Polemik Iklan Kontroversial Rabbani dan Klarifikasi Komnas Perempuan soal Data Penyebab Kekerasan Seksual

Komnas Perempuan setiap tahun meluncurkan Catatan Tahunan (CATAHU), yang merupakan kompilasi data kasus kekerasan terhadap perempuan di Indonesia.

oleh Henry diperbarui 10 Jan 2023, 19:01 WIB
Diterbitkan 10 Jan 2023, 19:01 WIB
Direktur Marketing Rabbani Ridwanul Karim di kanal Youtube Kasisolusi pada 6 Januari 2023 yang berjudul “Klarifikasi Video Iklan “Rabbani” Banjir Hujatan Netizen! Sebut: Wanita Tak Berhijab itu bodoh
Direktur Marketing Rabbani Ridwanul Karim di kanal Youtube Kasisolusi pada 6 Januari 2023 yang berjudul “Klarifikasi Video Iklan “Rabbani” Banjir Hujatan Netizen! Sebut: Wanita Tak Berhijab itu bodoh.”  foto: Youtube Kasisolusi

Liputan6.com, Jakarta - Brand hijab dan busana muslim Rabbani jadi kontroversi setelah iklan mereka menuai kritik, lantaran menyebutkan bahwa cara berbusana wanitalah yang menjadi penyebab terjadinya pelecehan seksual. Kini, pihak lain pun ikut terseret, salah satunya Komisi Nasional atau Komnas Perempuan.

Wawancara itu diunggah di Youtube pada 6 Januari 2023 yang berjudul “Klarifikasi Video Iklan “Rabbani” Banjir Hujatan Netizen! Sebut: Wanita Tak Berhijab itu bodoh.” Dalam tayangan podcast tersebut, Ridwanul Karim kembali menyatakan bahwa pakaian perempuan yang terbuka menjadi faktor penyebab terjadinya kasus kekerasan seksual.

"Wanita yang berpakaian terbuka itu akan mengundang seorang pria yang berniat berpikiran buruk. Tidak berlaku sebaliknya. Wanita sekehendaknya menggunakan pakaian tertutup. Tidak memberi kesempatan untuk pria yang berpikiran jorok."

Pernyataan tersebut disampaikan pada menit 02.05 – 02.25 dengan menyebutkan data diambil berdasarkan data dari Komnas Perempuan. Narasumber dan host beberapa kali menyebutkan nama “Komnas Perempuan” sebagai rujukan data yang dibahas, termasuk menyebutkan faktor-faktor terjadinya kekerasan.

Komnas Perempuan yang disebut merilis klarifikasi atas klaim yang disampaikan Rabbani. Dalam pernyataan tertulis yang diterima Liputan6.com, Selasa (10/1/2023), disebutkan bahwa CATAHU Komnas Perempuan selama 20 tahun (2003 - 2022) tidak pernah menyebutkan bahwa pakaian perempuan yang terbuka menjadi pemicu terjadinya kekerasan seksual.

Berdasarkan pengaduan yang datang langsung ke Komnas Perempuan, pakaian perempuan tidak signifikan sebagai penyebab kekerasan seksual, karena semua kekerasan dapat menimpa perempuan berpakaian terbuka hingga pakaian yang tertutup. Komnas Perempuan setiap tahun meluncurkan Catatan Tahunan (CATAHU), yang merupakan kompilasi data kasus kekerasan terhadap perempuan di Indonesia.

Informasi Menyesatkan

Komisioner Komnas Perempuan, Siti Aminah. (Merdeka/Bachtiarudin Alam)
Komisioner Komnas Perempuan, Siti Aminah. (Merdeka.com/Bachtiarudin Alam)

Begitu pula dalam hal usia, perempuan korban kekerasan seksual terentang mulai dari anak perempuan berusia 8 tahun sampai perempuan lansia. Dalam CATAHU Komnas Perempuan 2022 tercatat jumlah kekerasan seksual sebanyak 4.660 kasus, dengan pelakunya mayoritas orang-orang yang dikenal atau dekat dengan korban, bukan orang tak dikenal yang tertuju pada busana tertentu.

"Oleh karena itu, penggunaan data Komnas Perempuan bahwa kekerasan seksual disebabkan oleh pakaian yang terbuka tidaklah benar, dan merupakan disinformasi atau menyebarkan informasi menyesatkan, hal yang dapat melanggar peraturan perundang-undangan," tulis pernyataan Komnas Perempuan di laman resminya.

"Pandangan tersebut juga menggambarkan rape culture yang menempatkan perempuan sebagai penyebab terjadinya pelecehan seksual atau kekerasan seksual. Komnas Perempuan menyatakan dengan tegas menolak penyebutan data Komnas Perempuan untuk mendukung iklan yang disampaikan oleh Rabbani," sambung pernyataan tersebut.

