Liputan6.com, Jakarta - "Dari SD, SMP, sampai SMA aku di-bully. Kenapanya sampai sekarang enggak pernah tahu. Pengalaman itu membuatku berpikir mau cepat kerja. Beranggapan enggak ada perundungan, karena orang-orangnya sudah dewasa. Masuk ke dunia kerja, ternyata ada juga (perundungan di tempat kerja)," Head of Communication Unilever Indonesia, Kristy Nelwan, bercerita dalam sesi live di Instagram, beberapa waktu lalu.
Berangkat dari pengalaman pribadi dan prinsip Unilever Indonesia untuk saling menghargai di tempat kerja, mereka merasa penting mengangkat isu perundungan di tempat kerja. "Seperti aku, mungkin banyak orang menyangka enggak ada workplace bullying, karena itu diskusi kita ini jadi sangat penting," imbuhnya.
Advertisement
Baca Juga
Relawan komunitas Sudah Dong, Tantri Arihta Sitepu, menyambung dengan menjelaskan beda perundungan dan kekerasan. Yang paling mencolok, katanya, perundungan belum mempunyai payung hukum.
"Apa sih yang masuk dalam kategori perundungan? Itu merupakan tindakan eksternal yang menargetkan seseorang atau kelompok yang membuat mereka tertekan secara psikologis. Kalau konteksnya di lingkungan kerja, itu menggangu aktivitas, performance, bahkan memengaruhi fisik dan mental orang maupun kelompok tersebut," paparnya.
Menurutnya, struktur sosial jadi salah satu penyebab isu perundungan di kantor "tenggelam maupun "cenderung diabaikan." "Padahal, itu bisa saja escalated jadi kekerasan fisik. Kalau sudah begini, perusahaan akan terekspos secara hukum, dan itu tentu tidak akan baik secara bisnis," imbuhnya.
Tantri juga berkata bahwa belum banyak pihak yang sadar akan perundungan di kantor. Karena itu, ia menegaskan, pentingnya edukasi di berbagai level, supaya bisa menjakau ragam peran di instiuti profesional.
Jangan Dinormalisasi
Melanjutkan semangat itu, Unilever Indonesia berkolaborasi dengan komunitas Sudah Dong dalam meluncurkan e-booklet bertajuk "Sadari, Kenali, Atasi Workplace Bullying." Panduan yang dapat diakses secara gratis ini ingin mendorong semangat dan komitmen masyarakat dalam melakukan aksi nyata melawan perundungan di tempat kerja.
Juga, merangkul semakin banyak perusahaan untuk memiliki sistem, struktur, dan kepemimpinan yang berpihak pada anti-perundungan. "Sejalan dengan strategi 'The Unilever Compass,' Unilever Indonesia ingin terus berkontribusi dalam mewujudkan masyarakat yang adil dan inklusif, termasuk dengan menerapkan prinsip zero tolerance untuk bullying di tempat kerja," kata Kristy.
Ia menyambung, "Berpegang pada kode etik Respect, Dignity, and Fair Treatment (RDFT), kami menindak tegas perilaku menyinggung, mengintimidasi, atau menghina, termasuk segala bentuk pelecehan atau perundungan atas dasar perbedaan ras, usia, peran, gender, agama, kondisi fisik, kelas sosial, dan pandangan politik sekali pun."
Kristy beranggapan, jika perundungan di tempat kerja tidak segera diatasi, itu akan jadi sesuatu yang dinormalisasi. "Itu yang kami tidak mau," imbuhnya.
Advertisement
Isi E-Booklet
E-booklet "Sadari, Kenali, Atasi Workplace Bullying" disebut menjabarkan pemahaman mengenai perundungan di kantor, cara mengidentifikasi tindakan workplace bullying, serta hal yang harus dilakukan saat jadi korban maupun saksi workplace bullying.
Juga, berisi panduan bagi perusahaan untuk menegakkan komitmen anti-perundungan di lingkungan kerja, serta contoh praktik terbaik yang dapat dilakukan perusahaan dalam mencegah dan menindak tindakan perundungan di kantor. "Dari sini, kita bisa sama-sama merefleksi apa yang kita lakukan. Jangan-jangan tanpa disadari kita jadi perundung," Kristy menyebut.
Tidak hanya informasi satu arah, e-booklet ini juga memuat gim interaktif yang dapat jadi bahan evaluasi untuk melihat di mana posisi kita saat perundungan di lingkungan kerja terjadi di sekitar kita. E-booklet ini dapat diakses publik secara gratis melalui situs web komunitas Sudah Dong maupun Unilever Indonesia.
"Jangan lagi ada alasan untuk menoleransi perundungan di lingkungan kerja," Kristy mengatakan. "Kita semua bia memilih jadi penggerak (kesadaran dalam melawan perundungan di lingkungan kerja)."
Mencegah Perundungan di Tempat Kerja
Tantri menjelaskan, "Tindakan workplace bullying sebenarnya dapat dicegah, antara lain dengan membangun relasi yang baik dengan rekan-rekan kantor, yang tentu saja membutuhkan personal effort, sehingga kita paling tidak bisa mengetahui personal interest masing-masing."
"Kemudian, menggali prinsip personal satu sama lain melalui percakapan sehari-hari, tidak memaksakan prinsip personal kita pada orang lain, berkomunikasi dengan jelas tentang apa yang kita suka atau tidak suka dengan kata-kata yang santun, serta memahami bahwa kita tidak mungkin bekerja sendiri." imbuhnya.
Dengan melakukan hal-hal tersebut, menurut Tantri, secara langsung kita sedang bertoleransi. "Saat kita memahami apa yang jadi batasan-batasan pribadi orang lain, respect pun terbangun. Akhirnya, diharapkan tidak ada bullying di antara rekan kerja di lingkungan kantor."
Di sisi lain, ia menyambung, memastikan keamanan dan kenyamanan pekerja saat bekerja, baik di kantor maupun secara remote dengan menyediakan aturan dan sanksi yang jelas, merupakan kewajiban semua perusahaan. "Masih diperlukan edukasi lebih banyak tentang bagaimana perusahaan mampu memastikan bahwa para pekerja merasa aman, nyaman, dan, utamanya, terlindungi dari tindakan workplace bullying ataupun bentuk kekerasan lain," tandasnya.
Advertisement