Bintang Pop Turki Dibui Usai Bikin Lelucon Soal Pesantren, Picu Kontroversi di Dalam Negeri

Warga Turki terpolarisasi atas kasus lelucon kasar yang menjerat bintang pop Turki Gulsen Colakoglu.

oleh Dyah Ayu Pamela diperbarui 30 Agu 2022, 03:02 WIB
Diterbitkan 30 Agu 2022, 03:02 WIB
Penyanyi Turki gulsen. Ia dijuluki "Madonna".
Penyanyi Turki gulsen. Ia dijuluki "Madonna". Dok: Instagram/@Gulsen

Liputan6.com, Jakarta - Bintang pop Turki, Gulsen Colakoglu dibui karena tuduhan "menghasut atau menghina publik terkait ujaran kebencian dan permusuhan" setelah ia membuat lelucon tentang pesantren (sekolah agama) di Turki, menurut laporan kantor berita Anadolu yang dikutip dari CNN, Senin (29/8/2022). Tuduhan itu berkaitan dengan video yang beredar di media sosial dari konser Gulsen pada April 2022, saat ia bercanda tentang salah satu musisi.

Dia menulis, "Lulus dari Imam Hatip (sekolah agama). Dari situlah sisi sesatnya berasal," katanya.

Tak lama, beberapa pengguna Twitter terlihat membagikan video disertai tagar yang menyerukan penangkapannya. Mereka berpendapat ucapan Gulsen yang mengasosiasikan lulusan sekolah agama dengan kesesatan itu telah menyinggung.

Gulsen awalnya menyangkal telah melakukan kejahatan dan mengajukan banding atas penangkapan tersebut, menurut pengacaranya Emek Emre. Setelah penahanannya, Gulsen berbagi pesan di akun Twitter dan Instagram resminya, meminta maaf kepada "siapa pun yang tersinggung" oleh lelucon itu dan mengatakan itu telah dipelintir oleh "orang jahat yang bertujuan untuk mempolarisasi negara."

"Saya membuat lelucon dengan rekan-rekan saya, dengan siapa saya telah bekerja selama bertahun-tahun dalam bisnis ini. Ini telah diterbitkan oleh orang-orang yang bertujuan untuk mempolarisasi masyarakat," katanya.

"Dalam pembelaan kebebasan yang saya yakini, saya melihat diri terjerumus ke arah akhir radikal yang saya kritik. Saya minta maaf kepada siapa pun yang tersinggung dengan kata-kata di video," katanya.

Gulsen kemudian mengatakan dalam sebuah kesaksian bahwa itu adalah "lelucon yang tidak menguntungkan" dan meminta untuk dibebaskan. Ia berdalih memiliki seorang anak yang bergantung padanya dan bahwa ia akan datang ke pengadilan atau kantor polisi bila diperlukan.

Kontroversi di Turki

Ilustrasi Penjara
Demi membeli ponsel sang anak yang menjalani sekolah online, seorang pria bekerja giat dari dalam sel penjara. (Foto: Unsplash)

Gulsen sebelumnya telah menjadi sasaran kelompok konservatif Turki karena pakaian panggungnya yang terbuka dan dukungannya untuk komunitas LGBTQ. Meski Turki secara resmi menyatakan sebagai negara sekuler, warganya sangat terpolarisasi atas isu-isu seputar sekularisme, agama, hak-hak perempuan dan hak-hak LGBTQ.

Sekolah-sekolah Imam Hatip, yang mengajarkan pelajaran agama di samping kurikulum Turki, telah berkembang dalam dua dekade sejak Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) yang konservatif berkuasa. Sekolah-sekolah tersebut dikenal melatih kaum muda untuk menjadi imam atau khatib. Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan belajar di sekolah tersebut, seperti yang dilakukan banyak anggota partai AKP.

Reaksi terhadap penangkapan datang dari masyarakat Turki biasa, selebritas, dan bahkan partai politik. Setelah penangkapannya, unggahan media sosial menunjukkan penggemar Gulsen di stadion sepak bola yang penuh sesak menyanyikan lagu-lagunya sebagai bentuk solidaritas.

Novelis Inggris-Turki pemenang penghargaan Elif Shafak menyerukan pembebasan Gulsen, seperti yang dilakukan tokoh budaya lainnya. "Saya sangat menyayangkan penangkapan artis @gulsen. Dia menjadi sasaran karena berani mengadvokasi hak-hak perempuan, hak-hak LGBT, sekularisme, demokrasi, dan pluralisme. Ini adalah kampanye hukuman mati tanpa pengadilan. Tidak sah dan tidak hati nurani. #gulsenserbestbırakılsın," cuitnya. 