Berdasarkan hal tersebut, Komnas Perempuan menyampaikan:

1. Penyataan dalam iklan Rabbani merupakan tindakan misoginis dan melekatkan stigma bahwa perempuan adalah penyebab terjadinya kekerasan seksual

2. Rabbani dan Kasisolusi agar menarik iklan tersebut dan meminta maaf atas kesengajaan termasuk penyebutan menyesatkan pemirsa seolah informasi iklan tersebut berasal dari "data Komnas Perempuan"

3. Meminta media sosial youtuber dan/atau influencer dalam mengutip data kekerasan terhadap perempuan mengacu pada sumber resmi Komnas Perempuan di www.komnasperempuan.go.id.

4. Mengajak dunia usaha terlibat dalam upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan serta tidak menjadikan kekerasan terhadap perempuan sebagai komoditi iklan, terutama dengan menyampaikan informasi yang tidak benar.

Narasumber dari pernyataan Komnas Perempuan itu adalah Veryanto Sitohang, Rainy M.Hutabarat, Siti Aminah Tardi, dan Mariana Amiruddin.

 

S3 Marketing

Komnas Perempuan Desak Kasus Kekerasan Seksual di Gundar Tak Berakhir Damai
Komnas Perempuan sesalkan kasus kekerasan seksual di Gundar yang berakhir damai. (Pexels/karolina grabowska).

Sementara itu, unggahan di podcast mendapat beragam tanggapan dari warganet. Banyak yang menghujat, ada juga yang mencoba bersikap netral dan tak sedikit juga yang tetap mendukung Rabbani.

"Komnas HAM membantah data direktur Rabbani tentang faktor pakaian sebagai penyebab pelecehan seksual. Ada beritanya. Jadi Direktur Rabbani ngambil data dari mana?" komentar seorang warganet.

"Marketing S3 ini, customer nya makin loyal dan ningkatin engagement sih, yg kontra sama postnya kayanya mayoritas bukan customernya Rabbani, pada akhirnya gak ngaruh ke sales," komentar warganet lainnya.

"Sebenarnya menurutku ..rabbani tdk berniat gt tp lebih mengingatkan kita kaum hawa bahwa aurat adalah kewajiban yg hrs dijaga," timpal warganet lainnya.

Gelombang kritik publik terhadap Rabbani merujuk pada kampanye terbaru yang dirilis jenama tersebut seputar topik kasus pelecehan seksual. Di unggahan reels Instagram, baru-baru ini, pihaknya menulis,  "Akhir-Akhir ini sedang ramai berita tentang pelecehan seksual seolah sudah menjadi pemandangan biasa. Namun, apakah ada hubunganya pakaian dengan pelecehan seksual?"

 

Tanggapan Rabbani

Rabbani
Kampanye Rabbani salahkan penampilan korban pelecehan seksual. (dok. Instagram tangkapan layar Instagram @rabbaniprofesorkerudung/https://www.instagram.com/reel/CmlCSwIvkTR/)

Narasi dari klip tersebut berbunyi, "Ketika perempuan berpakaian serba minim, jika terjadi pelecehan, siapakah yang salah? Jika dilihat dari sudut pandang wanita, posisi wanita tidak salah, karena setiap wanita berhak menggunakan pakaian apapun. Jadi, laki-lakinya aja tuh yang mesum jika melihat wanita berpakaian minim."

"Namun, jika dilihat dari sudut pandang pria, wanita yang berpakaian terbuka itu bodoh. Ibarat tidak ada asap, tidak ada api. Wanita yang berpakaian terbuka akan mengundang pria punya niat dan berpikiran jorok. Tidak berlaku untuk sebaliknya," sambung mereka.

"Karena itu, wanita sehendaknya menggunakan pakaian tertutup yang tidak memberikan kesempatan untuk seorang pria punya niat dan berpikiran jorok. Bagi pria, seharusnya menjaga dan meminimalisir pandangan dari hal-hal yang mengundang syahwat. Jadi menurut rabbaners, apakah pria yang salah atau wanitanya yang bodoh?" tandasnya.

Keterangan ini pun diamuk massal oleh penghuni jagat maya. Salah satunya menulis, "Postingan ini adalah contoh kontribusi dalam pemakluman victim blaming. Mengapa begitu? Karena memposisikan bahwa korban mengalami kekerasan seksual karena pakaiannya. Padahal, apapun pakaiannya, tindakan kekerasan seksual TIDAK BISA DIBENARKAN atas alasan apapun."

Terkait kritik yang tengah digulirkan publik, Head Marcomm Rabbani, Wahid Arbi Sasmito, mengatakan melalui sambungan telepon pada Liputan6.com, Kamis, 29 Desember 2022, bahwa pihaknya belum bisa memberi tanggapan. "Kami bukan tidak ingin menanggapi. Kami sedang persiapan event, jadi semua lagi fokus ke sana," ia berkata.

Infografis 1 dari 4 Perempuan Mengalami Kekerasan Fisik atau Seksual. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis 1 dari 4 Perempuan Mengalami Kekerasan Fisik atau Seksual. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya