarya selalu ingin melibatkan isu terkait digital. "Saya selalu pengen pakai sensor, suara, dan cahaya. Jadi, elemen semua itu saya gabungkan saling behubungan dan berhubungan sama isunya juga," tambahnya.

Salah satu karyanya yang bertajuk "Dissemination" juga bermain dengan sensor cahaya dan suara. Seperti namanya, karya ini bicara mengenai "penyebaran" dunia internet yang cepat berkembang.

"Dan ketika menyebar itu kita enggak punya kontrol untuk membatasinya," kata Ricky.

Sensor, Suara, dan Cahaya

Kreasi Ricky Janitra "Bio Acoustic"
Kreasi seniman Ricky Janitra bertajuk "Bio Acoustic" yang menggabungkan sensor, suara, dan cahaya pada tanaman. (Tangkapan Layar Instagram/@rickyjanitras/https://www.instagram.com/p/Ca9bf1FP351/?hl=en)

Bukan tanpa alasan Ricky selalu tertarik menghadirkan elemen sensor, suara, dan cahaya dalam karyanya. Ia mengungkapkan ketertarikannya bermain dengan hal-hal tentang indra manusia.

"Kalau saya lebih suka cahaya untuk indra visualnya, bunyi untuk indra pendengaran dan sensor buat kita gerak jadi kita kayak terhubung secara keseluruhan," ungkapnya.

Ricky juga sempat kreasi ulang karya "Dissemination" dan mencoba bermain dengan tanaman yang ditempelkan sensor. Ia menyebut bahwa tanaman ternyata punya getaran saat berkembang.

"Akhirnya getaran dia itu membunyikan kubus-kubus itu satu-satu, saya menyebutnya "Bio Acoustic". Ini benar-benar cuma eksperimen tidak ada isu, tanaman itu menjadi conduct, cahaya, bunyi-bunyian," kata Ricky.

Ia menjelaskan sangat suka bereksperimen dengan hal-hal baru. Seiring berjalannya waktu, kini ia makin menyederhanakan karya.

"Satu sisi media art itu agak riskan karena main sama teknologi, semakin complicated itu kekuatan karya semakin enggak bertahan lama atau secara produksi semakin mahal, itu sudah pasti media art mahal, jadi saya mencoba cari material yang lebih kuat, simpel, tapi secara produksi enggak mahal," tutupnya.

Infografis Seniman Indonesia Mendunia
Seniman Indonesia tak hanya berkarya di dalam negeri, namun mampu tembus secara global. (Dok: Liputan6.com Tim Grafis)
Infografis Seniman Indonesia Mendunia Cerita Akhir Pekan
Seniman Indonesia yang tampil di panggung global, masih eksis hingga sekarang. (Dok: Liputan6.com Tim Grafis) 
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya