Respons BPOM soal Taiwan Temukan Kandungan Bahan Pemicu Kanker di Produk Mi Instan Indonesia

BPOM menyatakan terdapat perbedaan aturan soal kandungan residu pestisida etilen oksida yang disebut sebagai pemicu kanker di Indonesia dan Taiwan. BPOM menyatakan produk mi instan tersebut aman dikonsumsi konsumen.

oleh Dinny Mutiah diperbarui 27 Apr 2023, 17:08 WIB
Diterbitkan 27 Apr 2023, 17:06 WIB
Ilustrasi mi instan | Karolina Grabowska dari Pexels
Ilustrasi mi instan | Karolina Grabowska dari Pexels

Liputan6.com, Jakarta - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) merespons pemberitaan produk mi instan Indonesia yang mengandung bahan karsinogenik atau bisa menyebabkan kanker oleh otoritas Taiwan. Informasi tersebut disampaikan di laman resmi Otoritas Kesehatan Kota Taipei, Taiwan, pada 24 April 2023.

Bahan karsinogenik dimaksud adalah residu pestisida etilen oksida (EtO). Pihak Taiwan tidak memperbolehkan EtO pada pangan. 

"Otoritas Kesehatan Kota Taipei melaporkan keberadaan EtO pada bumbu produk mi instan merek 'Indomie Rasa Ayam Spesial' produksi PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk, sebesar 0,187 mg/kg (ppm)," demikian penjelasan tertulis BPOM dalam laporan bernomor HM.01.1.1.04.23.64 tertanggal 27 April 2023.

BPOM menyebut metode analisis yang digunakan BPOM Taiwan adalah metode penentuan 2-Chloro Ethanol (2-CE), yang hasil ujinya dikonversi sebagai EtO. Karena itu, kadar EtO sebesar 0,187 ppm setara dengan kadar 2-CE sebesar 0,34 ppm.

Sementara, Indonesia melalui  Keputusan Kepala BPOM Nomor 229 Tahun 2022 tentang Pedoman Mitigasi Risiko Kesehatan Senyawa Etilen Oksida telah mengatur Batas Maksimal Residu (BMR) 2-CE sebesar 85 ppm. Maka, kadar 2-CE yang terdeteksi pada sampel mi instan di Taiwan (0,34 ppm) masih jauh di bawah BMR 2-CE di Indonesia dan di sejumlah negara lain, seperti Amerika dan Kanada.

Dengan demikian, BPOM menyatakan produk mi instan tersebut masih aman dikonsumsi karena telah memenuhi persyaratan keamanan dan mutu produk sebelum beredar.  Sampai saat ini, Codex Alimentarius Commission (CAC) sebagai organisasi standar pangan internasional di bawah World Health Organization/Food and Agriculture Organization (WHO/FAO) belum mengatur batas maksimal residu EtO.

"Beberapa negara pun masih mengizinkan penggunaan EtO sebagai pestisida," sambung penjelasan BPOM.

 

 

Langkah Antisipasi BPOM dan Perintah pada Produsen Mi Instan

Ilustrasi mi instan
Ilustrasi mi instan. (Photo Copyright by Freepik)

Untuk melindungi kesehatan masyarakat dan mencegah terjadinya temuan berulang terhadap produk sejenis yang berpotensi merusak reputasi produk Indonesia, BPOM menyiapkan sederet langkah. Langkah-langkah itu meliputi:

1. Menerbitkan Keputusan Kepala BPOM Nomor 229 Tahun 2022 tentang Pedoman Mitigasi Risiko Kesehatan Senyawa Etilen Oksida sebagai upaya pro aktif pemerintah memberikan perlindungan masyarakat dan acuan bagi pelaku usaha untuk segera memitigasi risiko.

2. Melakukan sosialisasi/pelatihan secara berkala kepada asosiasi pelaku usaha dan eksportir produk pangan, termasuk eksportir ke Taiwan, terkait dengan peraturan terbaru yang berlaku di negara tujuan ekspor.

3. Mengusulkan EtO dan 2-CE sebagai priority list contaminant for evaluation by Joint FAO/WHO Expert Committee on Food Additives (JECFA).

Di sisi lain, BPOM juga telah memerintahkan para pelaku usaha, termasuk PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk, untuk memitigasi risiko. Langkah yang diambil guna mencegah terjadinya kasus berulang dengan melakukan hal sebagai berikut:

1. Menjaga keamanan, mutu, dan gizi produk pangan olahan yang diproduksi dan diekspor serta memastikan bahwa produk sudah memenuhi persyaratan negara tujuan ekspor.

2. Memastikan penanganan bahan baku yang digunakan untuk seluruh produk baik lokal maupun ekspor agar tidak tercemar EtO, antara lain: memilih teknologi pengawetan bahan baku dengan menggunakan metode non-fumigasi seperti sterilisasi uap pada pra-pengapalan; meminimalkan penggunaan bahan tambahan pangan yang mengandung residu EtO pada proses produksi dan/atau menggunakan teknik pengolahan suhu tinggi untuk memastikan EtO menguap maksimal.

3. Menguji residu EtO di laboratorium terakreditasi untuk persyaratan rilis produk ekspor dan melaporkan kepada BPOM.

 

 

BPOM Laksanakan Audit Investigatif

Ilustrasi
Ilustrasi mi instan. (dok. pexels/Alena Shekhovtcova)

BPOM telah melakukan audit investigatif sebagai tindak lanjut terkait hasil pengawasan Otoritas Kesehatan Kota Taipei dan industri telah melakukan langkah-langkah mitigasi risiko untuk memastikan residu EtO memenuhi ketentuan, antara lain:

1. Mengidentifikasi bahan baku yang potensial mengandung residu EtO, menetapkan persyaratan CoA residu EtO pada bahan baku impor,

2. Menetapkan persyaratan evaluasi pemasok tidak menggunakan EtO untuk bahan baku lokal,

3. Menguji residu EtO di laboratorium internal yang terakreditasi sebagai bagian dari monitoring rutin kesesuaian spesifikasi bahan baku di sarana produksi maupun untuk rilis produk ekspor.

BPOM mengklaim secara terus-menerus memonitor dan mengawasi pre dan post-market terhadap sarana dan produk yang beredar, termasuk inspeksi implementasi Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik (CPPOB) di sarana produksi serta pelaksanaan sampling dan pengujian produk di peredaran untuk melindungi kesehatan masyarakat dan menjamin produk yang terdaftar di BPOM dan beredar di Indonesia aman dikonsumsi.

"BPOM mengimbau masyarakat untuk selalu menjadi konsumen cerdas dalam memilih produk pangan. Selalu ingat “Cek KLIK” (Cek Kemasan, Label, izin Edar, dan Kedaluwarsa) sebelum membeli atau mengonsumsi produk pangan," pungkas BPOM.

Temuan Residu Pestisida pada Mi Instan Malaysia

Ilustrasi Mi Instan
Ilustrasi mi instan. (dok. Pixabay.com/digitalphotolinds)

Temuan residu etilen oksida oleh Taiwan juga berlaku pada produk mi instan asal Malaysia. Mengutip CNA, Rabu, 26 April 2023, Departemen Kesehatan Taipei mengatakan telah menemukan sejumlah "Mie Kari Putih Ah Lai" dari Malaysia  mengandung etilen oksida, senyawa kimia yang terkait dengan limfoma dan leukemia. Berdasarkan hasil pengujian, etilen oksida terdeteksi pada mi dan bumbu dari produk Malaysia.

Pengecer yang tidak ditentukan dari mana sampel dikumpulkan telah diminta untuk menarik produk dari rak mereka, dan importir produk akan didenda antara 60.000 dolar Taiwan atau sekitar Rp29 juta dan 200 juta dolar Taiwan yang setara Rp97 miliar, menurut departemen tersebut. Terkait hal itu, produsen mie instan di Malaysia sedang menguji sendiri untuk memeriksa produknya setelah diklaim mengandung zat karsinogenik.

Seorang juru bicara "Ah Lai White Curry Noodles" mengatakan mereka telah mengirimkan sampel untuk diuji oleh laboratorium untuk memeriksa karsinogen berdasarkan klaim yang dibuat oleh Departemen Kesehatan Taipei di Taiwan. "Kami telah mengirim sampel kami ke laboratorium dan sedang menunggu hasilnya," jelas juru bicara itu.

"Sebelum ini, kami tidak pernah punya masalah atau ada yang membuat klaim seperti itu terhadap kami sejak kami mulai pada 2014," sambung juru bicara tersebut. 

Juru bicara dari produsen mi instan asal Malaysia menyambung, "Mereka (Departemen Kesehatan Taipei) belum menunjukkan kepada kami hasil atau sampel yang mereka gunakan, tapi kami pikir mereka tidak menggunakan mi instan kami."

"Ini karena ketika kami menanyakan sampel apa yang digunakan, tanggal kedaluwarsa mie tidak sesuai dengan yang kami kirim ke Taiwan tahun lalu (2022)," kata juru bicara itu saat dihubungi CNA.

Infografis 10 Negara Terbanyak Konsumsi Mi Instan dan Perbandingan Harga. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis 10 Negara Terbanyak Konsumsi Mi Instan dan Perbandingan Harga. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya