Cerita Museum Kotagede Yogyakarta yang Menempati Rumah Kalang

Museum Kotagede Yogyakarta menganut konsep living museum yang masih jarang diterapkan.

oleh Geiska Vatikan diperbarui 12 Des 2022, 08:02 WIB
Diterbitkan 12 Des 2022, 08:02 WIB
Tampilan Intro Living Museum.
Tampilan Intro Living Museum. (Instgram:@cococheeze/https://www.instagram.com/p/ChULtg4v9b9/Geiska Vatikan Isdy).

Liputan6.com, Jakarta - Yogyakarta punya cara sendiri untuk mendekatkan masyarakat pada sejarah dan peninggalan budaya masa lampau. Salah satunya dengan mengubah bangunan bersejarah sebagai museum, seperti dicontohkan lewat Museum Kotagede yang dibuka sejak 2021.

Dinas Kebudayaan DIY melalui seksi Permuseuman Bidang Pelestarian dan Pengembangan Sejarah, Bahasa, Sastra, dan Permuseuman mencoba mengelola tempat itu dengan konsep living museum. Itu adalah konsep yang menyuguhkan periode masa lampau dan melibatkan aktivitas masyarakat dengan tradisi yang masih hidup dan mendukung upaya pelestarian, serta menjadi pusat informasi bagi sebuah wilayah. 

 

Dikutip dari laman resmi Dinas Kebudayaan DIY dan visitingjogja.go, pemerintah setempat tertarik mengusung konsep tersebut karena dinilai masih jarang diterapkan. Rumah Kalang yang merupakan aset milik Pemerintah Daerah DIY dipilih sebagai lokasi museum.

Rumah Kalang dikenal sebagai tempat tinggal orang Kalang, bagian dari masyarakat Jawa yang pada saat itu tinggal di lingkungan Keraton Mataram. Kata kalang dalam bahasa Jawa berarti pagar atau batas.

Rumah Kalang yang berada di Jalan Tegalgendu tersebut sudah ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya. Tempat itu dulunya dimiliki oleh H. Noerijah, salah satu tokoh wong kalang atau orang kaya pada masanya. 

Wong Kalang turut membentuk identitas Kotagede, tidak hanya karena bangunan yang memiliki karakter arsitektur yang khas, namun juga perannya dalam sosial, budaya, dan ekonomi. Menurut sejarah, hunian warga Kalang di Kotagede dimulai saat masa pemerintahan Sultan Agung.

Sempat Terdampak Gempa

Arsitektur Rumah Kalang Intro Living Museum
Arsitektur Rumah Kalang Intro Living Museum. (Dinas Kebudayaan Yogyakarta/Geiska Vatikan Isdy).

Bangunan rumah kalang memiliki gaya arsitektur yang unik. Konsepnya menggabungkan gaya arsitektur Jawa dalam penataan ruang dan model Indis dalam pemilihan ornamen. 

Secara detail, bangunan yang diubah menjadi museum itu memiliki tiang bergaya Corinthia- Romawi. Sementara, interiornya dihiasi kaca patri berwarna-warni, batu ubin bermotif pada lantai atau penutup dinding bagian bawah, dengan pintu dan jendela berukuran besar dalam jumlah banyak.

Rumah Kalang yang masih berdiri kokoh sampai saat ini sudah beberapa kali direnovasi, termasuk memperbaiki kerusakan akibat gempa Yogya pada 2006 lalu. Akibat gempa dengan magnitudo 6,4 itu, bangunan tersebut mengalami banyak kerusakan. Bahkan, banyak rumah lawas di Kotagede ikut roboh.

Proses renovasi Rumah Kalang tidak bisa sembarangan karena berstatus cagar budaya. Begitu pula dengan cara pemeliharaannya yang harus khusus agar tidak mengubah bagian-bagian arsitekturnya. Pengetahuan tentang cara perawatan harus dimiliki pemilik rumah agar karakter bangunan cagar budaya tidak hilang.

 

Empat Klaster

Tampilan Kriya Perak pada Klaster Kemahiran Tradisional.
Tampilan Kriya Perak pada Klaster Kemahiran Tradisional. (Instagram:@malamuseum/https://www.instagram.com/p/CbtqI02r42s/Geiska Vatikan Isdy).

Melansir dari laman Dinas Pariwisata Kota Yogyakarta, untuk memudahkan pengunjung, Intro Living Museum membagi bagian menjadi empat klaster didalamnya yang mewakili sejarah. Klaster pertama adalah arkeologi dan sejarah. Dalam kesempatan ini,pengunjung bisa melihat peninggalan berupa artefak, bangunan, cagar budaya, dan lainnya.

Kedua adalah klaster kemahiran tradisional yang berisi seputar informasi peninggalan arsitektur dan kriya perak. Bergeser ke klaster sastra, seni pertunjukan, dan adat tradisi, materinya berisi tentang sejarah kreasi seni hingga kuliner khas Kotagede, Kipo dan waru. Kue kipo merupakan makanan khas yang terbuat dari tepung ketan dan diisi dengan unti kelapa manis, sedangkan kue Waru adalah jajanan tradisional berbentuk bunga dengan delapan kelopak.

Klaster terakhir adalah pergerakan sosial. Di dalamnya terdapat cerita perjalanan sejarah terkait muncul dan berkembangnya organisasi sosial dan kemasyarakatan Kotagede, termasuk peran mereka dalam kemerdekaan Indonesia. Beberapa koleksi berasal dari hibah tokoh dan masyarakat Kotagede, serta dari ahli waris Ibu Hj Noerijah, pemilik lama rumah kalang.

Jam Operasional

Museum Kotagede Intro Living Museum
Museum Kotagede Intro Living Museum (Instagram:@malamuseum/https://www.instagram.com/p/CbtqI02r42s/Geiska Vatikan Isdy).

Museum ini dibuka setiap Senin hingga Kamis mulai pukul 07.30 – 16.00 WIB. Khusus di hari jumat, museum ini hanya memberi pelayanan wisata hingga pukul 14.30 WIB saja. Museum ditutup setiap Sabtu dan Minggu serta hari besar dan tanggal merah.

Untuk masuk ke dalam museum, pengunjung harus mereservasi terlebih dahulu lewat tautan yang ada di akun Instagram @museumkotagede. Nantinya, pengunjung akan diberikan pilihan waktu untuk datang.

Setelah sampai di museum, pengunjung akan diminta untuk mengisi buku tamu. Tidak perlu kawatir soal biaya, museum ini memberikan layanan gratis kepada para pengunjung untuk menikmati sejarah dari Kotagede dengan menyusuri klaster yang ada.

Syarat untuk masuk ke museum ini adalah pengunjung dibatasi maksimal 15 orang dan harus sudah divaksin booster ketiga. Hal ini dilakukan guna saling menjaga keselamatan masing-masing dalam situasi pandemi COVID. Kemudian, pengunjung harus memastikan proteksi dan protokol kesehatan jika ingin mengunjungi museum.

Infografis Wisata Museum di 5 Wilayah DKI Jakarta
Infografis Wisata Museum di 5 Wilayah DKI Jakarta.  (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya