Liputan6.com, Jakarta - "Guru pahlawan tanpa tanda jasa", demikian bunyi sebuah julukan yang kerap terdengar mengenai profesi tenaga pengajar. Sebutan itu tak lagi relevan dengan masa kini yang justru semestinya guru meraih imbal yang layak.
Realitanya, masih banyak guru yang belum meraih kesejahteraan terkait honor yang layak. Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) Nunuk Suryani menyebut ada banyak guru dapat kesejahteraan yang layak karena mereka sudah sertifikasi dan meraih tunjangan sertifikasi.
Baca Juga
"Namun, masih ada guru honor di sekolah negeri yang dalam hal ini kesejahteraannya belum dapat dikatakan layak," kata Nunuk saat dihubungi Liputan6.com, Jumat, 19 Mei 2023.
Advertisement
Ia melanjutkan ada sekitar 3 juta guru di Indonesia dan masih ada guru di sekolah negeri yang berstatus honorer. "Itu jumlahnya sekitar 500 ribuan, itu yang sedang kita perjuangkan untuk menjadi ASN," tambahnya.
Nunuk mengungkapkan bahwa pada 2020 terbentuk rencana 1 juta formasi guna mengisi kekosongan guru di Indonesia. Dikatakannya, program 1 juta formasi guru itu selain untuk memenuhi kebutuhan guru, juga menyejahterakan atau memberikan jaminan kepastian untuk guru-guru yang ada di seluruh negeri.
"Sejak 2020 hingga saat ini sudah bertambah guru-guru yang ASN sebanyak 544 ribu lebih, sisanya ini yang guru honor itu tinggal 506 ribu dan kita tahun ini menyediakan formasi lagi 600 ribu," tambahnya.
Nunuk berharap dengan formasi yang disediakan Kemendikbud Ristek tersebut dapat disambut baik, termasuk daerah di Indonesia. "Sehingga tidak ada lagi guru honor di sekolah-sekolah negeri," tutur Nunuk.
Sudah Sejahterakah?
"Ini berarti kesejahteraan guru itu sudah terjamin dengan adanya ASN PPPK bagi guru-guru tersebut, ini adalah program pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan guru-guru di satuan pendidikan kita dan memberikan jaminan kepastian mereka sebagai ASN," terang Nunuk.
Kesejahteraan, dikatakan Nunuk menjadi tantangan utama yang dihadapi guru di Tanah Air kini. "Jadi sebenarnya dari sisi upaya pemerintah sudah ada, cuma sampai sejauh ini tantangan beratnya adalah pemerintah daerah belum mengusulkan jumlah formasi sebagaimana kebutuhan yang diperhitungkan oleh Kemendikbud Ristek," ungkapnya.
Ia melanjutkan, "Inilah yang menjadi tantangan berat bagi guru untuk mencapai tingkat kesejahteraan sebagaimana yang seharusnya."
Guna mendorong pemerintah daerah atau Pemda, dalam prosesnya, pihaknya bekerja sama dengan Panselnas (Panitia Seleksi Nasional) di antaranya KemenPAN RB. "Penetapan formasi itu adalah ranah di KemenPAN RB, sedangkan usulan kebutuhan ada di ranah Kemendikbud Ristek. Sampai sejauh ini dari jumlah formasi yang diusulkan 2023 belum sepenuhnya disambut baik oleh pemerintah daerah," ungkap Nunuk.
Advertisement
Upaya Pemerintah
Meski ranah sosialisasi formasi ada di KemenPAN RB, disebutkan Nunuk, Kemendikbud Ristek ikut melakukan pendekatan seperti bimbingan terhadap Pemda di seluruh Indonesia untuk meningkatkan usulan ini.
"Cara yang kami lakukan adalah mengadvokasi pemerintah daerah terkait dengan kebutuhan formasi ini dan menyampaikan sebenarnya tahun 2023 ini bagi guru PPPK sebagai mana jumlah usulan yang kami sampaikan sudah dijamin oleh Menkeu dengan Peraturan Menteri Keuangan No.212," jelasnya.
Nunuk menyebut, "Ini sepertinya yang belum sampai dengan baik di pemerintah daerah, oleh karena itu kami melakukan pendekatan sosialisasi advokasi agar mereka menyampaikan usulan yang sesuai."
Pihaknya juga telah memiliki rancangan untuk mengganti guru-guru pensiun. Dikatakan Nunuk, kini program 1 juta formasi untuk guru adalah pemenuhan kebutuhan guru sampai saat ini.
"Sedangkan guru-guru pensiun, kami sudah menggantikan menyediakan talent pool melalui program pendidikan profesi guru (PPG) prajabatan model baru. PPG prajabatan model baru yang sedang dijalankan, sudah masuk ke angkatan kedua," terangnya.
Deretan Tantangan yang Dihadapi Guru Indonesia
Pembina Pengurus Pusat Forum Komunikasi Guru Ilmu Pengetahuan Sosial Nasional, Wijaya menerangkan setidaknya ada lima poin terkait tantangan yang dihadapi guru masa kini. Tantangan pertama terkait dengan kesejahteraan karena masih terjadi disparitas gaji guru.
"Terutama guru-guru yang berstatus honorer, baik diselenggarakan pemerintah dan swasta serta guru yang belum bersertifikat pendidik. Harus ada standar gaji minimal yang berlaku nasional untuk guru non-ASN," jelas Wijaya saat dihubungi Liputan6.com, Selasa, 16 Mei 2023.
Pria yang juga menjabat sebagai Ketua Departemen Kominfo PB PGRI ini menerangkan tantangan kedua adalah soal perlindungan guru. Hal ini merujuk pada masih banyaknya terjadi kasus perundungan dan kekerasan kepada guru ketika menjalankan tugas keprofesian oleh berbagai pihak yang terkait kepegawaian dan penyelenggaraan pendidikan.
"Ketiga, kompetensi. Peningkatan kompetensi dan fasilitasi kegiatan bagi guru yang berkeadilan dilaksanakan secara tatap muka dalam bentuk treatment prioritas bagi guru berbasis data kompetensi melalui KKG dan MGMP atau organisasi mitra yang memiliki kepengurusan sampai ke tingkat satuan pendidikan," ungkapnya.
Berlanjut dengan tantangan literasi digital yang mencakup penguatan guru dalam literasi digital, baik pemanfaatan informasi, konten dan etika bermedia sosial. "Termasuk pemanfaatan berbagai platform pembelajaran berbasis IT," lanjutnya.
"Penguatan pemahaman dalam melaksanakan tupoksi guru terutama tema perundungan, intoleransi dan kekerasan seksual," tutupnya.
Advertisement