 

Para Pendukung

Ilustrasi penjara (pixabay)
Ilustrasi penjara (pixabay)

Bintang pop Turki Tarkan juga menulis di Twitter pada Jumat, 26 Agustus 2022, "Ketidakadilan terhadap Gulsen ini harus diakhiri dan Gulsen harus segera dibebaskan."

"Mereka yang mengadili orang-orang tanpa penangkapan dan kadang-kadang bahkan membebaskan mereka tanpa pengadilan yang melakukan pelecehan seksual terhadap anak-anak, membunuh wanita, memperkosa wanita, tetapi ketika kasus Gulsen, mereka mengambil tindakan dengan cepat," sambung dia.

"Sistem hukum kita, yang mengabaikan mereka yang korup, mencuri, melanggar hukum, menyembelih alam, membunuh hewan, menggunakan agama sebagai alat untuk ide-ide fanatik mereka sendiri dan mempolarisasi masyarakat, menangkap Gulsen dengan satu pukulan," ia melanjutkan.

Pemimpin partai oposisi utama Turki, Kemal Kilicdaroglu menggambarkan serangan balik terhadap Gulsen sebagai kontroversi yang dibuat-buat yang dimaksudkan untuk "membuat kaum muda kita saling bertentangan."

"Angin perdamaian sudah lama bertiup di kalangan anak muda dengan gaya hidup yang berbeda. Tujuan (penangkapan) adalah untuk mengambil lelucon yang melampaui tujuannya dan membuat anak muda kita saling bertentangan. Berkuasa, dan lebih banyak lagi untuk mencuri dan mengambil," tulis Kemal di Twitter.

Sementara, Menteri Keuangan Turki Dr. Nurettin Nebati ikut membuat cuitan di Twitter, "Sekolah Menengah Imam Hatip kami adalah lembaga terkemuka kami yang membesarkan generasi yang dilengkapi dengan nilai-nilai nasional dan moral kami dan memiliki kedewasaan moral. Saya sangat mengutuk bahasa yang menyimpang ini dan mentalitas yang menyimpang di baliknya, yang menargetkan anak-anak muda kita yang belajar di Sekolah Imam Hatip kami, dan saya merasa itu tidak dapat diterima."

Sekulerisme

Rusuh di Penjara Guyana, 16 Napi Tewas
Ilustrasi penjara Guyana (AFP)

Sejarah sekulerisme di Turki tak bisa dilepaskan dari sosok Mustafa Kemal Ataturk. Ia dijuluki sebagai Bapak Turki Modern karena berhasil mengangkat semangat rakyat untuk bangkit usai beragai kekalahan dan mismanajemen oleh sultan-sultan Utsmaniyah. 

Dikutip dari kanal Global Liputan6.com, Mustafa Kemal lahir pada 1881 di Salonika (kini wilayah Yunani). Ketika muda, ia kuliah di War College di Istabul. Kampus itu ternyata memiliki sentimen negatif terhadap Sultan Abdul Hamid II yang opresif.

Mustafa Kemal perlahan berhasil menarik simpatisan dari kalangan nasionalis di Turki. Ia lantas mendirikan pusat pemerintahan sendiri di Ankara, sementara sultan di Istanbul.

Di Ankara, kekuasaan Mustafa Kemal semakin kuat. Ia menjadi presiden, mendirikan parlemen, dan punya pasukan militernya sendiri untuk menjaga Turki yang kondisinya sedang lemah usai kalah di PD I. Salah satu pertarungan yang ia alami adalah melawan pasukan Yunani yang ingin masuk ke wilayah Turki. 

Pengaruh Mustafa Kemal semakin besar dan akhirnya pada 1 November 1922 muncul keputusan dari parlemen di Ankara untuk membubarkan kesultanan Utsmaniyah. Sultan Mehmed VI lantas turun takhta dan menjadi eksil di Italia. Dengan ini, sejarah ratusan tahun kesultanan Utsmaniyah berakhir dan lahirlah Republik Turki yang menganut paham sekuler.

Infografis Olahraga Benteng Kedua Cegah Covid-19. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Olahraga Benteng Kedua Cegah Covid-19. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya