Simak Aturan Bersepeda di Jepang, Melanggar Terancam Denda sampai Rp5 Juta

Jepang merupakan salah satu negara yang masyarakatnya gemar menggunakan sepeda sebagai alat transportasi sehari-hari.

oleh Dyah Ayu Pamela diperbarui 30 Apr 2023, 10:00 WIB
Diterbitkan 30 Apr 2023, 10:00 WIB
Aturan bersepeda di Jepang, melanggar bisa kena denda
Aturan bersepeda di Jepang, melanggar bisa kena denda. (dok: Instagram @aprilia.happy)

Liputan6.com, Jakarta - Jepang merupakan salah satu negara yang masyarakatnya gemar menggunakan sepeda sebagai alat transportasi sehari-hari. Aturan bersepeda di Jepang pun terbilang ketat, menurut seorang konten kreator di Instagram.

"Aturan naik sepeda di Jepang memang nggak gampang dan ketat. Dendanya enggak main-main," sebut akun @aprilia.happy, dikutip Jumat, 28 April 2023. 

Aturan pertama bersepeda di Jepang adalah dilarang boncengan, kecuali dengan anak di bawah usia enam tahun. Jika melanggar, pesepeda akan ada denda sebesar 20 ribu yen atau Rp2 juta. 

Selain itu, ada aturan dilarang bersebelahan saat bersepeda. Bila melanggar, pesepeda akan dikenakan denda sekitar 20 ribu yen setara Rp2 juta maupun ancaman pidana dua bulan penjara.

"Kita itu enggak boleh main handphone sambil bersepeda. Dendanya 50 ribu yen atau sekitar Rp5 juta dengan hukuman kurungan penjara tiga bulan. Bayangin," sambung Aprilia.

Bukan hanya itu, pesepeda yang melanggar lampu lalu lintas juga bisa dikenai denda 50 ribu yen atau sekitar Rp5 juta. Sama halnya dengan mendengarkan musik menggunakan earphone. Aktivitas yang dinilai berbahaya ini juga akan dikenai hukuman denda yang sama.

Mengutip laman Japanesestation, Jumat (28/4/2023), masih banyak aturan bersepeda di Jepang yang sebaiknya tidak dilanggar, seperti tidak boleh bersepeda di jalur yang salah. Pesepeda juga dilarang menaiki sepeda di jalur penyeberangan milik pejalan kaki dan harus turun, lalu berjalan menuntun sepeda.

 

Sepeda Transportasi Populer di Jepang

Potret Aktivitas Warga Nagoya Jepang
Seorang wanita mengendarai sepedanya di sebuah jalan di Nagoya, Jepang (24/9/2019). Kota Nagoya terletak di Daratan rendah Nōbi, bagian barat daya Prefektur Aichi. (AP Photo/Christophe Ena)

Selain kereta, sepeda juga jadi salah satu alat transportasi populer di Jepang. Negeri Sakura bahkan masuk ke dalam daftar negara dengan komunitas sepeda terbesar di dunia bersama Belanda dan Denmark.

Kota-kota di Jepang memang terbilang besar. Namun, sebagian besar wilayah pemukimannya memberi kesan kota kecil di mana warganya hanya membutuhkan waktu 5 hingga 10 menit untuk menuju supermarket, TK, sekolah, lokasi praktik dokter, dan dokter gigi.

Jadi, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, warga Jepang bisa mencapainya dengan mengendarai sepeda saja, cepat dan hemat. Lantaran sepeda sangat banyak digunakan warganya, wajar ada aturan yang ketat.

Di Jepang, pejalan kaki mesti diutamakan. Pesepeda juga harus memperlambat laju sepeda dan membunyikan bel sepeda mereka dengan sopan saat meminta jalan. 

Disebutkan pada 2012, sepeda memang sempat mengalahkan kepopuleran kereta setelah terjadi gempa yang menumbangkan sistem kereta di Jepang. Setelah berangsur pulih, keadaan kembali seperti semula, tapi masih banyak orang yang mengendarai sepeda menuju stasiun dari rumah mereka. 

Sepeda Motor Tak Laku di Jepang

Bunga Sakura Jepang
Seorang pria mengendarai sepeda melewati pohon sakura di sebuah taman di distrik Edogawa, Tokyo, Jepang pada Kamis 23 Februari 2023. Bunga-bunga sakura mulai mekar beberapa hari lebih awal dari biasanya, berkat suhu yang lebih hangat dari rata-rata. (Philip FONG/AFP)

Mengutip kanal Otomotif Liputan6.com, 28 Oktober 2017, industri sepeda motor yang luar biasa besar di Indonesia justru berbanding terbalik di Jepang. Pengguna sepeda motor di negara ini sangat sedikit, hanya satu-dua orang saja yang menggunakannya untuk beraktivitas sehari-hari.

Sebagian besar masyarakat Jepang lebih memilih transportasi umum, seperti kereta api, bus, bahkan taksi. Dijelaskan tour leader rombongan jurnalis Toyota Astra Motor (TAM), Ping Tjuan Suharna, masyarakat lebih suka naik transportasi umum lantaran lebih murah dan tepat waktu. Juga, tidak perlu bayar parkir yang mahal.

"Kalau mobil bisa Rp90 ribu, dan naik motor tidak praktis. Cari tempat parkir susah karena tak bisa sembarangan," ungkap Ping.

Sementara itu, biaya parkir di Jepang yang sekitar 200 yen per jam juga tergantung wilayah dan musim. Ketika musim dingin, akan berbahaya sekali jika parkir motor. "Sewa parkir di kantor sembilan ribu yen (setara Rp 1 juta) per bulan," tambahnya.

Membuat SIM di Jepang Tidak Mudah

FOTO: Tokyo Darurat Virus Corona COVID-19
Seorang pria yang mengenakan masker untuk membantu mengekang penyebaran virus corona COVID-19 mengendarai sepeda di Tokyo, Jepang, Jumat (6/8/2021). Tokyo berada dalam keadaan darurat virus corona COVID-19 sejak pertengahan Juli. (AP Photo/Kantaro Komiya)

Menurut tour guide rombongan media tour PT Astra Honda Motor (AHM), Bambang Soewandarto, populasi motor di Jepang memang tidak banyak. Alasannya, kepengurusan surat izin mengemudi (SIM) motor dengan kapasitas mesin di atas 200 cc sama dengan SIM mobil.

"Makanya, masyarakat Jepang lebih memilih menggunakan mobil," tegas Bambang.

Di samping itu, cuaca di Jepang yang memiliki empat musim juga tidak mendukung penggunaan sepeda motor. "Kalau musim dingin, bisa di bawah 15 derajat celcius, kalau pakai motor jadi dingin," pungkasnya.

Tidak seperti di Indonesia, syarat kepemilikan SIM apalagi mobil atau motor di Negeri Matahari Terbit tak semudah yang dibayangkan. Tak usah bicara bagaimana lulus tes. Untuk syarat awal mengajukan aplikasi juga tidak ringan. Ada biaya yang harus dibayarkan, dan itu tidak murah.

"Tidak semua orang bisa punya SIM," ungkap Ping. Persyaratannya sangat berat.

Untuk keperluan ini, calon peserta ujian perlu menyiapkan dana sebesar 350 ribu yen. Jika dirupiahkan, itu setara dengan Rp40 juta.

Infografis Destinasi Wisata Berkelanjutan di Indonesia dan Dunia
Infografis Destinasi Wisata Berkelanjutan di Indonesia dan Dunia (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya