Liputan6.com, Jakarta - Hutan hujan Amazon sedang dalam bahaya besar akibat meningkatnya kekeringan pada ekosistem di wilayah Amerika Selatan. Penelitian terbaru yang diterbitkan dalam jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences, menyimulasikan dampak lanjutan tersebut, untuk setiap tiga pohon yang mati karena kekeringan, pohon keempat juga mati, meskipun tidak terdampak langsung.
Mengutip dari laman scitechdaily, Selasa (18/10/2022), Tim Riset Aksi Iklim Institut Potsdam yang dipimpin oleh Nico Wunderling, menggunakan analisis jaringan untuk memahami cara kerja rumit dari salah satu penyerap karbon paling berharga dan beraneka ragam di Bumi. Daerah yang paling rentan terhadap transformasi menjadi sabana adalah di pinggiran selatan hutan, pembukaan lahan terus menerus untuk padang rumput atau kedelai telah melemahkan ketahanan hutan selama bertahun-tahun.
Advertisement
Baca Juga
Perubahan iklim yang telah menyebabkan periode kering semakin sering dan parah di Lembah Amazon, membuat hujan di Amerika Selatan itu mungkin kehilangan hujannya dan pasokan kelembapannya. Hutan terancam oleh kurangnya hujan karena menghirup air saat hujan, tanah menyerap sebanyak tanaman, dan keduanya melepaskan sejumlah besar kembali melalui penguapan dan transpirasi.
Hutan menciptakan sebagian besar cuacanya sendiri melalui daur ulang kelembapan atmosfer ini, menghasilkan hingga setengah dari curah hujan di Lembah Amazon. Meskipun sangat efektif, sistem daur ulang kelembapan pada akhirnya bergantung pada seberapa banyak air yang awalnya dimasukkan ke dalam sistem.
Tim peneliti menemukan bahkan jika musim kemarau hanya berdampak pada satu bagian tertentu dari hutan, kerusakan yang ditimbulkannya melampaui wilayah itu dengan faktor satu hingga tiga. Karena kurangnya hujan mengurangi jumlah air yang didaur ulang, akan ada lebih sedikit curah hujan di daerah tetangga, menempatkan lebih banyak bagian hutan di bawah tekanan serius.
"Kekeringan yang lebih intensif membuat sebagian hutan hujan Amazon berisiko mengering dan mati. Selanjutnya, karena efek jaringan, tutupan hutan yang lebih sedikit menyebabkan lebih sedikit air dalam sistem secara keseluruhan, dan karenanya lebih berbahaya secara tidak proporsional," jelas Wunderling salah satu tim peneliti.
Ia menambahkan peneliti juga telah menyelidiki dampak kekeringan, aturan itu juga berlaku untuk deforestasi. "Artinya pada dasarnya, ketika Anda menebang satu hektare hutan, yang sebenarnya Anda hancurkan adalah 1,3 hektare," sebutnya lagi.
Iklim Baru yang Normal
Sementara itu, ilmu iklim memperkirakan bahwa apa yang dulunya merupakan tahun-tahun yang sangat kering, seperti 2005 dan 2010, mungkin menjadi sebuah kenormalan baru mulai 2050 dan seterusnya. "Kekeringan berulang ini telah memberikan hasil yang terukur. Perubahan pada jaringan kelembaban Amazon," jelas Henrique Barbosa, salah satu penulis senior studi ini dan asisten profesor fisika di University of Maryland, Baltimore County.
Para peneliti menggunakan pengamatan ini untuk memahami dan memodelkan konsekuensi dari iklim masa depan yang menyerupai keadaan kekeringan permanen. Tetapi kekeringan memiliki efek yang berbeda pada sistem hutan di Amazon.
"Di Amazon, pohon dan sistem hutan secara berbeda disesuaikan dengan ketersediaan air, karena beberapa daerah biasanya menunjukkan musim kemarau yang berbeda sementara yang lain memiliki hujan sepanjang tahun. Kami secara khusus mengakui adaptasi lokal ini karena dapat menjadi berkah atau kutukan di bawah perubahan iklim," tambah Boris Sakschewski, rekan penulis studi di Institut Potsdam.
Pihaknya menemukan bagian hutan Amazon yang beradaptasi dengan musim kemarau tidak akan serta merta bertahan dari iklim normal baru, dan risiko jatuh ke sabana atau tidak ada pohon sama sekali tinggi. "Konsekuensi bagi keanekaragaman hayati akan menjadi bencana, tetapi hal yang sama berlaku untuk iklim lokal, regional, dan global," tambah Sakschewski.
Advertisement
Solusi
Di sisi lain masih banyak yang harus dilakukan untuk memperbaiki, sebab tidak semuanya hilang. "Itu karena sebagian besar hutan masih dalam kondisi relatif stabil," kata Ricarda Winkelmann, penulis senior studi ini dan pemimpin penelitian elemen tip di Institut Potsdam.
Efek jaringan dari musim kering kemungkinan terbatas pada area tertentu di tenggara dan barat daya hutan yang kebetulan merupakan area hutan telah menderita akibat tangan manusia, dalam pembukaan hutan. "Masih banyak yang bisa kita lakukan untuk mencoba dan menstabilkan Amazon, karena melestarikannya dan layanan ekologisnya sangat penting untuk stabilitas iklim lokal, regional, dan global,” kata Winkelmann.
Para peneliti memberikan banyak solusi untuk fakta ini, bahwa manusia pasti bisa memperbaikinya dengan melindungi hutan hujan dari penebangan, dan dengan cepat mengurangi emisi gas rumah kaca untuk membatasi pemanasan global lebih lanjut. Hutan hujan Amazon telah memberi banyak kehidupan bagi penduduknya.
Sumber Kehidupan Suku Ticuna
Mengutip dari laman BBC, Selasa 18 Oktober 2022, Orlando Rufino seorang penduduk lokal yang telah memanfaatkan hutan mengatakan bahwa Amazon menghidupi suku Ticuna, suku di Brasil berusia ratusan tahun. "Ini hidup, karena itulah yang memberi kita segalanya," jelasnya.
Sumber utama transportasi, makanan, dan pendapatan bagi keluarga seperti keluarga Rufino, sungai ini selalu berkelok-kelok melalui hutan lebat di Kolombia selatan, yang akhirnya terhubung dengan Amazon yang perkasa. Tapi bukannya mengarungi air, kakinya tenggelam ke pasir kering. Perahu-perahu kayu yang biasanya berjalan di sepanjang arusnya yang stabil, terlupakan di sebelahnya.
"Bahkan saat kemarau, selalu naik ke sini, sekarang ini (kondisinya) kritis," kata Rufino.
Menurut Rufino, secara historis musim kemarau di wilayah ini berlangsung dari Juli hingga Desember. Sementara permukaan sungai turun selama waktu ini, hampir selalu cukup untuk perahu bepergian.
Namun selama lima tahun terakhir, ia melihat kekeringan berangsur-angsur memburuk. Tahun ini, kekeringan telah berjalan berbulan-bulan lebih lama dari biasanya, sekarang sungai sedikit lebih dari tetesan. Tingkat air yang rendah seperti itu menimbulkan ancaman eksistensial bagi sekitar 30 juta orang yang menyebut lembah Amazon sebagai rumah, termasuk penduduk asli suku Ticuna.
Advertisement