Liputan6.com, Jakarta - Seorang pengantin wanita, yang tidak disebutkan namanya, berbicara tentang bagaimana keinginan menurunkan berat badan dengan cepat berujung pada masalah gangguan makan. Diet yang akhirnya lepas dari kendalinya ini dimulai di hari pertunangan pada Desember 2018.
Komentar-komentar, seperti "Anda akan jadi pengantin yang sangat cantik," "Saya tidak sabar melihat Anda memakai gaun pengantin," dan "Semuanya akan sempurna," telah menyebabkan tekanan hebat padanya. "Saya bertekad memenuhi ekspektasi tersebut," sebutnya, seperti dirangkum CNA dari New York Post, Senin, 6 Februari 2023.
Advertisement
Baca Juga
Tapi, diet jelang pernikahannya berbuah gangguan makan yang parah. Si mempelai perempuan menyebut, "Saya terkejut dengan seberapa cepat saya jatuh sakit dan seberapa dalam penyakit itu."
Terkait ini, ahli diet dan penulis buku The Eating Disorder Trap, Robyn Goldberg, menjelaskan, "Penelitian menunjukkan satu dari tiga orang yang berdiet mengalami gangguan makan. Itu sangat, sangat umum."
Pakar yang telah berpraktik selama 25 tahun ini mencatat bahwa tidak sedikit kliennya memiliki gangguan makan, termasuk calon pengantin. Dalam kasus calon pengantin yang diceritakan, perubahan gaya hidup di hari-hari awal perencanaan pernikahan tidak kentara.
Ia berbagi, "Saya mencatat asupan kalori saya dan menemukan pilihan makanan lebih sehat. Tapi, ketika pandemi melanda dan membuat saya berada di rumah dengan peralatan olahraga, timbangan berat badan, dan waktu ekstra di tangan saya, peluang mencoba metode penurunan berat badan baru dan terobsesi dengan perkembangannya pun tumbuh."
Keterikatan Emosi
Pandemi juga telah memaksa pasangan itu menunda pernikahan mereka. "Hanya dalam beberapa bulan, saya sangat membatasi asupan kalori saya, menimbang diri saya sendiri beberapa kali sehari, dan mengikuti olahraga yang ketat tanpa pengawasan asli," sebut pengantin wanita itu.
Ini termasuk 45 menit berlari di atas treadmill dan 120 menit berjalan kaki, dengan 180 menit di akhir pekan, setiap harinya. "Sebelum pertunangan, saya belum pernah mendengar tentang puasa intermiten, tapi tidak butuh waktu lama bagi saya untuk menguasainya," ia menambahkan
Perubahan perilaku ini terjadi secara bertahap sehingga ia tidak menyadari ada sesuatu yang salah sampai hampir dua tahun kemudian. Ia berkata, "Saat itu saya telah kehilangan 50 pound (sekitar 22kg), meski awalnya saya hanya ingin menurunkan 25 pound (11kg)."
"Emosi saya jadi terkait erat dengan agenda diet saya," tuturnya. "Jika berat pagi saya 0,2 pound (sekitar 0,09kg) lebih tinggi dari hari sebelumnya, seluruh hari saya hancur. Jika timbangan menunjukkan 0,2 pon lebih sedikit, saya menghabiskan hari itu dengan hati-hati memilih rencana makan untuk memastikan berat badan saya tidak bertambah."
"Saya melangkah lebih jauh dengan tidak membiarkan diri saya minum air di larut malam atau semalaman, sehingga tidak akan mempengaruhi timbangan keesokan paginya," sambungnya.
Â
Advertisement
Kepribadian Berubah
Si pengantin wanita juga mengaku bahwa kepribadiannya berubah. "Saya mulai berdebat dengan tunangan saya untuk pertama kalinya," ia bercerita.
"Saya panik jika saya tidak bisa makan sendiri. Saya menangis ketika teman-teman bertanya apakah saya ingin bertemu sambil makan es krim atau pancake. Saya pergi tidur setiap kali saya mulai merasa lapar sehingga saya tidak perlu khawatir tentang itu," imbuhnya.
"Yang terburuk," ia melanjutkan. "Saya berhati-hati untuk menyembunyikan semua perilaku ini, menghilangkan kemungkinan orang-orang dalam hidup saya untuk campur tangan." Pasangan itu akhirnya menikah pada 19 Sep 2020, tapi menunda resepsi hingga 11 Sep 2021, yang berarti lebih banyak waktu untuk memastikan tubuh si pengantin wanita "siap memakai gaun."
Dalam kasus ini, spesialis gangguan makan dan penulis Ending the Diet Mindset, Becca Clegg, menyebut, "Jika Anda berdiet dan mengalami perpanjangan diet akibat pandemi global, itu seperti membuang bensin ke api yang sudah menyala. Seseorang bisa berpikir mereka mencoba menurunkan berat badan untuk pernikahan, dan sebelum Anda menyadarinya, mereka berada dalam hubungan kompulsif dengan mengatur makanan mereka."
Jangan Diet, tapi ...
Thom Rutledge, seorang psikoterapis dengan pengalaman klinis lebih dari 40 tahun dan rekan penulis Life Without Ed, berpendapat bahwa publik telah hidup dalam "budaya diet."
"Begitu banyak pola pikir tentang gangguan makan yang dinormalisasi di dunia kita," katanya. "Orang-orang bahkan tidak mempertanyakan ketika Anda berkata, 'Saya perlu menurunkan berat badan agar sesuai dengan gaun itu.' Tidak ada yang tersentak, dan itu adalah pandangan yang sangat negatif tentang diri Anda."
Goldberg juga telah melihat penundaan pernikahan memengaruhi gangguan makan pada kliennya. Ia mencatat bahwa gejala gangguan makan jadi lebih parah selama pandemi, yang menyebabkan meningkatnya permintaan akan pengobatan.
Alih-alih berdiet sebelum pernikahan, berikut beberapa saran dari para ahli tentang apa yang harus dilakukan. Pertama, fokus pada apa yang bisa Anda makan lebih banyak daripada apa yang bisa Anda makan lebih sedikit. Ini bisa termasuk buah, sayuran hijau, atau makanan sehat lain.
Kemudian, belajar untuk lebih sadar dan hadir saat makan. Anda juga direkomendasikan untuk menjelajahi makanan yang menurut Anda memuaskan secara fisik dan emosional.
Lalu, hindari diet yang telah ditentukan sebelumnya jika Anda berisiko mengalami gangguan makan atau pernah mengalaminya di masa lalu. Terakhir, jika kesulitan dengan citra tubuh Anda, bicarakan dengan seseorang atau cari bantuan profesional.
Advertisement