Cerita Akhir Pekan: Merawat Pohon Lewat Wisata Alam dan Kafe

Berbagai jenis pohon seperti trembesi, bisa menjadi daya tarik utama di tempat wisata alam.

oleh Henry diperbarui 19 Nov 2022, 19:33 WIB
Diterbitkan 19 Nov 2022, 10:00 WIB
Cerita Akhir Pekan: Para Perawat Pohon
Cerita Akhir Pekan: Para Perawat Pohon.  foto: Instagram @anggavito92

Liputan6.com, Jakarta - Di bulan Novemberr ini kita memperingati dua hari pohon, sekaligus, yaitu Hari Menanam Pohon Indonesia pada 28 November dan Hari Pohon Sedunia pada 28 November.  Hal ini seperti kembali mengingatkan kita bahwa pohon sangat penting bagi kehidupan manusia di bumi.

Pohon adalah makhluk hidup sejuta manfaat. Seluruh bagiannya sangat berarti untuk kehidupan manusia. Melansir laman remi Menko PMK (Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan), pohon memberi oksigen melalui metabolismenya dan mengeluarkannya melalui daun, memberikan bahan bangunan kayu dengan batangnya, memberikan makanan melalui buahnya, dan dapat mencegah banjir, mencegah longsor dengan akarnya.

Salah satu cara untuk melestarikan pohon dan bisa dinikmati banyak orang adalah dengan membuat wisata alam yang dihiasi dengan beragam pohon dan tanaman.  Contohnya, hutan wisata De Djawatan yang berlokasi di Desa Benculuk, Kecamatan Cluring Kabupaten Banyuwangi.

Hutan De Djawatan seluas 4 hektare tersebut berada di bawah pengelolaan Perum Perhutani wilayah Kesatuan Pemangkuan Hutan Banyuwangi Selatan. Menurut Administratur Perhutani KPH Banyuwangi Selatan Panca Putra Sihite, pohon trembesi merupakan tumbuhan mayoritas di De Djawatan sekaligus menjadi daya tarik utama. Ini adalah alasan terbesar pengunjung untuk datang berwisata ke kawasan sejuk yang resmi masuk dalam daftar obyek wisata Dinas Pariwisata Kabupaten Banyuwangi sejak Juni 2018.

Tumbuhan bernama ilmiah Samanea saman tersebut tumbuh subur di De Djawatan Banyuwangi dengan ketinggian 25-30 meter dari permukaan tanah. "Jadi pohon-pohon trembesi di De Djawatan jumlahnya ratusan batang, sepertiganya berusia 100-200 tahun. Kita menanam pohon trembesi ini karena fungsinyal sebagai pohon hujan," terang Panca pada Liputan6.com, Jumat, 18 November 2022.

"Pohon ini punya kemampuan besar dalam menyerap air, itu membuat dahannya begitu lembap dan menjadi rumah paling nyaman buat tumbuhan epifit, seperti jenis paku-pakuan. Rumput-rumputan juga banyak yang tumbuh subur di sekitar trembesi," sambungnya.

Panca menambahkan, pohon asli Amerika Selatan ini dapat cepat tumbuh membesar dengan karakteristik khas, yaitu belasan dahan pohonnya meliuk-liuk melebar membentuk kanopi atau payung.  Kesuburan tanah latosol berunsur hara yang memadai di kawasan De Djawatan ikut berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan pohon-pohon trembesi hingga tinggi menjulang dan membuat kawasan sekitarnya menjadi teduh.

De Djawatan dengan lebatnya hutan trembesi ditambah kanopi alami dan siluet indah sinar mentari sekilas mirip dengan penggambaran hutan pada film layar lebar The Lords of The Rings.  Film trilogi fenomenal karya sutradara Peter Jackson ini banyak mengambil latar kawasan hutan di kampung halamannya, Selandia Baru. Salah satunya Taman Nasional Kaitoke di North Island, Wellington.

Jadi Sumber Oksigen

Ilustrasi pohon
Ilustrasi pohon (Gambar oleh Peter H dari Pixabay)

Sebelum terkenal sebagai objek wisata seperti sekarang ini, masyarakat Benculuk lebih mengenal hutan ini sebagai Tapel Pelas. Selama puluhan tahun, Tapel Pelas dijadikan lokasi tempat penimbunan kayu (TPK) dan hasil hutan yang dikelola Perhutani.

"Lingkungan hutan ini sekarang sudah ditata ulang supaya menarik untuk dikunjungi sekaligus sebagai pelepas penat, dengan tambahan ratusan meter jalan setapak beralas tanah, pemagaran pohon-pohon trembesi raksasa, dan tambahan fasilitas toilet dan musala," ucap Panca.  Di beberapa sudut disediakan pula bangku-bangku terbuat dari kayu jati. Pengelola juga menyediakan sudut-sudut cantik bagi para pengunjung untuk berfoto dengan latar pohon pohon trembesi raksasa.

Wisata alam lainnya yang banyak ditanami pohon dan berbagai tanaman adalah Omah Kecebong di Dusun Sendari, Cebongan, Tirtoadi, Mlati, Sleman, Yogyakarta, Omah Kecebong menawarkan berbagai kegiatan wisata yang kembali ke alam, mulai dari membajak sawah hingga berkeliling menggunakan gerobak sapi.  Sebagai destinasi wisata yang asri, Omah Kecebong mengajak para pengunjung lebih mengenal budaya Jawa dan alam melalui kerja sama dengan warga sekitar.

Bagi Hasan, konsep ramah lingkungan sangat bermanfaat karena bisa ikut merawat tempat wisata itu sendiri dan juga para pengunjung maupun pengelola. "Tempat kami dulu termasuk gersang tapi sekarang sudah banyak pepohonan dan itu bisa menjadi sumber oksigen yang bagus. Di tempat kita, limbah organik seperti sampah sisa sayuran atau kupasan buah bisa diolah menjadi ekoenzim yang sangat bermanfaat, seperti untuk membersihkan kamar mandi dan pupuk tanaman," jelas Hasan.

Awalnya, Omah Kecebong dibuat untuk mengembangkan tanaman holtikultura di Daerah Sendari Cebongan. Ketika sedang merintis usaha Holtikultura ini sang pemilik yaitu Hasan Setio Prayogo, mendapatkan masukan dari pelaku wisata internasional untuk dikembangkan sebagai tempat wisata budaya lokal dengan konsep alam pedesaan yang ramah lingkungan dengan kelengkapan penginapannya yang klasik.

Sampai saat ini Omah Kecebong terkenal hingga luar negeri karena kebanyakan para pengunjung ingin belajar budaya dan kearifan lokal masyarakat Jawa, khususnya Yogyakarta.  Bagi Hasan, konsep ramah lingkungan sangat bermanfaat karena bisa ikut merawat tempat wisata itu sendiri dan juga para pengunjung maupun pengelola.

Bibit Tanaman

Wisata Yogyakarta
Omah Kecebong, Yogyakarta. (Liputan6.com/Asnida Riani)

"Tempat kami dulu termasuk gersang tapi sekarang sudah banyak pepohonan dan itu bisa menjadi sumber oksigen yang bagus. Di tempat kita, limbah organik seperti sampah sisa sayuran atau kupasan buah bisa diolah menjadi ekoenzim yang sangat bermanfaat, seperti untuk membersihkan kamar mandi dan pupuk tanaman," jelas Hasan.

Sedangkan, limbah organik dari daun-daun dan sisa makanan bisa diolah untuk dijadikan kompos dan digunakan untuk pupuk atau bibit tanaman. Menurut Hasan, pihaknya sudah menghasilkan ratusan bibit tanaman dan ada yang diberikan secara gratis kepada para pengunjung mereka.

Ia menambahkan, konsep wisata ramah lingkungan sebenarnya tidak mahal, justru bisa menghasilkan kalau bisa menerapkannya dengan baik. "Kalau tidak menerapkan konsep ini, tidak akan ada pengolahan limbah yang dilakukan pengelola tempat wisata," ujarnya.

Selain di tempat wisata alam, merawat pohon juga bisa dilakukan dengan membuat kafe. Salah satunya, Plantarcana yang berlokasi di Jalan Progo, Citarum, Bandung, Jawa Barat.  Pihak kafe menyajikan aneka kopi dan teh seperti kafe lain pada umumnya. Tapi, yang jadi ciri khas dan paling menarik perhatian adalah konsep dan desain bangunan kafe tersebut.

Selain suasananya yang nyaman dan ada banyak jendela, ruangan dalam kafe dipenuhi berbagai macam tanaman hijau yang terlihat menyejukkan mata. Semua tanaman ditanam di dalam pot. Ada yang diletakkan di meja khusus, ada yang digantung dan ada juga yang dipajang di beberapa sudut ruangan. Sementara di halaman kafe terdapat berbagai jenis pohon yang membuat suasana tempat tersebut terasa semakin asri.

Menjual Tanaman

Kafe Plantarcana di Bandung, Jawa Barat
Kafe Plantarcana di Bandung, Jawa Barat. (dok.Instagram @plantarcana.id/https://www.instagram.com/p/CUGnNJKv6Zq/Henry)

Hal itu sepertinya sesuai dengan keterangan di halaman depan akun Instagram resmi mereka, yaitu "Toko Budidaya Tanaman & Alat Berkebun, Coffee and Plants". Selain menyajikan beragam menu makanan dan minuman, Plantarcana juga menjual berbagai macam tanaman dan pupuk atau bibit tanaman.

"Kafe ini spesialisasinya pastinya kopi dan the, tapi digabungkan dengan tanaman. Itu jadi konsep utama kami. Kita percaya pada kekayaan dan kekuatan alam yang dapat memberikan kebaikan bagi kita," jelas Winny Kamil, co-owner Plantarcana pada Liputan6.com, Jumat, 18 November 2022.

"Di halaman kafe kita juga ada banyak tanaman dan pohoh. Oleh karena itu, Plantarcana memiliki doa yaitu agar melalui kami, kebaikan alam dapat dihantarkan kepada pelanggan atau 'Nature's Goodness Delivered to You'," lanjut Winny.

Untuk tanaman, Plantarcana menjual berbagai jenis tanaman dan pupuknya, seperti Monstera, Philodendron, Anthurium, Syngonium, Cactus , dan Sukulen. Harganya mulai dari Rp100 ribu sampai Rp5 jutaan.  Untuk sistem pembuangan sampah, sejauh ini, kata Winny, masih secara konvensional. Namun, mereka sedang berusaha untuk memilah-milah sampah agar manajemen pembuangan sampah di tempat mereka bisa lebih baik lagi.

"Sejauh ini kami sendiri sudah berusaha mengurangi penggunaan single use plastic bagi hal yang kurang perlu, seperti sedotan sekali pakai. Namun guna mengurangi penyebaran virus Covid-19, plastik sekali pakai masih kami gunakan untuk pesanan takeaway," ungkap Winny.

Infografis Pohon-Pohon Endemik Indonesia yang Terancam Punah
Daftar sejumlah pohon endemik Indonesia yang terancam punah. (dok. Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya