Liputan6.com, Jakarta - Banjir sedang melanda sejumlah daerah di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur (NTT). Tak hanya di Labuan Bajo, banjir juga terjadi di Polewali Mandar, Sulawesi Barat, tapi bentuknya berbeda yaitu banjir sampah.
Banjir umumnya terjadi karena ada luapan air sungai usai hujan deras, namun yang terjadi di Kabupaten Polewali Mandar justru luapan aliran sampah hingga sepanjang sekitar satu kilometer. Aliran sampah yang memenuhi sungai ini pun diabadikan warga dan viral di media sosial.
Salah satunya di akun Instagram @makassarcenter pada Rabu (5/4/2023). Peristiwa tersebut diketahui berlokasi di Kecamatan Wonomulyo, Kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat, setelah pintu irigasi dibuka dan menyebabkan lautan sampah mengalir di tengah kota, Selasa, 4 April 2023.
Advertisement
Terlihat tumpukan sampah yang mengalir ini jumlahnya diperkirakan berton-ton dan menjadi pemandnagan yang biasa. Sampah yang mengalir tersebut diketahui berasal dari berbagai tempat, di mana sampah tersebut selama ini menumpuk di sepanjang sungai kecil yang sengaja dibuang warga.
Warga Polewali Mandar (Polman), khususnya di Kecamatan Wonomulyo diketahui selama ini memang sudah tak memiliki lagi tempat penampungan sampah (TPS) dan juga TPA. Unggahan itu pun mendapat beragam respons dari warganet yang sebagian besar mempertanyakan pengelolaan sampah di Polman.
"Berawal dari warga kembalikan lg ke warga,” komentar seorang warganet. "Aman dr banjir, kalau banjir tinggal nyalahin pemerintah," komentar warganet lainnya.
"Adab kita dalam menjaga alam, bermasyarakat ngga jalan, mestinya kesalehan dalam beragama yg diikuti dengan perilakunya juga,’ tulis warganet lainnya.
Daerah Darurat Sampah
Bukan rahasia lagi bila sampah menjadi problem yang serius di kota-kota besar maupun daerah. Hal itu sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk dan konsumsi plastik oleh warga yang terus meningkat dari masa ke masa.
Salah satunya adalah di Kabupaten Polewali Mandar. Di sana, perkembangan manajemen sampah, tidak sebanding dengan laju timbunan sampah yang membuat situasi dan kondisi di daerah tersebut menjadi darurat sampah.
Sedikitnya ada enam masalah dari hulu ke hilir menjadi bukti potret buruk tata kelola persampahan yang diprakarsai oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan hingga UPTD TPA Binuang di Polman. Padahal kabupaten itu memiliki julukan Polman Berhias yang merupakan akronim dari bersih, rapi, indah, aman dan asri.
Pertama, belum adanya tindakan prioritas yang saling memperkuat memerangi sampah pada skala lingkungan desa, kecamatan hingga perbatasan wilayah. Kedua, belum adanya inisiatif pengomposan tingkat masyarakat desa yang dimulai dari rumah tangga.
Advertisement
Penanganan Sampah di Polewali Mandar
Ketiga, tidak optimalnya kampanye sanitasi dimulai pada tingkat rumah tangga, khususnya di pedesaan terkait pemahaman masyarakat tentang sampah, sehat perilaku dan mengurangi praktik membuang sampah pada sembarang tempat. Keempat, belum optimalnya upaya pencegahan sampah yang dimulai dari sumbernya dengan mempertimbangkan pengurangan barang-barang berbahan plastik.
Kelima, belum adanya peran aktif masyarakat secara berkelanjutan terhadap upaya pemantauan dan pengelolaan sampah secara sistematis. Keenam, tidak adanya pengolahan air lindi yang ditangani secara baik.
Sesuai pantauan tim Regional Liputan6.com pada tahun lalu, air lindi yang berasal dari TPA Binuang tidak dikelola secara baik. Malah cenderung dibiarkan begitu saja dari tahun ke tahun. Tak ayal air lindi pun mencemari lingkungan seperti media pertanian (sawah), dan merusak kualitas tanaman padi warga setempat.
Sebagian air lindi di TPA Binuang terinfiltrasi kedalam tanah, dan mencemari air tanah dan air permukaan sumur tanah warga. Padahal air lindi yang dihasilkan dari sampah domestik di TPA Binuang, mempunyai karakteristik kandungan bahan organik yang tinggi. Dapat diproses menjadi gas bio, pupuk cair atau startermikroba. Lalu bisa dimanfaatkan sebagai pupuk organik karena mengandung berbagai macam bahan organik seperti nitrat, mineral dan mikroorganisme.
TPA di Polman Masih Lemah
Tetapi kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa UPTD TPA Binuang, di Polman hanya menampung air lindi di kolam, lalu selebihnya terbuang ke media lingkungan, tanpa adanya sistem pengolahan yang baik.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Provinsi Sulbar, Aco Takdir mengatakan, peran aktif masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup sangat penting. Olehnya itu diperlukan adanya cara agar masyarakat mau dan mampu berperan aktif atau bahkan mampu menggerakkan masyarakat lain.
"Selain peningkatan kapasitas lingkungan, dan pemberdayaan masyarakat terus menerus dikembangkan, jumlah komunitas atau lembaga masyarakat peduli lingkungan juga perlu ditingkatkan," kata Aco Takdir usai sosialisasi hasil kajian indeks risiko TPA Binuang, dikutip dari kanal Regional Liputan6.com, 16 Januari 2022.
"Dan memang harus diakui bahwa Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Polman melalui UPTD TPA Binuang lemah dan tidak optimal mengelola limbah domestik atau sampah, hingga air lindi yang mencemari media lingkungan, termasuk tertib administrasi penyusunan dokumen pengelolaan lingkungan hidup terkait tata kelola dan kebijakan persampahan," sambungnya.
Advertisement